NovelToon NovelToon
RanggaDinata

RanggaDinata

Status: tamat
Genre:Teen / Tamat / Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: patrickgansuwu

"Rangga, gue suka sama lo!"

Mencintai dalam diam tak selamanya efektif, terkadang kita harus sedikit memberi ruang bagi cinta itu untuk bersemi menjadi satu.



Rangga Dinata, sosok pemuda tampan idola sekolah & merupakan kapten tim basket di sekolahnya, berhasil memikat hati sosok wanita cantik yang pintar dan manis—Fira. Ya itulah namanya, Fira si imut yang selama ini memendam perasaannya kepada kapten basket tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon patrickgansuwu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14. Bayangan masa lalu

Sudah beberapa minggu sejak percakapan terakhir Fira dan Rangga di kafe kecil itu. Meski mereka sepakat untuk mengakhiri hubungan mereka sebagai sepasang kekasih, Fira merasa lega dan siap untuk menjalani hidup dengan lebih baik. Namun, sesuatu berubah. Fira mulai menyadari bahwa kehadiran Rangga yang dulu selalu ramah dan hangat kini perlahan menjadi asing.

Rangga, yang dulunya selalu bersikap terbuka, mulai menghindar. Tatapannya tidak lagi dipenuhi dengan kehangatan seperti sebelumnya. Fira sering melihatnya di sekolah, tetapi setiap kali mereka berpapasan, Rangga hanya menunduk atau pura-pura sibuk dengan sesuatu, seolah-olah ia tidak pernah mengenal Fira.

Awalnya, Fira mencoba berpikir positif. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa Rangga butuh waktu untuk menyesuaikan diri, sama seperti dirinya. Bagaimanapun juga, perpisahan yang mereka alami bukan hal yang mudah, dan wajar jika Rangga memerlukan ruang untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Tapi semakin lama, semakin terasa ada sesuatu yang berbeda. Bukan hanya soal waktu dan jarak, melainkan ada jarak emosional yang terasa semakin jauh.

•••

Suatu hari, saat Fira tengah berjalan menuju perpustakaan sekolah, ia melihat Rangga berbicara dengan beberapa teman sekelasnya. Mereka tampak sedang bercanda, dan Rangga tertawa lepas, menunjukkan sisi dirinya yang ceria seperti biasanya. Namun, saat matanya menangkap sosok Fira yang mendekat, wajahnya berubah seketika. Tawanya meredup, dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia pergi meninggalkan kerumunan, meninggalkan keheningan yang aneh di antara teman-temannya.

Fira berhenti di tengah langkah, kebingungan. Ia merasa jantungnya berdebar lebih cepat, tak paham dengan perubahan sikap Rangga yang tiba-tiba. Sebelumnya, mereka berbicara baik-baik, meski dengan perasaan campur aduk. Sekarang, Rasanya seperti ada tembok tak terlihat yang dibangun oleh Rangga di antara mereka.

"Fira," panggil salah seorang temannya, Melisa, yang menyadari kebingungan di wajah Fira. "Ada apa? Kamu kelihatan bingung."

Fira tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. "Nggak, nggak apa-apa. Aku cuma… lagi mikir aja."

Tapi di dalam hatinya, Fira tidak bisa menghilangkan rasa tidak nyaman itu. Ia tahu sesuatu telah berubah, dan ia merasa perlu mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

•••

Beberapa hari setelah kejadian itu, Fira memutuskan untuk menghubungi Rangga. Ia tidak bisa terus hidup dalam kebingungan dan asumsi. Jika ada sesuatu yang membuat Rangga berubah, ia berhak mengetahui alasannya. Setelah beberapa kali mencoba mengirim pesan singkat tanpa balasan, Fira akhirnya memberanikan diri untuk menemui Rangga secara langsung.

Fira menemukan Rangga sedang sendirian di ruang olahraga setelah latihan basket. Ia tampak lelah, dan keringat masih mengalir di pelipisnya. Namun, itu tidak menghentikan tekad Fira untuk berbicara dengannya.

"Rangga," panggil Fira ketika ia mendekat.

Rangga, yang sedang mengikat sepatunya, hanya melirik sekilas tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Matanya tampak kosong, tidak ada senyuman atau sapaan hangat yang biasa. Ia kembali menunduk, seolah Fira hanyalah angin lalu.

Fira merasa kesabarannya mulai menipis. "Rangga, kenapa kamu bersikap kayak gini? Kita udah sepakat untuk tetap berteman, tapi sekarang kamu bahkan nggak mau ngobrol sama aku. Apa aku salah ngomong atau melakukan sesuatu?"

Rangga berdiri, mengambil handuk dari bangku dan mengelap keringat di wajahnya. "Aku lagi sibuk, Fir. Banyak latihan dan tugas sekolah. Aku nggak punya waktu buat hal-hal lain."

Nada dingin itu mengejutkan Fira. "Banyak tugas? Bukannya kita selalu punya tugas, tapi nggak pernah bikin kamu kayak gini sebelumnya."

Rangga berhenti sejenak, lalu menatap Fira dengan sorot mata yang belum pernah ia lihat sebelumnya—dingin dan penuh jarak. "Kita udah selesai, kan? Jadi, ngapain juga kamu cari-cari aku lagi?"

