Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 13
"Bagaimana penilaianmu terhadap lelaki itu?!", tanya Andre sesaat setelah mereka kembali ke ruangan VIP restoran.
"Dia tidak mencintai Tiara. Lagipula dia takkan mampu memperjuangkannya. Pére dan Gerard Vermont akan menghancurkannya habis-habisan. Jadi kurasa memang lebih baik kita gagalkan pernikahan itu"
Raut Pierre nampak kecewa.
"Gerard menemui Pére lagi dua hari yang lalu. Sepertinya menagih janji karena Louis sudah selesai sekolah militernya. Di sini Tiara ternyata malah akan menikahi pria lain"
Mendengar itu Pierre hanya bisa menghela nafas.
"Aku menyangka dia belum berniat menikah mengingat usianya yang masih sangat muda. Apalagi dengan penampilannya yang sekarang. Untuk apa dia menutupi wajahnya serapat itu? Bayangkan reaksi keluarga Vermont saat melihatnya"
"Tapi tunggu, mungkin ini bisa berhasil. Kenapa tidak kita tunjukkan saja bagaimana penampilan Tiara sekarang. Gerard Vermont sudah keberatan kalau puteranya harus menjadi seorang muslim saat menikahi Tiara kan? Bayangkan kalau dia tahu kalau penampilan Tiara sudah seperti seorang wanita teroris", Pierre seolah mendapat ide.
Andre mendelik tak senang dengan ucapan Pierre.
"Hei, jaga mulutmu! Dia itu adikmu dan kau tahu persis pakaian semacam itu tak ada sangkut pautnya dengan teroris", Andre meradang.
"Maaf maksudku bukan begitu, aku hanya mencoba mencari solusi"
"Louis sudah tahu penampilan Tiara sekarang. Dan dia sama sekali tak keberatan. Kau tahu kan, kalau Louis sudah menginginkan sesuatu maka Gerard akan memenuhinya meski dia sendiri keberatan"
Andre mengusap wajahnya dengan kasar.
"Ya Tuhan.. aku benar-benar kesal dengan masalah ini. Pére dan keluarga besarnya yang gila, sudah membuat kita menjadi ikut-ikutan gila"
"Walaupun tak boleh menyetujuinya, aku tak bisa memungkiri kebenaran perkataan Intan kalau masa-masa kejayaan keluarga de Bourbon seharusnya sudah lewat. Kenapa kita tak bisa hidup normal seperti orang lain? Semua ini hanya karena ambisi para tua bangka itu"
Mendengar itu, Pierre menanggapinya dengan agak ketus.
"Kau tahu kalau ini bukan sekedar ambisi kosong. Menjadi anggota keluarga inti Bourbon, berarti menjadi anggota pemimpin jaringan dinasti yang tersebar di seluruh Eropa hingga Amerika. Sedangkan Bourbon memerlukan nama Vermont untuk memuluskan urusan bisnis dan politik mereka"
"Dan lihatlah siapa yang akan menjadi korbannya. Gadis muda tak tahu apa-apa yang hanya ingin menemukan kebahagiaannya sendiri", Andre merasa sedih akan nasib adiknya.
"Menurutmu apa yang akan terjadi kalau Tiara sampai batal menikah dengan Louis?"
"Akh...aku bahkan berharap aku tak perlu tahu. Keluarga kita akan hancur lebur. Bayangkan seluruh media akan meliput penangkapan besar-besaran anggota keluarga de Bourbon. Para jurnalis akan mengejar kita seolah kita adalah mangsanya", wajah Pierre berubah pias.
Mereka akhirnya hanya bisa terdiam dalam pikiran masing-masing.
Sementara Arya yang baru sampai, memasuki rumah dengan langkah gontai.
"Lho, Mas Arya kenapa sudah pulang?", sapa Ratih yang sedang duduk menonton televisi bersama suaminya.
Arya hanya menanggapinya dengan tersenyum.
"Mau bibik siapkan makan?"
"Gak usah bik, Arya gak lapar. Mau istirahat aja"
Arya lalu menuju kamarnya di lantai atas, tetapi kemudian berhenti dan berbalik.
"Ayah sama bunda kemana bik?", tanya Arya menyadari keadaan rumah terasa sepi.
"Mereka lagi pergi, katanya mau makan malam di luar", sahut Ratih seraya terkekeh.
Arya hanya tersenyum lalu melanjutkan langkahnya.
