NovelToon NovelToon
Reina: Become Trouble Maker

Reina: Become Trouble Maker

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Pembaca Pikiran
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Matatabi no Neko-chan

Setelah dituduh sebagai pemuja iblis, Carvina tewas dengan penuh dendam dan jiwanya terjebak di dunia iblis selama ratusan tahun. Setelah sekian lama, dia akhirnya terlahir kembali di dunia yang berbeda dengan dunia sebelumnya.

Dia merasuki tubuh seorang anak kecil yang ditindas keluarganya, namun berkat kemampuan barunya, dia bertemu dengan paman pemilik tubuh barunya dan mengangkatnya menjadi anak.
Mereka meninggalkan kota, memulai kehidupan baru yang penuh kekacauan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5

Chakra menatap Reina yang tertidur pulas di hadapannya dengan perasaan bersalah. Dikecupnya kening gadis kecil yang terlelap itu sambil menahan air mata, yang sayangnya lolos begitu saja.

Kehilangan pekerjaan, namanya yang kini di-blacklist di berbagai perusahaan membuat pria malang itu tidak bisa bekerja di manapun lagi. Bahkan pria itu mulai kesusahan sekadar pergi ke supermarket untuk berbelanja.

Pikiran pria itu berkecamuk memikirkan cara hidup di kota ini. Tanpa pekerjaan, dirinya tidak akan bisa makan, dan keponakannya akan menderita. Dia tidak mau lagi merepotkan Joshua yang benar-benar menolongnya saat kesusahan.

Apalagi jika dia pergi bersama Reina, pasti gadis kecil itu akan kesusahan, mengingat banyak orang yang menatapnya dengan mencemooh dan penuh penghinaan.

Dirinya berpikir keras. Dia ingin hidup damai bersama keponakan satu-satunya, gadis kecil yang menjadi alasannya untuk tetap hidup. Tapi, dia tidak ingin keponakannya itu terkena imbasnya.

Reina yang tidak tertidur mendengar isi hati paman pemilik tubuh ini. Reina, yang tidak mudah percaya, memutuskan untuk menggunakan kemampuan pembaca pikirannya, berharap Chakra adalah orang yang benar-benar bisa dipercaya dan mau membantunya, meski jiwa pria itu merupakan orang terdekatnya di beberapa kehidupan terdahulu.

Reina menggeliat, membuat Chakra tersentak. Dia memeluk keponakannya itu sambil menepuk-nepuk punggung gadis kecil itu dengan lembut.

Reina membuka matanya pelan, mencoba mencerna kejadian yang menimpanya selama seminggu setelah menempati tubuh ini.

Selama seminggu ini, dia hanya berjumpa dengan keluarga pemilik asli tubuh ini. Di antara mereka, tidak ada satu pun yang benar-benar menjaganya.

Sambutan penuh syukur hanya terdengar sebagai formalitas saja saat dia melihat seorang pria paruh baya bertampang sangar yang menatap tajam keluarga pemilik tubuh ini.

Dia hanya melihat pria itu sekali. Tetapi sejak saat itu, keberadaan pria tersebut tidak pernah tampak lagi.

Hanya dokter Joshua yang menemaninya di sana jika pria itu sedang senggang.

Reina harus menyelidiki asal usul keluarga pemilik tubuh ini dahulu sebelum membalas dendam untuk pemilik asli tubuh ini, mengingat mereka selalu memperlakukan ibu pemilik tubuh ini seperti seekor binatang rendahan.

Selama beberapa waktu, dia dan Jeremy memperhatikan kehidupan manusia yang hidup di dunia dengan teknologi yang berkembang pesat. Entah apa yang membuat Jeremy sangat memperhatikan manusia ini.

Dan Reina memutuskan membuat satu kesimpulan: dendam pribadi masa lalu yang belum dituntaskan dan dilampiaskan pada generasi sang korban, atau karena asal usul yang tidak jelas, mengingat keluarga pemilik tubuh ini menjunjung tinggi kehormatan keluarga dan harta mereka.

Mata Reina terasa berat. Mungkin karena tubuh ini masih anak-anak, dan dia merasa aman dengan keberadaan pria yang membaringkan diri di sebelahnya. Gadis kecil itu perlahan terlelap dalam mimpinya.

