Demi memenuhi wasiat sang ayah, Ziyana Syahira harus rela menikah dengan pria yang sama sekali tidak dia kenali bernama Dirga Bimantara, seorang CEO yang terkenal dengan sikap dingin dan cuek.
Belum juga reda keterkejutan Ziyana akan pernikahan dadakannya bersama dengan Dirga. Ziyana kembali di kejutkan dengan sebuah kontrak pernikahan yang di sodorkan oleh Dirga. Jika pernikahan keduanya hanya akan terjalin selama satu tahun saja dan Ziya dilarang ikut campur dengan urusan pribadi dari pria itu.
Lalu, bagaimana jadinya jika baru 6 bulan pernikahan itu berjalan, Dirga sudah menjatuhkan talak pada Ziya dan diwaktu yang bersamaan Ziyana pun di nyatakan hamil?
Mampukah Ziyana jujur jika saat itu dia tengah hamil anak dari Dirga. Ataukah, Ziyana tetap memilih untuk pergi dengan merahasiakan keberadaan sang janin yang tumbuh dalam rahim nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Triyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SWA.Bab 14
"Astaghfirullah al adzim. Aku meninggalkan istri dan anakku, hanya demi seorang pengkhianat," gumam Dirga, dengan suara yang sangat lirih.
"Apa, Mas mengatakan sesuatu?" tanya Ziya, menyadarkan Dirga dari lamunan nya tentang kejadian 6 tahun yang lalu.
Dimana saat dirinya, menjatuhkan talak pada Ziya. Agar bisa menikah dengan sang kekasih yang kala itu mengaku hamil anak nya.
"Tidak. Aku tidak mengatakan apapun. Lalu, bagaimana dengan keadaan Zingga sekarang? Apa yang harus kita lakukan agar Zingga sembuh?" tanya Dirga, mencoba mengalihkan perhatian Ziya. Karena Dirga takut, Ziya mendengar gumaman nya tadi.
"Untuk masalah itu, Mas bisa bicara langsung dengan dokter Arif. Beliau yang selama ini merawat Zingga,"
"Baiklah. Dimana aku bisa menemui nya?"
"Mas bisa datang ke ruangan kerja nya. Atau, Mas tunggu saja di sini karena sebentar lagi dokter Arif akan datang untuk memeriksa keadaan Zingga,"
"Baiklah kalau begitu. Aku akan menunggu disini saja. Sekarang, lebih baik kamu masuk. Temani Zingga di dalam,"
"Iya, Mas. Ta_tapi, Mas tidak akan_____ ah, tidak lupakan. Aku masuk dulu kalau begitu." Ziya tidak melanjutkan ucapan nya saat tersadar akan status nya dengan Dirga saat ini.
Rasanya, sangat tidak pantas baginya untuk melanjutkan ucapannya tadi. Hingga akhirnya, Ziya pun mengurungkan niatnya dan tidak meneruskan ucapan nya.
Wanita itu pun langsung bangkit dari duduknya dan berniat kembali masuk ke dalam ruang rawat Zingga sebelum akhirnya. Ucapan Dirga menghentikan langkahnya yang hampir saja masuk ke dalam kamar rawat Zingga.
"Kamu tenang saja, aku akan tetap disini untuk menemani putriku sampai dia benar benar sembuh. Jadi, kamu tidak perlu khawatir karena aku tidak akan kemana mana, aku akan tetap disini," ucap Dirga, yang menghentikan langkah Ziya.
"Bu_bukan begitu. Tapi, terima kasih dan maaf jika kami sudah merepotkan Mas Dirga,"
"Jangan bicara seperti itu. Zingga juga putriku, dan sudah seharusnya aku melakukan ini. Bahkan, harusnya aku melakukan ini sejak awal,"
"Berada di samping nya, dari sejak dia hadir di dalam rahim mu dan terlahir kedunia,"
"Sayang, takdir malah menjauhkan kami dan baru mempertemukan kami dengan keadaan seperti ini." jawab Dirga, yang jujur sedikit membuat Ziya merasa bersalah karena sudah merahasiakan kehadiran Zingga dari ayah nya.
Akan tetapi, Ziya juga tidak punya pilihan lain saat itu. Disetubuhi oleh suaminya dalam keadan mabuk yang tidak mengingat kejadian itu sama sekali. Membuat Ziya memilih untuk merahasiakan kehamilan nya dari semua orang. Termasuk dari kakaknya sendiri karena tidak ingin Zingga mendapat gunjingan dari orang orang terdekat, termasuk dari Zira.
Kakak kandung nya itu memang kerap bersikap sinis terhadapnya. Zira selalu merasa iri hati terhadap Ziya. Padahal, selama ini baik Abi Samsul maupun Umi Aisyah tidak pernah membeda bedakan kedua putrinya itu. Namun, entah karena apa sehingga Zira begitu membenci Ziya dan enggan bersinggungan dengan adik satu satunya itu.