Sampai di kamarnya, Arya terduduk lesu di atas tempat tidurnya. Pikirannya kembali pada kejadian di restoran tadi. Apa sebenarnya yang sedang terjadi di keluarga Tiara?
Apakah ini hanya sebuah ujian baginya sebelum menjadi suami Tiara? Ya.. sebagaimana dulu dirinya dan Aris, abangnya berniat akan mempelonco setiap lelaki yang berniat melamar Ariana adik mereka. Mereka tak rela kalau ada lelaki yang berhasil mendapatkan Ariana dengan mudah. Walaupun pada akhirnya kenyataan berkata lain. Sebab ibunya ikut campur, maka bule Australia itu bisa melenggang dengan santai menuju ke pelaminan bersama Ariana.
Arya kemudian merebahkan tubuhnya dengan malas. Ia mengutuk Zaki yang saat ini pasti tengah asyik bersantai dengan anak isterinya. Sementara dirinya? Untuk menikah saja masih dapat halangan dari keluarganya.
Kalau dipikir-pikir, mungkin ada baiknya dibatalkan saja pernikahan ini. Mumpung undangan belum disebar dan persiapan lainnya masih bisa dibatalkan tanpa perlu membuat malu keluarganya. Kalau memang benar ayah Tiara sudah memiliki calon suami untuk puterinya, bukankah itu lebih baik? Calon suami yang jelas-jelas sudah direstui. Kecuali oleh Intan yang entah karena alasan apa sepertinya tak sepaham dengan para lelaki di keluarga itu. Tapi pada intinya, bukankah yang perlu segera menikah adalah Tiara, bukan dirinya?
Dia nanti juga masih bisa mencari calon isteri yang lain, tanpa perlu tergesa-gesa. Calon isteri yang sholehah, pintar, lugu, lucu, seperti Tiara...
Apa masih ada yang seperti dia? Ah, di kantornya saja masih banyak karyawan wanita yang masih single. Bahkan ada yang dia tahu memang menaruh hati padanya. Tapi, tak ada yang seperti Tiara. Mereka bukan Tiara...
Arya menghela nafas. Sesaat kemudian ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Intan.
Intan: Temui aku di lapangan dekat rumahmu, sekarang juga.
Arya mengernyit, ada apa lagi ini? Tapi sepertinya dia tak punya pilihan lain. Dia pun perlu kejelasan atas permasalahan ini.
Arya: Baik Mbak, saya segera ke sana.
Arya bergegas turun untuk menemui Intan.
"Lho, mau keluar lagi ya Mas?"
Ratih yang sedang beberes di dapur bingung melihat Arya.
"Mau ketemu teman sebentar bik", sahutnya seraya melangkah keluar rumah.
Hanya butuh beberapa menit Arya sudah tiba ditempat yang dimaksud Intan. Di sana ada Intan yang sudah berdiri dengan wajah gelisah dan berubah lebih cerah saat melihat kedatangannya.
"Mbak Intan, ada apa?"
"Tadi saudaraku bicara apa padamu?"
"Mereka memintaku membatalkan pernikahan dengan Tiara"
Intan menutup matanya seraya mengepalkan tangannya kemudian menghela nafas.
"Kamu tidak perlu mendengarkan mereka. Fokus saja pada rencana pernikahan kalian", kata Intan, lebih pada seperti memohon.
"Maaf Mbak, tapi bukankah mereka dan sepertinya ayah kalian juga tidak menyetujui pernikahan ini? Jadi, apakah tidak sebaiknya kita batalkan saja mumpung masih bisa?"
Intan terperangah mendengar ucapan Arya. Mengapa Arya begitu mudah ingin menyerah? Kemudian dia baru sadar kalau pernikahan ini bukanlah pernikahan dua insan yang saling mencintai dan ingin menyatukan cinta mereka. Tapi hanya sebuah pernikahan yang pada dasarnya sebuah pengorbanan dengan niat mulia untuk kepentingan dirinya.
Intan tanpa sadar menitikkan air mata. Arya, satu-satunya yang dia harapkan untuk menjaga adik kesayangannya dari pengaruh keluarga ayah tirinya, kini sepertinya juga sudah goyah.
Arya jadi serba salah melihatnya. Tak menyangka kalau reaksi Intan seperti itu.
