NovelToon NovelToon
DEVANNA

DEVANNA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Selingkuh / Kehidupan di Kantor / Identitas Tersembunyi / Office Romance
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Evrensya

Laki-laki asing bernama Devan Artyom, yang tak sengaja di temuinya malam itu ternyata adalah seorang anak konglomerat, yang baru saja kembali setelah di asingkan ke luar negeri oleh saudaranya sendiri akibat dari perebutan kekuasaan.
Dan wanita bernama Anna Isadora B itu, siap membersamai Devan untuk membalaskan dendamnya- mengembalikan keadilan pada tempat yang seharusnya.

Cinta yang tertanam sejak awal mula pertemuan mereka, menjadikan setiap moment kebersamaan mereka menjadi begitu menggetarkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evrensya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

I Need You (3)

"Nora Aurora, saya sering menonton tayangan ulangnya di internet. Dia wanita yang memiliki kecantikan Indonesia yang khas, dia cerdas dan profesional, patut di contoh. Terutama dalam memasak, Nora Aurora adalah panutan saya. Sayangnya saat ini Nora sudah vakum dari dunia entertainment, sangat di sayangkan, karna pasti para fans merindukan kehadirannya sesekali di TV," celoteh Anna.

Devan melipat kedua tangan di dada sambil memperhatikan lipstik berwarna coklat coral yang sudah memudar, melapisi bibir milik Anna yang sebenarnya merah alami.

"Anna, kau memang banyak bicara ya, otakmu sepertinya lancar sekali memproses informasi," Devan malah menanggapinya dengan sedikit gurauan.

"Ya, itu karna anda yang bertanya terus," jawab Anna, tentu saja dalam hati.

"Nora Aurora tidak akan muncul lagi ke permukaan sampai kapanpun, aku bisa memastikan itu." Akhirnya Devan memberikan tanggapan yang lebih serius pada ucapan Anna yang terkait dengan Nora, Ibunya.

Pasalnya, sejak di terbitkan peraturan baru oleh Ayah yang melarang mempublikasikan privacy keluarga dalam bentuk apapun kecuali dalam momentum tertentu. Jadi, hampir tidak ada di temukan di internet foto anggota keluarga Artyom kecuali semuanya sudah di perintahkan untuk di deleted, bahkan media yang mempublikasikan nya tanpa izin akan di kenai tuntutan berat. Kecuali untuk tujuan tertentu yang sudah di setujui, seperti biografi dan keperluan pendataan lainnya.

Berawal dari ketika Devan masih berusia 15 tahun, pernah mengawali karir di dunia entertainment sebagai model, dengan branding seorang Ibu yang menjadi artis senior, tentu saja menjadi perhatian publik. Sehingga membuat wartawan dari berbagai media selalu menyoroti keluarganya, bahkan sampai mendatangi kediaman pribadinya.

Hal sekecil apapun menjadi besar dalam berita, setiap gerak-geriknya terpantau dari berbagai sudut kamera, bahkan Nora yang sudah tidak bekerja di dunia entertainment pun tak luput dari pemberitaan, kembali di korek sekecil apapun tentangnya.

Keluarga Artyom saat itu benar-benar menjadi pusat perhatian, hingga ke arah bisnis apa saja yang dikelolanya. Sehingga gelombang fans maupun haters sangat mempengaruhi perkembangan bisnisnya.

Karena itu Ayah membuat keputusan penting secara mendadak dan meminta media menarik seluruh data di internet yang berkaitan dengan keluarganya, tentu saja di tebus dengan harga yang tak sedikit jumlahnya.

"Bagaimana anda bisa menjamin kepastiannya? apakah anda adalah putranya?" tanggap Anna ngelantur. Usus di perutnya sudah mulai terasa tidak karuan, nyeri, perih dan tentunya sakit. Tanpa Anna sadari perutnya bergejolak mengeluarkan bunyi, tanda kelaparan.

