Di balik kehidupan mereka yang penuh bahaya dan ketegangan sebagai anggota organisasi rahasia, Alya, Alyss, Akira, dan Asahi terjebak dalam hubungan rumit yang dibalut dengan rahasia masa lalu. Alya, si kembar yang pendiam namun tajam, dan Alyss, yang ceria serta spontan, tak pernah menyangka bahwa kehidupan mereka akan berubah drastis setelah bertemu Akira dan Asahi, sepupu yang memimpin di tengah kekacauan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azky Lyss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1: Bayangan Di balik Tirai
Di sebuah ruangan besar dengan jendela-jendela tinggi, sinar matahari sore masuk dengan lembut, menciptakan bayangan di lantai marmer putih. Alya duduk diam di kursi kayu tua, pandangannya tertuju pada buku catatannya. Tangan mungilnya bergerak cepat menulis sesuatu yang hanya dia sendiri yang bisa mengerti. Di luar, suara langkah kaki samar terdengar, tetapi Alya tetap tenang, seolah sudah terbiasa dengan keheningan yang terusik.
Sementara itu, di sisi lain ruangan, pintu terbuka dengan kasar. Alyss masuk dengan wajah ceria, tangannya menggenggam ponsel yang baru saja dia masukkan ke sakunya.
"Yah, kurasa kita akan ada urusan besar malam ini," ucap Alyss sambil tersenyum nakal. “Akira baru saja bilang dia punya rencana gila.”
Alya menghela napas pelan, meletakkan pena di atas buku catatannya. “Apa lagi kali ini?”
“Kamu tahu, urusan biasa—permainan dengan musuh lama. Mereka tidak akan tahu apa yang menimpa mereka!” Alyss tertawa kecil sambil berjalan ke arah jendela. "Dan aku akan berada di depan, bersama Akira. Kita akan menjadi tim yang hebat!"
Alya tidak bisa menahan senyum, meskipun ada sedikit rasa cemburu di dalam hati. Dia menyadari bagaimana Alyss selalu bersikap antusias ketika bersama Akira, dan itu membuatnya sedikit ragu tentang Asahi yang lebih suka bercanda daripada bertindak.
“Asahi juga ikut, kan?” tanya Alya dengan suara lembut, berusaha menyembunyikan perasaannya.
“Of course! Dia bahkan yang memaksa Akira untuk membawa kita semua. Si Asahi selalu punya ide-ide aneh,” jawab Alyss sambil menatap keluar jendela, seolah membayangkan aksi yang akan datang. “Tapi, kamu tahu, aku rasa kita berdua bisa menangani ini dengan baik. Kita memiliki kekuatan masing-masing.”
Alya menghela napas lega, walau samar, lalu bangkit dari kursinya. Dia tahu dia harus ikut, meskipun hatinya selalu cemas akan apa yang akan terjadi.
“Baiklah, aku ikut,” jawab Alya, pelan namun pasti.
Alyss tersenyum lebar. “Bagus! Ayo kita bersiap, sebelum ayah berubah pikiran dan membatalkan semuanya!”
Alya merasa sedikit nyaman dengan keputusan itu, tetapi saat Alyss melirik ke arah jendela dengan antusias, dia tidak bisa mengabaikan perasaan cemburu yang muncul saat membayangkan Akira dan Alyss bekerja sama tanpa dia. Mungkin ini hanya bagian dari tantangan yang harus dihadapi di jalan yang penuh bahaya dan intrik.
Mereka berdua beranjak dari ruangan itu, dengan bayang-bayang masa depan yang menunggu mereka—di mana cinta, bahaya, dan kekuatan akan saling bertarung di jalan-jalan kota.
---
Udara malam yang dingin dan angin kencang mengiringi langkah tim yang bergerak cepat di sekitar gedung tua yang sudah lama ditinggalkan. Kendaraan hitam terparkir tanpa tanda, menunjukkan bahwa operasi ini berjalan di bawah radar. Malam ini, tidak ada ruang untuk kesalahan.
Akira berada di depan, memimpin dengan tenang dan penuh perhitungan. "Posisi siap. Alya, kamu ambil sudut tinggi, pantau dari jauh," perintahnya melalui earpiece.