Pagi datang begitu cepat. Sinar matahari mulai menyinari bumi dengan cahaya hangatnya. Seorang gadis kecil menggeliat di tempat tidur, lalu membuka matanya perlahan, memperlihatkan netra hijau dengan pupil kupu-kupu berwarna hitam yang sangat cantik.

Untuk pertama kalinya, Reina merasa tidurnya sangat nyenyak. Dia tidak lagi bermimpi buruk tentang kehidupannya di masa lalu ataupun penyiksaan yang dialaminya di dunia iblis.

Reina melirik ke sebelahnya, tetapi pria itu tidak ada di sana. Mungkin dia sudah bangun. Gadis kecil itu melihat sebuah jendela yang berada tak jauh dari sana. Dengan langkah kecil, dia berjalan menuju jendela untuk melihat pemandangan pagi, kegiatan yang selalu dia lakukan sejak kehidupannya dahulu.

‘Sraaakkk.’

Reina dapat melihat matahari pagi yang sangat cantik, menyembul malu-malu dari balik gedung dengan sinar jingga kekuningan yang mempesona. Langit biru bersih dengan semburat awan berwarna jingga kemerahan seolah memanjakan mata.

Pagi ini terasa begitu indah. Udara segar bercampur dengan aroma lezat menyapa indera penciumannya, membuat perut gadis kecil itu sedikit lapar.

Tunggu. Aroma lezat?

Reina menggelengkan kepala sesaat setelah ingatan kelam pemilik tubuh ini mampir di benaknya.

Ingatan tentang kelaparan yang hanya bisa menyaksikan keluarganya menyantap makanan lezat, sementara dia diberi makanan sisa atau basi, diletakkan di lantai seperti seekor anjing.

Ingatan itu sungguh menyakitkan.

Meskipun dirinya pernah mengalami siksaan yang hebat di dunia iblis, mereka tetap memberinya makanan yang layak meskipun bentuknya aneh dan membuatnya tidak berselera. Terkadang menyerupai organ tubuh atau sesuatu yang menjijikkan, yang terpaksa dia makan sambil menangis.

‘Cklek.’

Chakra, yang hendak membangunkan keponakannya, menatap terkejut melihat Reina berdiri menatap ke luar jendela. Untungnya, jendela itu tertutup rapat, sehingga tidak ada risiko gadis kecil itu terjun bebas dari lantai enam.

“Kau sudah bangun?”

Reina menoleh. Dia menatap Chakra polos dan mengangguk.

Chakra mendekati Reina, lalu berjongkok untuk mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan gadis kecil itu, yang tingginya hanya sebatas perut pria dewasa.

“Cuci muka dulu, sana. Lalu kita sarapan. Setelahnya kita akan pergi membeli kebutuhanmu.”

“Baik.”

Segera Reina menuruti perintah Chakra. Gadis kecil itu mencuci wajahnya, lalu Chakra membantunya menyisir rambut uniknya. Setelah selesai, mereka menuju dapur untuk sarapan bersama.

Di meja makan hanya ada dua piring salad buah, dua piring sandwich, segelas susu, dan secangkir kopi hitam.

‘Aku harap dia menyukainya,’ batin Chakra, yang didengar oleh Reina.

Mata Reina berbinar. Akhirnya dia bisa memakan buah-buahan lagi setelah seminggu berada di rumah sakit. Tanpa basa-basi, gadis kecil itu menyantap salad buah dengan lahap.

"Untunglah dia menyukainya," Chakra tersenyum dan mulai menikmati salad buah miliknya.

"Perutku meledak~ Aku kenyang~" Reina menepuk perut kecilnya yang tampak membuncit.

Chakra melirik piring bekas makan keponakannya yang habis tanpa sisa.

'Syukurlah dia benar-benar menyukainya,' batinnya lega sambil menyeruput kopi hitamnya. Dia kemudian mulai membereskan piring kotor dan mencucinya di wastafel.

Reina menatap punggung Chakra yang tampak sibuk mencuci piring. Sambil menunggu pria itu selesai, gadis kecil itu memutuskan untuk mencoba merasakan energi sihir miliknya.

Dia memejamkan mata, merasakan aliran mana di dalam tubuhnya. Jumlahnya cukup besar, lebih dari yang dia duga. Rupanya sihir masih dapat digunakan di dunia ini. Dalam hati, Reina berpikir bahwa dia harus mulai melatih tubuh kecil ini agar bisa mengontrol sihir miliknya dengan lebih baik.