Devan tersenyum tipis mendengar pertanyaan Anna yang tepat sasaran, nice shoot! Devan memang putra Nora Aurora. Namun tentu saja wanita yang sudah memberi sinyal tanda lapar itu tidak menyadarinya, bahwa tebakannya yang asal itu benar adanya.

"Lalu, apa kau sudah mencicipi makanannya?" Devan mengalihkan topik pembicaraan.

"Tidak mungkin, mana berani saya lancang me—"

Devan langsung memotong ucapan Anna, "kalau begitu dari mana kau bisa tau rasa makanan ini enak atau tidak, jika kau tidak pernah mencicipi nya. Apa kau yakin akan memberikan makanan ini padaku?"

Mendengar itu Anna jadi kehabisan kata-kata. Di cicipi salah, tidak di cicipi salah. Tapi walaupun Anna belum mencicipinya, ia yakin makanan yang di buatnya ini sangat layak untuk di nikmati oleh Devan. Jika seandainya tidak sesuai dengan yang di harapkan, apakah siang ini ia harus pulang karena di pecat?

Ah! Bekerja melayani Boss bagaikan naik roller coaster yang setiap saat di kunjungi oleh perasaan cemas yang mendebarkan. Pantas saja hampir semua orang tidak berani mengambil tanggung jawab yang mengerikan ini. Entah mengapa dengan penuh kepercayaan diri Anna justru maju sebagai juru selamat.

"Kenapa kau diam? ambil sendok dan piring, kemudian cicipi." Devan menunjuk ke arah lemari dapur.

Anna bertumpu pada meja untuk turun dari kursinya, pergi beberapa langkah dari tempat duduknya mengambil peralatan makan di kemari dapur. Sedangkan Devan memperhatikan setiap langkah yang Anna buay tanpa berkedip. Punggung wanita berkemeja usang itu, mengapa nampak rapuh. Namun Devan juga tau, wanita yang penuh misteri itu tidak bisa di kasihani begitu saja. Sebab, di balik tampilannya yang buruk dan lemah, dia sebenarnya begitu luar biasa.

Begitu Anna kembali, Devan sudah menyodorkan Luxury Soup Bowl miliknya tepat di depan Anna. Anna menyempatkan diri melirik Devan yang sedang memberikan isyarat untuk segera mengambil makanan itu. Dan hanya satu sendok makan saja yang Anna ambil dan letakkan di atas piringnya.

"Ambil lah yang banyak!" perintah Devan yang masih memperhatikan setiap gerak gerik Anna.

"Eh?!" Anna melotot ke arah Devan dengan penuh keraguan. Seolah sedang mempertanyakan apakah ia benar-benar boleh memakannya.

Lalu Pria itu langsung memberi anggukan pasti. Dan Anna pun melakukan apa yang Devan inginkan. Tanpa ragu-ragu Anna mengambil soup dalam jumlah banyak. Hampir separuh dari makanan, kemudian mencicipinya terlebih dahulu.

"Wah enak!" Anna memuji masakan nya sendiri. Entah mungkin karna efek lapar yang membuat soup ini menjadi terasa gurih dan lezat, yang pasti Anna sangat menikmati nya. Dan tanpa sadar, ia menghabiskan semua yang ada di piringnya sampai habis tak tersisa.

Melihat itu, Devan justru terpaku menyangga dagu dengan tangannya, Ia memperhatikan Anna, lekat-lekat.

"Boss, anda tidak makan?" tanya Anna kemudian, merasa tidak enak hati karna menikmati makanan ini terlebih dahulu.

Apa mungkin Boss akan memakan sisa makanan yang kini hanya tinggal separuh itu. Ah, Anna mengutuk diri sendiri karna bertindak selancang ini. Meskipun di izinkan untuk mencicipi, bukankah ini terlalu berlebihan sampai menghabiskan separuhnya? tenggelam saja kau Anna ke dasar bumi, memalukan! teriak hatinya.

"Baiklah, aku makan," Devan meraih sendiri mangkok soup itu dari depan Anna, lalu mengambil separuh makanan untuknya dan separuh sisanya lagi ia berikan kepada Anna. "Makanlah yang banyak," lanjutnya.