Kalimat itu terasa seperti pukulan di dada Fira. Hatinya berdesir, bingung dengan sikap Rangga yang tiba-tiba berubah begitu drastis. "Aku cuma mau tahu kenapa kamu berubah. Aku pikir kita bisa tetap berteman, tapi sekarang kamu kayak orang lain, Rangga."

Rangga menghela napas panjang, tampak frustrasi. "Mungkin aku sadar kalau kita nggak bisa berteman seperti yang kamu harapkan. Aku butuh jarak, Fir. Aku butuh waktu buat ngelupain semuanya."

"Melupakan?" Fira mengulang kata itu dengan getir. "Apa yang harus dilupakan? Kita sepakat untuk menjalani hidup masing-masing, tapi bukan berarti harus berpura-pura kita nggak pernah saling kenal."

Rangga tersenyum kecut. "Mungkin buat kamu itu mudah. Tapi buat aku, nggak semudah itu. Jadi, aku mohon, berhenti cari aku."

Fira menatap Rangga, merasakan air mata mulai menggenang di sudut matanya. Ia tidak pernah membayangkan bahwa situasi akan berubah seburuk ini. Tanpa berkata apa-apa lagi, Fira berbalik dan pergi, meninggalkan Rangga yang berdiri kaku di tengah lapangan basket.

•••

Sejak hari itu, Fira berusaha keras untuk menerima kenyataan bahwa Rangga tidak lagi ingin menjadi bagian dari hidupnya. Namun, meski ia mencoba, bayang-bayang masa lalu mereka terus menghantui pikirannya. Momen-momen manis yang pernah mereka bagi bersama, senyuman dan tawa Rangga yang dulu selalu menenangkan hatinya, kini hanya menjadi kenangan pahit.

Suatu sore, Fira memutuskan untuk pergi ke kafe favoritnya, tempat di mana ia dan Rangga dulu sering menghabiskan waktu. Ia berpikir bahwa menghadapi kenangan itu secara langsung mungkin akan membantunya melepaskan perasaan yang masih menghantuinya. Saat Fira masuk ke dalam kafe, ia tidak menduga akan melihat seseorang yang tidak asing baginya—Rangga.

Rangga duduk di sudut ruangan, bersama seorang perempuan yang tampak asing. Mereka berbicara dengan akrab, sesekali tersenyum dan tertawa kecil. Perempuan itu cantik, dengan rambut panjang tergerai dan wajah yang memancarkan keceriaan.

Fira tertegun sejenak. Jantungnya berdetak kencang, merasakan perasaan cemburu yang tiba-tiba muncul. Namun, ia segera menyadari bahwa ini bukanlah tempat atau waktu yang tepat untuk merasakan hal semacam itu. Rangga berhak menjalani hidupnya sendiri, dan ia tidak bisa terus-menerus terjebak dalam perasaan masa lalu.

Meski begitu, melihat Rangga begitu bahagia bersama orang lain membuat Fira merasa semakin kecil. Ia berpikir, mungkin alasan Rangga menjauh adalah karena ia sudah menemukan seseorang yang baru. Mungkin itulah sebabnya Rangga tidak lagi peduli padanya.

Fira mencoba untuk mengabaikan rasa perih di hatinya dan melangkah keluar dari kafe sebelum Rangga menyadari keberadaannya. Ia tidak ingin membuat situasi semakin canggung atau sulit bagi mereka berdua.

•••

Keesokan harinya, gosip mulai menyebar di sekolah tentang Rangga dan gadis baru yang terlihat bersamanya di kafe. Beberapa teman Fira mulai bertanya, seolah-olah ingin memastikan apakah gosip itu benar atau tidak. Namun, Fira hanya tersenyum pahit setiap kali mendengar nama Rangga disebut. Ia tidak bisa menyangkal bahwa hatinya masih merasa sakit, tetapi ia berusaha keras untuk tidak terlibat dalam drama itu lagi.

Di tengah kebingungannya, Ezra mendekatinya di kantin sekolah. Ia tahu tentang hubungan Fira dan Rangga, dan meski mereka sudah tidak bersama, Ezra masih peduli.

“Lo baik-baik aja, Fir?” tanya Ezra, suaranya pelan dan penuh perhatian.

Fira menatap Ezra dengan senyum lemah. "Gue nggak tau, Ez. Rasanya masih aneh ngeliat dia begitu… berubah."

Ezra mengangguk, memahami. “Gue ngerti, tapi mungkin ini yang terbaik buat lo berdua. Kadang, orang berubah dan itu bukan salah siapa-siapa.”

Fira tahu Ezra benar. Orang memang bisa berubah, dan mungkin itu yang terjadi pada Rangga. Namun, meski ia mengerti dengan logika, hatinya tetap sulit menerima kenyataan bahwa orang yang dulu begitu dekat dengannya kini menjadi sosok yang begitu dingin dan asing.

Dan meskipun Fira mencoba terus melangkah maju, bayangan Rangga masih terus menghantuinya—seperti luka yang belum sepenuhnya sembuh.

1
Rea Ana
wes fir.... fir... semoga kau tak stress, hidup kau buat tarik ulur, pusing dibuat sendiri
Rea Ana
fira labil
Rea Ana
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!