"Dewa Penghancur"
Kisah ini bermula dari seorang pemuda bernama Zhi Hao, yang sepanjang hidupnya selalu menjadi korban penghinaan dan pelecehan. Hidup di pinggiran masyarakat, Zhi Hao dianggap rendah—baik oleh keluarganya sendiri, lingkungan, maupun rekan-rekan sejawat. Setiap harinya, ia menanggung perlakuan kasar dan direndahkan hingga tubuh dan jiwanya lelah. Semua impian dan harga dirinya hancur, meninggalkan kehampaan mendalam.
Namun, dalam keputusasaan itu, lahir tekad baru. Bukan lagi untuk bertahan atau mencari penerimaan, melainkan untuk membalas dendam dan menghancurkan siapa saja yang pernah merendahkannya. Zhi Hao bertekad meninggalkan semua ketidakberdayaannya dan bersumpah: ia tak akan lagi menjadi orang terhina. Dalam pencarian kekuatan ini, ia menemukan cara untuk mengubah dirinya—tidak hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam jiwa dan sikap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jajajuba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Perubahan Rencana
Di tengah kegelapan malam yang dingin, Zhi RenXiao, dengan sorban gelap yang menutupi wajahnya, melangkah dengan gesit menuju puncak gunung yang menjulang tinggi. Di sana, dia bertemu dengan Xiao Ming, sosok yang sudah dinanti. Angin dingin berbisik, membawa aroma misteri dan ancaman.
"Kita bertemu lagi untuk kedua kalinya hari ini," ujar Xiao Ming, suaranya serak, penuh teka-teki. "Aku menolak rencanamu yang keji tadi. Namun, aku punya siasat baru. Berminatkah kau mendengarkannya, RenXiao?"
Zhi RenXiao, yang selama ini dikenal sebagai sosok yang licik dan ambisius, meresap keheningan, membiarkan angin dingin menerpa wajahnya. "Kuberikan kesempatan padamu," jawabnya, suaranya datar, "Ceritakan rencanamu itu."
Xiao Ming, yang usianya jauh lebih tua dan penuh pengalaman, merapat dan berbisik seolah dunia ingin mereka rahasiakan. “Baiklah, siasat ini akan membuka tirai baru dalam persaingan kita," bisiknya, matanya berbinar-binar dengan rencana yang tersembunyi.
Zhi RenXiao, tertarik dan terpana, akhirnya mengangguk, "Lebih memikat... Aku akan urus semuanya."
Mereka lantas berpisah di bawah selubung malam yang menyimpan ribuan rahasia. Tidak lama, Xiao Bai, anak muda yang penuh semangat dan ambisi, datang menghampiri dengan langkah tergesa-gesa.
"Paman, apa dia tergoda dengan rencanamu?" tanya Xiao Bai, penuh harap.
Xiao Ming, dengan senyuman licik yang terukir di wajahnya, menjawab, "Tentu saja dia terpikat, bocah. Ini jauh lebih menggugah daripada rencana kejamnya meracuni Zhi Sao dan merebut takhta dengan darah. Kita akan menari-nari di atas papan catur ini, memulai permainan kita dengan langkah yang lebih mengasyikkan."
Xiao Bai, yang masih muda dan belum berpengalaman, hanya bisa mengangguk, matanya berbinar-binar dengan rasa ingin tahu dan kegembiraan.
Di bawah langit malam yang gelap, sebuah rencana baru telah tercipta. Rencana yang lebih licik, lebih berbahaya, dan lebih mengasyikkan.
*
Di pagi yang terasa hening pada tanggal 11 bulan Lunar, Zhi Sao, Patriark Klan Zhi, mengundang para Penatua Klan Zhi ke ruang pertemuan besar. Suasana hening terpecah oleh suara langkah kaki yang bergema di ruangan yang luas itu. Matahari pagi mengintip melalui jendela tinggi, menerangi wajah-wajah para Penatua yang penuh dengan kerutan dan pengalaman.
Zhi Sao, dengan jubah sutra berwarna ungu tua yang melambangkan kekuasaan dan keanggunan, berdiri tegak di hadapan para Penatua. Ia menatap mereka dengan tatapan tajam yang penuh wibawa.
"Para Penatua," kata Zhi Sao, suaranya bergema di ruangan, "Kita berkumpul hari ini untuk membahas masa depan bisnis kita."
Para Penatua mengangguk, matanya berbinar-binar dengan minat. Klan Zhi, yang terkenal dengan keahliannya dalam membuat senjata, telah lama menjadi kekuatan yang disegani di Kota Linggau. Senjata-senjata mereka, yang dibuat dengan bahan-bahan langka dan teknik rahasia, telah membantu mereka meraih kekayaan dan kekuasaan.