Di atas gedung, Alya sudah bersiap dengan sniper di tangannya, lensa bidiknya memantau setiap sudut. Tangannya tetap stabil, meskipun jantungnya berdetak lebih cepat. "Siap di posisi," jawab Alya singkat, matanya terus bergerak, mencari ancaman dari kejauhan.
"Asahi, kita masuk dari kanan. Barbar, seperti biasa," lanjut Akira, suaranya tenang, tapi penuh otoritas.
"As always," jawab Asahi dengan senyum lebar yang penuh antusias. Dia selalu menikmati momen di mana dia bisa melepaskan diri sepenuhnya, tanpa batasan. Asahi bergerak cepat, senjatanya siap di tangan, gerakannya lebih liar namun tetap terarah.
Sementara itu, Alyss bergerak di belakang mereka, sedikit dilindungi oleh Akira yang selalu memposisikan dirinya di antara ancaman dan Alyss. "Jangan terlalu jauh, Alyss," ucapnya tanpa menoleh.
Alyss, meskipun ingin beraksi lebih, tetap memahami situasinya. Dia tahu, Akira ingin memastikan dirinya aman, meskipun itu sedikit mengekang kebebasannya. "Ya, ya, aku mengerti," jawab Alyss, meskipun rasa ingin tahunya jelas terlihat.
Di dalam gedung, suasana semakin tegang. Langkah kaki musuh semakin mendekat. Akira memberi sinyal dengan gerakan tangan, dan Asahi langsung menerjang ke depan tanpa ragu. Seorang musuh muncul di tikungan, tapi sebelum dia bisa bereaksi, Asahi sudah melompat ke arahnya dengan kecepatan yang sulit dipercaya. Dentuman suara senjata dan teriakan singkat memenuhi udara.
Alya, dari atas, tetap tenang dan fokus. Saat seorang musuh lain mencoba mendekati Akira dari belakang, jarinya bergerak cepat di pelatuk. "Target jatuh," lapornya setelah peluru mengenai sasarannya dengan tepat.
"Akurasi yang sempurna," komentar Akira sambil bergerak ke depan. Dia sudah terbiasa dengan kemampuan Alya yang bisa diandalkan dalam situasi apa pun. "Kita terus maju."
Asahi, yang sudah lebih jauh di depan, tertawa kecil. "Kalian lambat. Sudah dua yang jatuh di tanganku," ucapnya sambil memeriksa senjata di tangannya. Dia tidak pernah menahan diri, dan itu membuat Akira selalu mengawasinya dengan ekstra waspada.
"Tetap fokus, jangan biarkan mereka mengepung kita," tegas Akira sambil melirik ke arah Alyss yang mengikuti dengan lebih hati-hati. Dia bergerak dengan gesit, tapi tak bisa menutupi kecemasan di wajahnya. Akira memastikan jalur aman baginya, meskipun Alyss jelas ingin lebih terlibat.
Alya terus melacak pergerakan musuh dari atas, setiap ancaman potensial dilaporkannya dengan tepat waktu. "Ada dua lagi di koridor timur," katanya, memberi informasi yang vital bagi Akira dan Asahi.
"Tunggu mereka muncul," jawab Akira tenang. Saat dua musuh melintasi pintu yang terbuka, Akira dan Asahi menyerbu dengan kecepatan yang brutal. Asahi menghancurkan lawannya dengan brutalitas yang tak tertandingi, sementara Akira, dengan ketenangan dan presisi, menangani sisanya tanpa ampun.
Alya mengamati semua dari atas, menjaga mereka tetap di bawah kendali pengawasannya. Tembakan tepat sasaran terus datang ketika ada ancaman yang terlalu dekat.
"Clear," lapor Asahi setelah membersihkan area terakhir. "Mungkin mereka seharusnya membawa lebih banyak orang."
Akira tidak menanggapi dengan bercanda. "Alya, terus pantau. Alyss, tetap dekat."
Misi malam ini berjalan seperti yang direncanakan—cepat, brutal, dan tanpa kompromi. Tapi di balik setiap tembakan, setiap langkah, ada ketegangan yang belum meletup, seolah badai yang masih tertahan.