Karena itu lah. Sampai detik ini, Zira juga tidak mengetahui jika Ziya sudah memiliki anak hasil dari pernikahan nya dengan Dirga, dulu.
Selain karena wanita itu kembali ke London, Inggris. Untuk melanjutkan pendidikan S2 nya di sana. Zira juga jarang sekali menghubungi keluarga nya.
Wanita itu kini hanya fokus pada dirinya sendiri dan tidak peduli lagi akan kabar adik, bahkan kabar ibunya sendiri.
"Maafkan aku, Mas. Saat itu, aku tidak punya pilihan lain," jawab Ziya, sendu.
"Sudahlah. Aku tidak menyalahkanmu atas pilihan yang kamu ambil pada saat itu. Karena, jika saat itu posisi kita terbalik pun, aku pasti akan melakukan hal yang sama,"
"Justru aku lah yang seharusnya minta maaf. Maaf, karena aku sudah mengabaikan kalian. Masuklah, nanti aku menyusul. Aku ingin menghubungi seseorang dulu. Setelah itu, aku juga akan masuk,"
"Baiklah. Kalau begitu, aku masuk dulu."
Ziya pun akhirnya benar benar masuk ke dalam kamar rawat putrinya. Sementara Dirga, tetap di sana untuk menghubungi seseorang lewat sambungan telepon.
*
*
"Bunda..."
Suara lirih Zingga yang memanggilnya, membangunkan Ziya dari lamunan nya. Lima belas menit berlalu dari Ziya masuk ke dalam ruangan itu. Dirga masih juga belum menyusulnya dan hal itu cukup membuat Ziya khawatir.
Hingga hal itu pun membuat Ziya melamun. Ziya merasa khawatir jika Zingga terbangun nanti, dia akan menanyakan keberadaan ayahnya.
"Sayang. Kamu sudah bangun, Nak?"
Ziya pun langsung bangun dari duduknya dan menghampiri Zingga yang masih terbaring di atas ranjangnya.
"Ayah, kemana Bun? Kenapa Ayah tidak ada disini?"
Benar saja. Akhirnya, pertanyaan yang di takutkan oleh Ziya pun keluar juga dari bibir mungil sang anak.
"Eemm, A_Ayah. A_Ayah ada kok, tadi dia____"
"Ayah disini sayang," sela Dirga, memotong ucapan Ziya.
"Maaf, tadi Ayah habis telpon Om Dika. Bagaimana tidurmu sayang, nyenyak?" lanjut Dirga yang saat ini sudah berada di samping putrinya, Zingga.
"Iya, Ayah. Zingga tidur dengan sangat nyenyak. Tapi, siapa Om Dika itu, Ayah?"
"Om Dika itu adalah teman kerja Ayah. Nanti, Zingga akan Ayah kenalkan sama Om Dika. Karena malam ini, Om Dika akan kesini. Untuk jenguk Zingga dan juga bawain baju ganti untuk Ayah,"
"Apa Ayah akan menginap disini?"
"Tentu saja. Mulai sekarang, Ayah akan selalu ada disini untuk menemani Zingga. Jadi, Zingga tidak usah takut untuk tidur, ya. Karena mulai sekarang, Ayah akan selalu ada bersama Zingga dan Ayah tidak akan pergi lagi,"
"Iya, Ayah."
Tok...
Tok...
Tok...
Obrolan antara ayah dan anak itu pun terpaksa terhenti saat mendengar suara ketukan pintu. Ziya pun bergegas membukakan pintu, saat mendengar ketukan di pintu kamar rawat putrinya.
"Assalamualaikum, bolah aku masuk?" tanya seorang pria berwajah tampan, yang berdiri tepat di depan pintu.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Silahkan Dokter, masuklah." jawab Ziya, tersenyum cukup manis saat menyambut kedatangan pria itu.
Dan tentu saja hal itu tidak luput dari pandangan Dirga. Yang saat ini berada disamping putrinya.
Tap...
Tap...
Tap...
Set...
Deg...
Seketika, langkah dokter tampan itu terhenti manakala netranya bertemu pandang dengan netra tajam Dirga.
Kedua pria asing itu pun saling menatap satu sama lain dengan tatapan penuh dengan tanya .
"Perkenalkan Dokter, i_ini Mas Dirga. A_Ayahnya Zingga," ucap Ziya, membangunkan kedua pria itu dari lamunan mereka masing masing.
"Dan Mas, perkenalkan. Ini Dokter Arif, orang sedang Mas tunggu." lanjut Ziya, memperkenalkan kedua pria itu.
Mendengar jika pria itu adalah dokter yang selama ini merawat putrinya. Dirga pun bergegas menghampiri dokter Arif untuk menanyakan perihal sakit yang di derita oleh Zingga.
"Perkenalkan, saya Dirga dan saya adalah Ayahnya Zingga."
pst anak nya seusia zingga juga.