Anna mematung mendapatkan perlakuan aneh dari Boss nya. "Ini maksudnya mencicipi atau memang sengaja di suruh makan bersama. Entahlah!" Anna tak perlu pusing memikirkannya, yang penting sekarang ia harus menghabiskan makanan ini untuk menghargai Devan.

Devan terlihat memakan bagiannya dengan lahap. "Bahkan sampai masakanmu pun enak, kau memang serba bisa," puji Devan di sela-sela itu.

"Kalau tidak bisa pasti aku akan di ancam pecat," Anna hanya mampu menimpali dalam hati. Kali ini ia tidak ingin terjebak oleh permainan Devan, yang tiba-tiba tegas, tiba-tiba manis, tiba-tiba galak. Anna seperti terombang ambing di atas perahu kecil yang ada di permukaan laut dengan badai nya.

"Terimakasih," jawab Anna, hanya kata itu yang paling aman untuk di katakan.

"Apa sepatu kerja yang ada di Devaradis berkualitas buruk?" Devan mencoba membuka perbincangan untuk mencari tahu sebuah jawaban yang dia inginkan.

"Kenapa tiba-tiba membicarakan sepatu? apa aku di minta untuk menilai kualitas produk yang di gunakan di perusahaan?" Anna semakin bingung dengan arah bicara Boss nya.

"Tidak sama sekali. Sepatu yang anda berikan untuk pegawai cleaning service seperti kami, sangat nyaman di gunakan. Ringan dan juga empuk, tidak menyakitkan sama sekali." Jelas Anna.

"Oke. Katanya kau tidak bisa menggunakan motor, apa itu benar?" Devan kembali memberikan pertanyaan yang berbeda pada Anna.

"Iya benar."

"Jadi, apakah kau membeli barang di luar sana dengan berjalan kaki?"

"Iya. Tapi tidak masalah, kecepatan langkah saya bisa mengimbangi sepeda motor." Anna mencoba meyakinkan Boss nya, karena tidak ingin mendapatkan poin yang buruk dalam mengatur waktu.

"Apa kau bisa menggunakan lift?" pertanyaan yang berbeda terlontar kembali, namun sedikit tidak konyol.

"Tentu bisa."

"Lalu mengapa kau menggunakan tangga?"

Sendok yang ada tangan Anna terlepas seketika, bibirnya terbuka dengan mata yang membulat sempurna menatap wajah Devan. "Ya? Bagaimana anda bisa tau?"

"Jadi itu benar. Padahal aku hanya menebak asal."

"Meskipun saya menggunakan tangga, kecepatan naik turun saya bisa di bandingkan dengan lift. Meskipun ada sedikit perbedaan, tapi saya berusaha memaksimalkan agar tidak membuang waktu dengan percuma." Anna masih mencoba memberikan keyakinan bahwa ia bisa melakukan pekerjaannya dengan baik, meskipun dengan cara manual.

"Lain kali, jangan gunakan tangga darurat. Pakailah lift pribadiku." Tukas Devan dengan nada yang terdengar tulus.

"Boss. Itu agak berlebihan untuk saya." Anna menolak secara tidak langsung.

"Kenapa? bukankah kau juga sudah menggunakan kamar mandi pribadi ku? lalu apa masalahnya dengan lift?"

"Bukan begitu maksud saya. Hanya saja, jika di lihat seseorang, saya pasti dalam masalah."

"Apa kau ingin menolaknya?" Devan tidak kehilangan akal untuk memaksa wanita itu menuruti perintahnya.  Semua itu ia lakukan agar Anna tidak perlu kesulitan dalam bekerja, terutama karena saat ini kaki wanita itu nampak lecet dimana-mana.

"Baiklah." Anna tidak memiliki pilihan lain selain harus patuh.

"Kau sudah bekerja keras sampai siang ini, karena itu habiskan makananmu. Kau belum makan apapun sejak pagi kan? meskipun kau bersikap profesional, wajahmu yang pucat seperti mayat itu, menjelaskan segalanya." Devan meminta Anna untuk segera menghabiskan makanannya.