"Seperti yang kalian ketahui," lanjut Zhi Sao, "Permintaan akan senjata kelas tinggi sudah berkurang. Bahan-bahan langka yang dibeli terbengkalai karena kurangnya. Kita harus mencari cara untuk mempertahankan kejayaan Klan Zhi."
Suasana berubah tegang. Para Penatua saling berbisik, mata mereka terpancar minat dan kekhawatiran. Mereka tahu bahwa masa depan Klan Zhi bergantung pada kemampuan mereka untuk menjual senjata.
"Kak," ujar Renxiao, saudara laki-laki Zhi Sao, dengan serius, "Semalam aku bertemu seseorang yang hendak memesan lima senjata level 3 dari kita."
Seraya menghela nafas, kejutan dan antusiasme bercampur di wajah Zhi Sao. "Benarkah? Sudah lama sekali kita tak mendapat pesanan senjata sekelas itu. Berapa jumlahnya, dan apa jenisnya?"
"Dua tombak dan tiga pedang," jawab Renxiao, menghidupkan kembali harapan untuk memperkuat kas Klan yang mulai terkikis.
Zhi Sao, dengan tatapan tajam yang bergerak menyapu wajah para Penatua, bertanya, "Penatua Lan, mampukah kita memenuhi permintaan tersebut?"
Penatua Lan, yang dikenal sebagai ahli pandai besi terkemuka di Klan Zhi, berdiri tegak. Ia mengangkat dagunya dengan penuh keyakinan. "Tentu, Patriark," tegasnya, "Itu tidak akan menjadi masalah."
Di dalam ruang yang dipenuhi bisik-bisik dan sorot mata yang penuh pertanyaan, rasa lega dan kemenangan seakan telah mendekap erat Klan Zhi. Mereka membayangkan kelangsungan dan kejayaan yang akan terus abadi mengiringi setiap langkah mereka.
Renxiao, Ia tahu bahwa pesanan senjata level 3 ini akan membawa keuntungan besar bagi Klan Zhi. Namun, ia juga tahu bahwa ini hanyalah langkah awal dalam rencana besarnya.
Ia telah lama mengamati dan mempelajari kekuatan dan kelemahan para Penatua Klan Zhi. Ia tahu bahwa mereka semua menginginkan kekuasaan dan kekayaan, dan ia akan memanfaatkan keinginan mereka untuk mencapai tujuannya.
Renxiao telah merencanakan strategi yang cerdik untuk menguasai Klan Zhi. Ia akan menggunakan pesanan senjata level 3 ini sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuannya.
*
Di tengah kesibukan para pengrajin Klan Zhi yang sedang mengerjakan pesanan senjata level 3, Renxiao bertemu dengan Penatua Lan di bengkelnya.
"Penatua Lan," kata Renxiao, suaranya lembut namun penuh makna, "Aku ingin meminta bantuanmu."
Penatua Lan, yang sedang mengasah sebuah pedang dengan penuh konsentrasi, mengangkat kepalanya. Ia menatap Renxiao dengan mata yang tajam.
"Apa yang kau inginkan, Kak Renxiao?" tanya Penatua Lan.
"Aku ingin kau membantu aku untuk mengusir Zhi Sao dari Klan Klan Zhi," jawab Renxiao, suaranya penuh keyakinan.
Penatua Lan terkejut. "Kau serius, Kak? Apa yang membuatmu ingin melakukannya?" tanyanya.
"Sangat serius," jawab Renxiao. "Aku tidak suka dengan gayanya dalam memajukan Klan Zhi. Aku tahu bahwa kau memiliki ambisi untuk menjadi pemimpin Klan Zhi. Aku bisa membantumu untuk mencapai tujuanmu."
Penatua Lan terdiam sejenak, pikirannya dipenuhi dengan berbagai macam pertimbangan. Ia tahu bahwa Kakaknya Renxiao adalah sosok yang licik dan berbahaya, namun ia juga tahu bahwa Renxiao tidak memiliki potensi untuk menjadi pemimpin karena cacat pada tubuhnya.
"Baiklah," kata Penatua Lan akhirnya, "Aku bersedia membantumu."
Renxiao tersenyum. Ia tahu bahwa ia telah berhasil meyakinkan Penatua Lan untuk bergabung dengannya. Ia telah mengambil langkah pertama dalam rencana besarnya untuk menguasai Klan Zhi. Meskipun ia cacat, tidak bisa menggunakan tangan kanannya dalam bertarung, tapi ia bisa meminta Putranya untuk menjabat sebagai pemimpin. Mana mungkin membiarkan Adiknya menjadi pemimpin Klan. Itu sama saja dengan tidak melakukan apa-apa.
tampar aja.
klo ada kesempatan bunuh sekalian, dri pd jdi duri dalam talam. wkwkwk