"Ayo, kita pergi keluar."

Suara Chakra menyadarkan Reina dari lamunannya. Dia membuka mata dan menatap Chakra yang berdiri di depannya dengan senyum lembut.

Chakra membawa Reina ke toko perlengkapan anak, mengabaikan tatapan menghina yang terus dilayangkan padanya sejak mereka melangkah masuk.

Reina merasakan aura tidak suka yang memenuhi ruangan. Dia memutuskan menggunakan kemampuannya untuk membaca pikiran orang-orang yang menatap mereka dengan kebencian.

"Bukankah dia pria pembunuh itu?"

"Kenapa dia dibebaskan?"

"Apakah anak kurus itu putrinya? Sayang sekali."

"Pria kejam."

Mendengar pikiran mereka membuat Reina mendengus kecil dalam hati. Dia menghentikan kemampuan membaca pikirannya, memilih untuk mengalihkan perhatian pada Chakra. Pria itu terlihat sibuk memilih pakaian anak perempuan dan beberapa perlengkapan anak lainnya. Meski semua orang menjauh darinya, Chakra tampak tidak peduli.

Yang membuat Reina heran, pria itu selalu memilih warna-warna favoritnya, seolah sudah mengenalnya sejak lama.

Setelah mendapatkan keperluan Reina, Chakra membawa belanjaan mereka ke kasir. Tatapan penuh kebencian tetap menyertai mereka, tapi pria itu tetap tenang. Setelah selesai membayar, dia menggendong Reina dan meninggalkan toko.

"Paman, aku lapar."

Chakra mengusap lembut kepala gadis kecil itu. Dia kemudian bergegas mencari warung pinggir jalan. Membawa Reina ke kafe tidak mungkin, mengingat dirinya telah di-blacklist dari sebagian besar tempat di kota ini.

"Maaf, aku mengajakmu makan di pinggir jalan," ucapnya seraya menurunkan Reina dan mendudukkannya di kursi plastik yang sedikit reyot.

Reina hanya tersenyum, mencoba memberikan rasa nyaman. Namun, ketika Chakra mendekati pemilik warung untuk memesan makanan, suara dingin menusuk menghentikan langkahnya.

"Maaf, kami tidak melayani seorang penjahat."

Ucapan itu meluncur dengan tajam. Chakra menghela napas berat dan menundukkan kepala. Reina memandang sang paman dengan prihatin.

"Paman, sebaiknya aku makan di rumah saja. Masakan buatan Paman sangat enak," ucap Reina lembut, mencoba menghibur pria itu.

Chakra tersenyum tipis, lalu menggendong Reina kembali. Dia mengambil barang-barangnya dan meninggalkan tempat itu tanpa sepatah kata pun.

Namun, tanpa mereka sadari, seseorang mengamati mereka dari sudut gelap warung, bibirnya melengkung dengan senyum sinis.

"Kalian pikir bisa hidup tenang? Aku akan membuat hidup kalian lebih menderita daripada kematian," gumamnya pelan.

---

Saat mereka tiba di rumah, Chakra meletakkan belanjaan mereka di atas meja dan mulai menyiapkan makanan sederhana. Reina duduk di kursi dapur, memperhatikan Chakra yang sibuk di dapur.

"Paman, kenapa mereka membencimu?" tanya Reina, akhirnya mengutarakan rasa ingin tahunya.

Chakra berhenti mengaduk panci di depannya. Dia menoleh ke Reina, ragu sejenak. "Itu cerita panjang, Reina. Tapi yang pasti, Paman tidak seperti yang mereka pikirkan."

Reina memiringkan kepala, matanya memancarkan rasa ingin tahu yang mendalam. Namun, dia memilih untuk tidak mendesak. Dia tahu, suatu hari nanti, dia akan tahu semuanya.

Malam itu, setelah makan malam, Chakra memutuskan untuk membaca buku sambil menemani Reina yang asyik mempelajari sihirnya. Tapi pikirannya tidak bisa berhenti memikirkan ucapan penuh kebencian orang-orang di toko dan warung tadi.

Sementara itu, di luar rumah mereka, bayangan seseorang bergerak di balik pepohonan. Matanya memancarkan dendam yang membara. Dia berbisik pelan, suaranya terdengar seperti desisan ular, "Waktunya hampir tiba. Aku akan menghancurkan kalian."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!