"Terimakasih," jawab Anna, kemudian fokus menyuap makanan yang terasa lembut memanjakan lidah. Tidak ada yang bisa dia katakan lagi, memang kata terimakasih adalah penyelamat dalam segala kondisi.

"Lalu, aku akan mengambil air minum." Devan langsung berdiri untuk mengambil air di kulkas.

Anna juga langsung berdiri untuk mencegat pria itu. Ini adalah tugasnya sebagai pelayan, bagaimana mungkin Boss mengambil air untuk dirinya sendiri. "Boss. Biarkan saya— uhhuk!" Anna langsung terbatuk karna tersedak.

"Diam disana, dan duduklah." Devan menghampiri Anna kemudian menekan bahu wanita itu agar mau kembali duduk di kursi.

Anna menepuk-nepuk dadanya, sedangkan Devan bergegas pergi mengambil air minum. Setibanya ia di depan Anna, ia langsung menyodorkan kepada Anna segelas minuman yang ia tuangkan sendiri. "Minumlah!" Ujarnya.

Setelah melirik Devan sesaat, Anna langsung meraih gelas panjang yang berisi air putih dari tangan Devan, lalu menenggak nya dalam sekali tegukan. Seketika, lehernya terasa plong, dan makanan yang tersangkut di dadanya sudah luruh.

"Terima kasih, Boss. Saya memang buruk dalam melayani anda dan justru merepotkan. Saya tidak pantas menerima permakluman dan kebaikan anda. Tolong berikan saya sangsi untuk ini." Anna menyesali perbuatannya sebagai pelayan yang tidak tau diri, sampai harus membuat sang Boss yang berbalik melayani nya. Ia mengutuk dirinya sendiri pada akhirnya. Kemana kesombongan nya tadi pagi yang begitu menyala? apakah sudah pudar oleh rasa lapar dan lelah?

"Bukankah kau terlalu banyak berterimakasih, itu terdengar menyebalkan. Mari makan, dan habiskan yang tersisa." Devan pun kembali ke tempat duduknya.

Tiba-tiba, sebuah suara lain membuyarkan suasana makan siang yang berlangsung antara pelayan dan sang Boss.

"Saya masuk!" seru pak Ali langsung membuka pintu, dan masuk begitu saja ke dalam ruangan.

Mendengar suara itu Anna secara langsung refleks berdiri, dan melangkah pergi membawa piringnya ke arah wastafel. Meskipun terlambat dan sudah tertangkap basah telah makan bersama dengan Boss. Entah bagaimana pak Ali akan mengartikan situasi yang tidak normal ini, seorang wanita rendahan makan bersama dalam satu meja dengan seorang Boss besar di hari pertama nya bekerja.

"Oh, apa saya salah timing?" kata pak Ali yang merasa bersalah, telah mengganggu makan siang tuannya.

Devan menoleh ke arah pak Ali yang berdiri di tak jauh darinya. "Lain kali, jangan masuk jika belum ada izin dariku."

"Baik tuan, maafkan kelancangan saya."

"Lalu, ada apa kau buru-buru datang kemari, bukankah jam makan siang masih tersisa sepuluh menit lagi?" ada kesal dalam nada bicaranya.

"Mohon maaf sebesar-besarnya, tuan. Ada hal yang sangat penting untuk saya sampaikan."

"Katakan!" seru Devan sambil ekor matanya melirik ke arah Anna yang sedang sibuk dengan wastafel nya.

Pak Ali segera datang mendekat kepada Devan yang masih menikmati makan siangnya. Dengan ragu-ragu pak Ali membuka mulutnya, "beberapa investor mengeluh mengenai masalah terkait penjiplakan desain produk unggulan kita, padahal laporan belum sampai kepada mereka, entah bagaimana itu bisa terjadi. Dan mereka mengabari kalau mereka sedang dalam perjalanan kunjungan menuju Devaradis."

"....."

