Siapa sangka, cinta yang dulu hangat kini berubah menjadi api dendam yang membara. Delapan tahun lalu, Alya memutuskan Randy, meninggalkan luka mendalam di hati lelaki itu. Sejak saat itu, Randy hidup hanya untuk satu tujuan : membalas sakit hatinya.
Hidup Alya pun tak lagi indah. Nasib membawanya menjadi asisten rumah tangga, hingga takdir kejam mempertemukannya kembali dengan Randy—yang kini telah beristri. Alya bekerja di rumah sang mantan kekasih.
Di balik tembok rumah itu, dendam Randy menemukan panggungnya. Ia menghancurkan harga diri Alya, hingga membuatnya mengandung tanpa tanggung jawab.
“Andai kamu tahu alasanku memutuskanmu dulu,” bisik Alya dengan air mata. “Kamu akan menyesal telah menghinakanku seperti ini.”
Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Mampukah cinta mengalahkan dendam, atau justru rahasia kelam yang akan mengubah segalanya?
Kisah ini tentang luka, cinta, dan penebusan yang mengguncang hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
“Saat itu aku masih berusia 10 tahun dan aku masih fokus bermain dan bersekolah, aku tidak tahu apa-apa. Aku juga tidak tahu ayahku kerja di mana, aku lupa. Tapi, yang bisa sedikit aku ingat, rumahku dulu besar,” ungkap Randy.
Geni lalu tampak menghubungkan keterangan yang diberikan Pak Wahyu dengan keterangan dari tuannya, lalu memberikan 2 opsi yang bisa saja terjadi.
Opsi pertama, ini semua tak ada hubungannya antara kematian orang tua Randy dengan Om Tama. Pamannya itu benar-benar ingin membantu keponakannya, sepeninggal sang kakak. Dalam arti lain, perusahaan ini dulunya bukan milik ayah Tuan Randy.
"Opsi kedua bila dihubungkan dengan pesan Bu Yusi, bisa jadi, perusahaan Pak Tama awalnya adalah milik ayah Tuan Randy. Setelah beliau meninggal dan perusahaan mengalami kebangkrutan, Pak Tama mengambil alih kepemimpinan untuk menyelamatkan perusahaan. Singkatnya, karena keluarga ayah Tuan hanya Pak Tama, jadi beliau lah yang menggantikannya,” jelas Geni mengemukakan opininya.
Dugaan Geni cukup masuk akal bagi Randy, jika dilihat dari kepindahannya ke rumah yang jauh berbeda dari rumahnya terdahulu, bisa jadi ayahnya mengalami kebangkrutan.
“Lalu, apa maksud Bu Yusi menyuruhku mencari Pak Antonio yang mengurus soal warisan ayahku? Kalau memang ayahku bangkrut, apa warisannya? Hutang?” gumam Randy.
Geni yang seakan tahu apa yang tuannya itu pikirkan, siap berjanji akan segera menemukan Pak Antonio secepatnya agar semuanya jelas.
***
Keesokan paginya, saat tengah bekerja, Om Tama mendatangi Randy di ruangannya.
“Apa kabar, Ran? Pekerjaanmu aman?” sapanya lalu duduk di kursi depan meja Randy.
Mengangguk, Randy tampak berbasa-basi pada omnya itu.
"Begini, Ran. Om rasa, kamu sudah seharusnya tahu. Om sengaja menunggu waktu yang tepat, saat kamu sudah sedewasa sekarang,” ujar Om Tama tampak serius.
Menunggu apa yang akan disampaikan oleh omnya itu, Randy tampak siap mendengarkannya.
“Suatu saat, mungkin kamu akan mencari tahu tentang peninggalan orang tuamu. Saat itu ‘kan, kamu masih berusia 10 tahun, tentu kamu masih tak tahu apa-apa. Jadi, biarkan Om yang menceritakan segala yang terjadi di masa lalu. Agar kamu tak susah-sudah mencarinya sendiri. Dulu, perusahaan ini awalnya adalah milik ayahmu, yang kemudian Om beli. Saat itu, ayahmu hampir bangkrut, hutang perusahaan menumpuk, hingga pikirannya kacau dan tak fokus menyetir. Itu pula lah yang menyebabkan tabrakan di rel kereta bisa terjadi. Sepertinya, sebelum meninggal ayahmu sudah memiliki firasat. Ia lalu menuliskan wasiat untuk Om, agar mau mengurus dan menyelamatkan perusahaannya, karena saat itu hanya Om lah satu-satunya keluarga ayahmu. Om juga dulunya karyawan di kantor ayahmu, jadi, hanya Om yang ia percaya. Tentunya, ayahmu juga meminta Om untuk menggantikan peran ayahmu untuk mengurusmu,” tutur Om Tama tenang.
“Saking hampir bangkrutnya, agar perusahaan tetap berjalan, ayahmu terpaksa harus menjual rumah mewahnya. Itu pun tak bisa menutup hutang perusahaan sepenuhnya. Om terpaksa merogoh uang tabungan milik Om pribadi dan tabungan tantemu, sampai kami harus mengorbankan tabungan pendidikan Alex dan Yolanda untuk membeli perusahaan ini, tujuannya agar uang itu bisa untuk membayar sisa hutang,” lanjut Om Tama.
Om Tama lalu menunjukkan surat wasiat yang ditandatangani oleh ayah Randy, yang juga dibubuhi tanda tangan kuasa hukumnya yang bernama Antonio Supardja, S.H, M.H.
Seketika Randy melotot saat melihat ada nama Antonio, pikirannya pun menduga-duga, apa orang itu yang dimaksud Bu Yusi.
“Tapi kuasa hukum yang mengurus soal wasiat ayahmu ini sudah meninggal,” bubuh Om Tama membuat Randy tak bisa berkata-kata.
Om Tama juga menceritakan alasan mengapa sejak kecil, Randy terpaksa tinggal dengan mantan ART-nya di sebuah rumah kecil. Alasannya adalah karena saat itu, Om Tama hanya mampu membelikan rumah kecil untuk tempat tinggal Randy dan Bu Yusi. Karena rumah Bu Yusi sebelumnya tak layak huni, jadi, Om Tama sekaligus ingin memberikan hunian yang lebih baik untuk mantan ART yang sudah lama bekerja padanya itu. Selain itu, karena Bu Yusi dan suaminya adalah pasangan yang tak bisa punya anak, sehingga Om Tama memberikan amanah untuk mengasuh Randy.
“Itu lah alasannya kenapa kamu tidak tinggal bersama Om. Tapi, sebagai bentuk tanggung jawab akan wasiat ayahmu, Om sekolahkan kamu sampai S2, dan memperkerjakanmu di sini,” tutur Om Tama.
Meski ada yang masih mengganjal di hati, tapi Randy tak ingin membahasnya di hadapan Om Tama saat ini.
Tersenyum dan menganggukkan kepalanya, Randy berpura-pura menerima semua penjelasan Om Tama. “Terima kasih atas penjelasannya, Om. Terima kasih juga atas kebaikan Om Tama yang sudah mengurus Randy hingga saat ini. Randy berhutang budi pada Om dan keluarga.”
...****************...