"M..maaf Mbak. Aku tidak bermaksud membuat Mbak Intan sedih. Maksudku, bukankah Tiara tetap bisa menikah walau bukan denganku. Aku tidak masalah, daripada keluarga kalian jadi berselisih karena pernikahan ini"
"Lihatlah dirimu. Ya.. seperti itulah dirimu. Sifatmu itu yang mungkin jadi salah satu penyebab mengapa Tiara begitu jatuh hati padamu. Kau begitu peduli dengan orang lain bahkan sampai mengesampingkan dirimu sendiri"
Arya terhenyak. Apa tadi yang dikatakan Intan? Tiara jatuh hati padanya? Benarkah?
"Maksud Mbak Intan, Tiara..", Arya bingung hendak melanjutkan kalimatnya.
Intan tersenyum pahit.
"Ya, dia sudah lama menyukaimu. Bahkan sejak pertama kali melihatmu. Katanya, itu cinta pada pandangan pertama. Dia bahkan mengaku kalau semakin hari dia semakin jatuh cinta padamu"
Arya tak bisa berkata-kata mendengar pernyataan Intan.
"Ingat saat aku bilang kalau aku pasti tahu siapa yang dia sukai? Ya, karena sedari kecil dia sudah terbiasa menceritakan semua hal tentang dirinya padaku. Karena itu aku yakin dia tidak pernah menyukai Hanif, tapi merasa senang bukan main saat kau bersedia menikah dengannya"
"Aku sangat menyayanginya Ar, aku ingin dia bahagia dengan menikahi lelaki impiannya. Bukan jodoh yang disiapkan ayah kami yang hanya mementingkan urusan mereka. Bahkan mereka dengan tega mengabaikan perasaan Tiara", Intan kembali terisak.
Arya masih kehilangan kata-katanya. Benarkah Tiara memiliki perasaan padanya. Rasa hangat mengalir dalam hati Arya. Entahlah, mengapa sekarang setelah dia mengetahui perasaan Tiara, ada rasa enggan untuk melepaskannya.
"Mbak tahu kalau kamu belum memiliki perasaan yang sama seperti Tiara. Mbak hanya berharap kamu mau menerima dan belajar untuk mencintainya. Mbak mohon Ar..", kali ini Intan benar-benar memelas.
Arya kembali terdiam, hanya pikirannya yang terus-menerus berputar.
"Mbak Intan ingin aku melakukan apa?", tanya Arya setelah beberapa saat tak ada suara di antara mereka.
"Apa.. kamu bersedia menikahi Tiara secepatnya? Mbak takut, mereka akan melakukan sesuatu di luar dugaan kalau kita terlambat bertindak lebih dulu"
"Maksud Mbak, secepatnya itu kapan?"
"Besok pagi. Malam ini juga Mbak akan atur agar kalian bisa melangsungkan akad nikah di KUA. Biar kalian resmi menikah dulu, untuk acara yang lain biar menyusul nanti"
Arya terdiam seperti berpikir.
"Bagaimana Ar?", tanya Intan setelah membiarkan Arya berpikir beberapa saat.
Arya mengangguk.
"Kalau Tiara bersedia, aku juga Mbak. Mbak bisa urus keperluannya. Kalau ada yang perlu aku lakukan, jangan sungkan memberitahuku"
Intan menghela nafas lega dan tersenyum lebar. Dihapusnya air mata yang sedari tadi tak henti mengalir di pipinya.
"Terima kasih Ar, terima kasih banyak",
Intan merasa terharu seraya memegang kedua lengan Arya.
Sebuah sepeda motor tiba-tiba berhenti di samping mereka. Seorang gadis remaja dengan earphone di telinga dan kresek berisi jajanan di stang motornya menatap Arya dan Intan bergantian. Wajahnya terlihat sedih seolah mewakili perasaannya yang hancur.
"Apa?", tanya Arya pada gadis remaja itu.
"Mas Arya jahaaat..."
Gadis itu melajukan kembali motornya sambil menangis.
Arya hanya melengos, sementara Intan menatap bingung ke arahnya.
"Anu Mbak, anak tetangga..", ucapnya sambil tersenyum sungkan.
Intan tak berkata apa-apa.
"Bukan siapa-siapa saya Mbak. Beneran. Cuma fans.."
Intan kemudian tersenyum sambil mengangguk-angguk. Kemudian ia pamit dan sekali lagi berterima kasih pada Arya.
Bagus...