"Lalu baru saja di group chat, para dewan direksi meminta di adakannya rapat darurat untuk membahas masalah ini, dan menuntut Anda untuk segera melakukan sesuatu. Mereka khawatir kalau launching kita kali ini mengalami kegagalan, yang akan menyebabkan kebangkrutan bagi Devaradis." Lapor pak Ali dengan wajah cemas.

Ck! Devan langsung melempar sendok perak yang di genggamnya ke atas mangkok bulat seputih susu, hingga menimbulkan suara dentingan yang begitu nyaring, lalu mengambil segelas air yang sudah tersedia di depannya, dan meminumnya hingga habis hanya dengan sekali teguk.

"Pak Ali, segera persiapkan tempat pertemuan darurat secara privasi antara aku dan tamu kita, berikan penyambutan yang sempurna, jangan sampai mengecewakan aku. Kabari aku nanti setelah tiga puluh menit!"

"....."

"Dan juga, setelahnya, kita akan langsung melakukan rapat direksi untuk memberitahukan pada para pemegang saham, kalau Devaradis akan baik-baik saja. Aku sudah membangun perusahaan ini dari titik nol dengan segala rintangan nya sampai kepada titik ini. Jadi masalah ini— akupun akan menemukan jalan keluarnya." Devan berkata dengan penuh percaya diri.

"Siap laksanakan!" jawab pak Ali kemudian bergegas pergi.

Devan bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur, tempat dimana Anna berdiri kaku sejak tadi. Anna sedikit bergeser menempelkan diri pada meja dapur ketika Devan berjalan melewatinya menuju ke wastafel untuk membersihkan tangannya.

"Anna. Persiapkan pakaian terbaik untukku pada ruang ganti!" pintanya sebelum berbalik arah dan melangkah pergi menuju ruang pribadinya, kemudian masuk ke dalam ruangan berbentuk persegi panjang dengan dinding kaca crystal yang mengelilingi seluruh bagiannya. Yang itu adalah kamar mandi miliknya.

"Baik, akan saya siapkan." Anna segera meninggalkan tempatnya menuju ruang ganti yang begitu ia tiba, pintu kaca itu langsung terbuka secara otomatis.

Namun sialnya, ketika Anna menoleh ke samping, sebuah pemandangan yang tidak seharusnya ia lihat terpaksa di lihatnya— yang membuat Anna tidak bisa mengalihkan pandangan dari siluet indah yang seakan menari di dalam sana, tertutup samar oleh air yang mengalir di kaca.

"Apa tadi aku terlihat seperti itu dari luar?" pikirnya ketika membayangkan dirinya yang tadi sepat berganti pakaian di ruang sempit itu. "Ouh! Ya ampun! Ya Tuhan!" Anna berteriak cukup nyaring, ia tidak bisa menyembunyikan ekspresi kagetnya. Hingga lengkingan suaranya itu mengganggu Deva dari aktivitasnya— membersihkan diri di dalam kamar mandi yang transparan.

"Apa yang kau lihat? apakah ada hantu di siang bolong?" Devan bersuara dari dalam sana.

"Bu- bukan!" jawab Anna langsung menormalkan perasaannya. "Aku seharusnya tidak berfikiran yang kotor." Anna menunduk lemas, menyadari betapa kotor pikirannya yang menuduh orang lain dengan prasangka yang tidak-tidak. Mana mungkin Devan sudi melihat dirinya, meskipun tanpa sehelai benang pun, pasti itu hanya akan terlihat menjijikkan.

"Ini adalah area pribadi ku. Bukankah sebagai pelayan, sebaiknya kau bisa menjaga pandanganmu dan diam saja?" Devan sepertinya sudah bisa menyadari situasi yang terjadi saat ini.

"Maaf," Anna berucap begitu lirih.

"Oh satu lagi. Jangan merasa kau begitu pantas untuk aku lihat. Aku bahkan tidak berpikir untuk melirik dirimu yang ada di dalam sini sedikitpun." Devan menegaskan apa yang sebenarnya di khawatirkan oleh Anna.

