NovelToon NovelToon
Menjadi Tuan Muda DiNovel Terburuk

Menjadi Tuan Muda DiNovel Terburuk

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Transmigrasi ke Dalam Novel / Epik Petualangan / Harem / Masuk ke dalam novel / Fantasi Isekai
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Merena

Bertransmigrasi kedalam tubuh Tuan Muda di dalam novel.

Sebuah Novel Fantasy terbaik yang pernah ada di dalam sejarah.

Namun kasus terbaik disini hanyalah jika menjadi pembaca, akan menjadi sebaliknya jika harus terjebak di dalam novel tersebut.

Ini adalah kisah tentang seseorang yang terjebak di dalam novel terbaik, tetapi terburuk bagi dirinya karena harus terjebak di dalam novel tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kembali.

Aku memeriksa tubuhku dengan lebih teliti. "Begitu saja?" gumamku pelan, masih merasa ada yang janggal. Tubuhku tampak biasa, tetapi dalam diriku, ada sesuatu yang berbeda. Perasaan aneh itu masih berdenyut, seolah mahkota ungu tadi meninggalkan jejak tak kasatmata di dalamku. "Apa sebenarnya yang terjadi? Apakah mahkota itu benar-benar peninggalan kuno atau sesuatu yang lebih dari itu?"

Aku memandang mahkota ungu di atas altar batu, yang kini kembali diam, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Namun, aku tahu ada sesuatu yang telah berubah—hanya saja, aku belum tahu apa itu.

"Lupakan," aku mendesah dalam-dalam. "Tidak ada gunanya memikirkan hal-hal yang tidak pasti. Lebih baik aku bertanya pada Ayah nanti, mungkin dia tahu sesuatu." Sebuah senyum kecil terulas di bibirku, lalu aku berbalik, merasa waktunya untuk kembali.

Namun, tanpa sepengetahuanku, mahkota ungu yang semula kokoh di atas altar itu mulai memudar. Perlahan-lahan, ia berubah menjadi abu, lenyap tanpa jejak di balik bayang-bayang gua. Apa yang tadinya tampak abadi, sekarang menghilang seolah tidak pernah ada.

Aku menerobos kembali air terjun, merasakan derasnya aliran air membasahi tubuhku. Tapi saat aku melangkah keluar, pemandangan yang kutemui jauh berbeda dari sebelumnya. Tak ada lagi hamparan rumput indah dan air terjun megah. Sebaliknya, di hadapanku kini berdiri bangunan kediaman Nightshade yang besar dan kelam, seperti benteng yang menyatu dengan hutan.

Di depannya, beberapa sosok berdiri dalam diam, menungguku. Sosok yang paling menonjol di antara mereka adalah Ayahku, berdiri dengan tangan terlipat di dadanya, ekspresinya penuh perhatian, tapi tegas.

"Hmm?" gumamku, sedikit terkejut. "Ayah?" Aku tersenyum kecil melihatnya menungguku dengan tenang, meski sorot matanya tidak pernah lepas dari diriku.

Aku melangkah mendekatinya dengan santai. "Apakah harus menunggu lama?" tanyaku dengan nada ringan.

Ayahku hanya tersenyum tipis. Wajahnya yang biasanya keras dan penuh disiplin kini sedikit melunak. "Hanya sedikit rasa penasaran," jawabnya tenang. Sosok yang telah melatihku dengan keras selama tiga hari terakhir ini sekarang tampak lebih ramah, hampir tidak bisa dikenali.

Pandangan mataku beralih ke beberapa orang yang berdiri di sampingnya—wajah-wajah yang belum pernah kulihat sebelumnya. "Siapa mereka?" tanyaku.

"Mereka adalah Petinggi Nightshade," jawab Ayahku dengan tenang, nada bicaranya tak berubah, tapi jelas menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang penting.

Mendengar itu, aku langsung membungkuk hormat. "Merupakan kehormatan besar bisa bertemu dengan Anda sekalian," kataku dengan penuh kesopanan. Aku tahu, orang-orang ini tidak bisa dipandang sebelah mata.

Seraphine, satu-satunya wanita di antara mereka, tersenyum lembut. Wajahnya menyiratkan kedamaian, namun ada kekuatan tersembunyi di balik tatapannya. Theron, pria yang berdiri kokoh dengan sikap tegas, mengangguk kepadaku dengan sorot mata yang penuh penilaian, seolah menilai apakah aku layak di hadapannya.

Lucian, di sisi lain, memiliki ekspresi yang jauh lebih santai. Dia tersenyum lebar, berjalan mendekat dengan langkah ringan. "Tidak perlu terlalu formal, Ronan. Aku adalah pamanmu, Lucian. Senang bertemu denganmu," katanya sambil menjulurkan tangannya dengan ramah.

"Paman?" Aku menoleh ke arah Ayahku, ekspresi bingung jelas terpancar di wajahku. Ini pertama kalinya aku mendengar bahwa aku punya paman.

Ayahku hanya mengangguk kecil, mengonfirmasi kata-kata Lucian.

Lucian, yang melihat kebingunganku, tertawa kecil. "Kenapa ragu begitu? Santai saja," katanya, menepuk punggungku dengan lembut, tapi penuh semangat.

Aku tersenyum tipis. "Ini hanya mengejutkan, karena aku baru mengetahuinya sekarang," jawabku dengan nada ringan.

Lucian tertawa lagi. "Haha! Tak apa-apa, Ronan. Aku yakin kita akan sering bertemu mulai sekarang," katanya dengan hangat.

Saat itu, Ayahku berbicara lagi, suaranya kembali tegas dan otoritatif. "Ronan, aku ingin mendengar apa yang terjadi di dalam sana. Ikuti aku." Tanpa menunggu jawabanku, ia langsung berbalik dan berjalan menuju bangunan utama.

Sebelum mengikuti Ayah, pandanganku sempat tertuju pada Darian, yang berdiri tidak jauh dari kami. Wajahnya tampak sehat, pulih dari luka-luka akibat pertarungan kami sebelumnya. "Sudah sembuh?" tanyaku sambil tersenyum santai.

Darian terkejut oleh perhatianku, dan dengan cepat membungkuk hormat. "Terima kasih atas perhatian Anda, Tuan Muda. Sebenarnya, saya tidak ingin diobati, karena luka itu adalah tanda kehormatan bagi saya. Tapi tabib-tabib bersikeras untuk menyembuhkannya."

Aku tersenyum kecil, sedikit terhibur. "Baguslah kalau kau sudah sembuh. Kalau kau terluka, kau tidak akan berguna bagiku."

Darian menjawab dengan penuh rasa hormat, "Sesuai kehendak Anda, Tuan Muda. Jika Anda membutuhkan saya, katakan saja."

Aku mengangguk dan melanjutkan langkahku untuk mengejar Ayah.

"Sepertinya kau sudah punya bawahan setia," kata Ayahku dengan nada yang sedikit geli saat kami berjalan beriringan menuju ruang kerjanya.

Aku hanya mengangkat bahu. "Itu terjadi begitu saja," jawabku dengan ringan.

"Apapun itu, lakukan sesukamu," balasnya singkat, tapi ada nada pengakuan di dalam ucapannya.

"Sesuai kehendak Anda," jawabku dengan sopan, menghormati otoritasnya, tapi juga merasakan kebebasan yang diberikan Ayah untuk menentukan langkahku sendiri.

1
YT FiksiChannel
perasaan tersenyum terus, aku sampai ngeri membayangkannya
Dewi Sartika
bagus banget
Merena: Makasih/Smirk/
total 1 replies
Merena
Sepi Amat/Frown/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!