"Iya." Tidak ada kata-kata yang bisa menyelamatkan nya lagi, walau kata maaf sekalipun, rasanya sudah tidak berguna. Anna pun masuk ke dalam ruang ganti dengan lutut yang bergetar.

Di dalam sana, Devan menyunggingkan senyum aneh yang entah apa maknanya. "Benar-benar polos." Gumamnya.

Sedangkan di dalam ruangan yang di dalamnya di kelilingi oleh beragam koleksi fashion milik sang CEO, Anna mencoba melupakan kejadian barusan dan berfokus untuk menyiapkan beberapa jenis pakaian dan aksesoris yang memiliki kesan percaya diri dan kuat, yang di butuhkan Devan pada pertemuan penting kali ini.

Deretan barang mahal berjejer di dalam lemari kaca yang bercahaya, termasuk pakaian dan sepatu mewah yang pasti harganya satuannya mampu membeli seluruh organ tubuhnya, ginjal, jantung, mata, hati. Ah, mungkin saja semua itu masih belum cukup.

Belum lagi koleksi jam tangan dari berbagai brand ternama dunia yang memenuhi laci besar berbentuk persegi ini, kemudian pada tingkatan laci ke dua terdapat koleksi belt yang semuanya adalah karya ekslusive dari para desainer terbaik dunia. Termasuk koleksi dasi yang juga memenuhi di laci ke tiga. Semua itu semakin menyadarkan Anna betapa tingginya derajat seorang Devan, yang ia kenal sejak lima tahun yang lalu.

Anna memilih style formal dengan warna blue ocean untuk konsepnya. Celana dan jas dengan warna yang senada, kemeja dark ash dengan dasi yang juga berwarna senada, bermotif polkadot, serta sapu tangan berwarna gold silver yang senada dengan kancing jas, list pada saku dan juga lingkaran lengan. Begitu juga dengan jam rolex edisi terbatas dengan warna gold begitu mewah sebagai pelengkapnya. Terkahir adalah, sepatu kulit barker black ostrich cap toe— dengan sapuan warna hitam pada ujungnya, menambah kesan berkelas, elegan, dan mematikan.

Sejurus kemudian, Devan muncul dengan hanya menggunakan handuk dari bawah pusar hingga di atas lutut. Aroma sabun mewah segar menyeruak memenuhi ruangan. Anna tak mampu memalingkan wajah dari keindahan makhluk ciptaan Tuhan yang begitu sempurna. Butiran sisa air yang membentuk kristal pada otot perut Devan yang terlihat kotak-kotak itu membuat Anna meneriaki diri dalam hati. "Hai wanita murahan! alihkan pandanganmu!!!"

"Kenapa kau mematung? kemarilah, pakaikan padaku benda yang kau pajang itu!" tunjuk Devan pada perlengkapan fashion-nya yang sudah di persiapan dengan sempurna oleh sang stylish kontrak selama dua hari kerja.

"A-aku?" tunjuk Anna pada dirinya sendiri. "Memakaikan baju untuk Boss?!" batinnya. Yang mana reaksi terkejutnya itu begitu di nikmati oleh sang Boss.

1
anggita
dua iklan☝☝ dan like👍 sebagai dukungan. semoga novelnya lancar 👏thor.
Evrensha: Wajah, makasih banyak beb, atas supportnya. terharuuu😭🥰
total 1 replies
anggita
Anna..👍. btw chapter ini agak panjang juga yah🤔.
Delita bae: mangat✌🙏
Evrensha: Iyà beb, Disini aku sengaja menceritakan semua masalah hidup si tokoh utama secara kompleks. sebab di chapter2 berikutnya, yg tersiksa hanya perjuangan pengembalian hak2 mereka, balas dendam, dan juga kisah cinta.
Chapter2 kedepan di jamin seru. Karna 4 episode awal ini hanya masalalu.
total 2 replies
anggita
visualisasi gambar tokoh dan suasananya oke lah👌.
Evrensha: Semoga chapter awal tidak bikin boring, sebab, kalau di skip, nggak bakal faham sama konflik di bab2 berikutnya.
total 1 replies
Tutupet
keren thor ada gambarnya tiap cerita
Evrensha: Haha,, iya, makasih beb... Makasih bgt udah mau baca2.
total 1 replies
ナディア 🎀
Dayyemmm critanya bkn cenat cenut tapi seruuu/Sob//Rose/
Evrensha: oh my God, dear. thanks you so much udah baca novel aku..... Tengkiyuuu, love you. aku fikir cerita aku gak bagus, tp ada yg Muji lohhh..
total 1 replies
miilieaa
pukul yuk ana /Silent/
Evrensha: betul, lgsg hajar smpe jera. haha
total 1 replies
Delita bae
mangat, Egi udh up . mau up lagi👍🙏
RYN
dah di sini dulu... mampir bentar karena gak ada kerjaan.
Evrensha: makasih dah mampir cuma buat liat tulisan yg bgini adanya. wkwk
total 1 replies
RYN
Pengen komen banyaak banget... tapi sedikit kesalahan sih, terlalu banyak narasi dan gak seimbang. Err, bagusnya pake sudut orang pertama kali gini.
Evrensha: nah iya sih kamu bener. emang terlalu banyak narasi disini. apalagi di bab 1 ini.
tapi, kalo aku kasi beberapa alasan mngkin agak masuk akal.

sebab, kalo di baca lebih ke bab2 depan, percakapan makin banyak sih. trus karna ini hanya scene masa lalu dgn hanya waktu pertemuan berapa jam saja, like a dream, jadi aku bikin banyak narasi untuk membuat pembaca mengenal karakter dan konflik cerita ini ke depannya. biar faham lah apa yg akan terjadi selanjutnya pada 5 THN mendatang—di bab 4.
total 1 replies
RYN
ONOMATOPE ini gak sesuai...
Evrensha: onomatope yg benar yg kek mana ih, kasi tauuu, biar gue lgsg revisi. kalo hujan turun deras emang gak cocok dgn bunyi byur kek nyiram air se ember. hahaha 😂
total 1 replies
RYN
Jirr, kalau bener ada cewe begini pas gw di tinggal nikah, gw bakal dengan senang hati lakuin bersama./Sweat/
RYN
Seimbang kan lagi narasi dan dialog nya. Bukan menggurui dan merendahkan, tapi dialog terlalu banyak begini kurang menarik perhatian pembaca.
Evrensha: jirr tulisan gue acak Adul bgt🤦🤦🤦🤭 makasi suhu masukannya.
total 1 replies
RYN
Kalo ini pake ‘—,’ aja, tapi gak apalah. Variasi setiap orang berbeda.
RYN
Nah, yang ini baik nya tambah tanda kutip. Terakhir, pembaca tidak ingin mengetahui seberapa detail jarak mereka, revisi seperti ini "Jarak mereka cukup dekat," atau tambahkan variasi seperti "beberapa langkah," "Selangkah lagi, "beberapa meter," dsb.
Evrensha: ohh gitu.. oke2👍👍👍
total 1 replies
RYN
Err, ada beberapa kesalahan yang ku temukan, "Melampiaskan nya," jangan di pisah, revisi "Melampiaskannya." Lalu keputus-asaan jangan tambahin ‘-.’ Terakhir, narasi terlalu bertele-tele dan panjang.
Evrensha: oke, masukan siap di kantongi semua. btw gue jg lagi bingung ini menempatkan kata 'nya. di satukan apa di pisah. coz banyak penulis hebat yg di pisah. kalo emang di satukan yg bener, ilmu sih ini.
total 1 replies
Jihan Hwang
kata² yang puitis...bagus bgt...
mampir di novelku ya/Smile//Pray/
Jihan Hwang: sama²/Smile/
Evrensha: Makasi kak....
total 2 replies
Delita bae
mangat up nya😇👍🙏
Delita bae: sip. udah minta up lagi.😇👍
Evrensha: ok siap 🙏👍
total 2 replies
Delita bae
💪💪💪👍💪💪🙏
Evrensha
udah up kak bab selanjutnya.
Delita bae
up ya mangat👍🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!