Tawanya, senyumnya, suara lembutnya adalah hal terindah yang pernah aku miliki dalam hidupku. Semua yang membuatnya tertawa, aku berusaha untuk melakukannya.
Meski awalnya dia tidak terlihat di mataku, tapi dia terus membuat dirinya tampak di mata dan hatiku. Namun, agaknya Tuhan tidak mengizinkan aku selamanya membuatnya tertawa.
Meksipun demikian hingga di akhir cerita kami, dia tetaplah tersenyum seraya mengucapkan kata cinta terindah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sweet Marriage 14
Leina sungguh tidak dapat bergerak dengan bebas, pasalnya Ravi memutuskan untuk menemani Leina di di Bandung sampai pekerjaannya selesai. Padahal pekerjaan hanyalah sebuah alasan bagi Leina agar bisa ke rumah sakit. Ravi bahkan memulangkan Pak Jo ke Jakarta dan dialah yang akan mengantar Leina kemanapun.
Rencananya hari terakhir di bandung pun Leina ingin bertemu Dokter Sapto, tapi agaknya hal terebut sulit untuk dilakukan karena Ravi yang terus bersamanya.
" Mas, apa nggak masalah kamu di sini. Kerjaan kamu gimana?"
" Nggak masalah dong, nggak gimana-gimana juga kok. Kak ada Adrian, biarin dia yang bantu ngurus. Ya meskipun dia sebenarnya designer William Diamond, tapi dia cukup ahli buat handle pekerjaanku."
Terang saja Leina sudah tidak bisa berkata apapun jika Ravi memang berkata bukan masalah. Namun dia hanya heran saja mengapa Ravi tiba-tiba menjadi seperti ini.
Mengetahui kegelisahan Leina, Ravi pun memiliki sebuah ide. Dia tahu kalau Leina akan melakukan sesuatu, karena dari raut wajahnya terlihat jelas.
" Lei, kayaknya aku agak ngantuk deh. Aku balik tidur bentar ya. Kita balik agak sorean aja ke Jakarta."
" Aaah, ya Mas oke. Iya Mas Ravi tidur aja dulu. Ehmm kalau gitu aku mau nyari oleh-oleh ya buat Mama sama Ibu. Mama paling suka peuyeum soalnya."
Ravi mengangguk cepat, ia kemudian masuk ke kamar mandi, membersihkan tubuh dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Sedangkan Leina, dia segera pergi setelah menelpon Dokter Sapto.
Saat Leina meninggalkan kamar. Ravi pun beranjak bangun. Dia kemudian menyusul Leina, tentu saja Ravi akan mengikuti kemana Leina pergi. Karena dia yakin bahwa Leina bukannya akan membeli oleh-oleh, tapi ke tempat lain.
Ravi memanggil Pak Wardi, tukang ojek yang kemarin memberi tahu perihal kemana Leina pergi. Beruntung Pak Wardi sedang tidak mendapat orderan jadi lebih mudah.
" Pak, ikutin mobil itu. Dan nanti tunggu bentaran ya, saya nggak lama kok."
" Siap Den."
Seperti sudah akrab, Ravi dan Pak Wardi berbicara dengan nyaman. Selama perjalanan pun mereka banyak bercerita. Dan ternayta benar dugaan Ravi bahwa saat Leina pergi ke rumah sakit. Istrinya itu mendatangi ruangan Dokter Sapto.
Ya Ravi mengikuti Leina secara diam-diam hingga ke ruangan si dokter. Dan Leina tidak menyadari sama sekali dirinya diikuti.
" Kamu sakit apa Lei? Sampai kapan mau mau nyembunyiin ini dari aku, dan dari keluargamu. Apa aku harus langsung masuk aja buat tanya?"
Ravi dilanda kegamangan, antara mau masuk atau tidak. Antara akan bertanya atau tidak. Ia yang bersembunyi di balik dinding itu tengah berpikir keras.
Sebenarnya sekarang ini adalah kesempatannya untuk tahu banyak mengenai penyakit Leina. Jika menunggu, belum tentu Leina akan memberitahu dengan sendirinya.
Ravi menjadi ingat ucapan Leina beberapa hari yang lalu bahwa dia ingin segera membuat Leon mengerti tentang perusahaan. Lalu setelah itu dia ingin menjelajah. " Apa jangan-jangan dia nggak akan ngasih tahu semua orang sampai kapanpun dan membawa rasa sakitnya sendiri? Anak ini bener-bener deh!"
Ravi mengeratkan kepalan tangannya. Jika awalnya dia ingin menunggu Leina bicara sendiri tapi sekarang tidak. Ia harus mendengarnya saat ini juga.
Drap drap drap
" Pak maaf Dokter sedang ada pasien. Anda bisa menunggu, apa sudah buat janji?"
" Yang di dalam itu istriku!" ucap Ravi tajam. Perawat yang ada di depan ruangan Dokter Sapto seketika terdiam melihat tatapan Ravi yang baginya menyeramkan. Sehingga mau tidak mau Perawat tersebut mempersilakan Ravi untuk masuk ke dalam ruang praktek Dokter Sapto.
" Lei," panggil Ravi lirih.
" M-Mas .. ."
Mata Leina membelalak, ia sangat sangat terkejut melihat ravi yang berdiri di depan pintu rungan dokter, Namun reaksi berbeda ditunjukkan oleh Dokter Sapto, sang dokter jelas tersenyum lebar. Karena dia bersyukur setidaknya ada salah satu orang dari keluarga Leina yang akan bisa ia beritahu perihal bagaimana kondisi Leina.
Seketika Leina menunduk dalam, matanya terarah ke bawah, kesepuluh jarinya saling bertautan. Entah apa yang saat ini dia rasakan tapi yang jelas ia takut, ia takut Ravi mengetahui semuanya.
" Apa yang terjadi pada istri saya dokter?"
" Silakan duduk dulu Pak Ravi, ini akan jadi pembicaraan yang panjang."
Ravi duduk di sebelah Leina, sedangkan Leina hanya bergeming, ia bahkan tidak berani sedikitpun melirik ke arah suaminya. Namun gerakan tangan Ravi yang tiba-tiba menggenggam tangannya membuat Leina tersentak.
Leina kemudian memberanikan diri untuk melihat ke arah suaminya itu. Sebuah senyuman melengkung di sana, membuat dada Leina berdenyut dan terasa sesak. Ingin sekali rasanya menangis tapi ia menahannya sebisa mungkin.
" Alzheimer, istri Anda terkena Alzheimer Pak. Dari tes yang sudah pernah kita jalankan, setidaknya sudah terkena setahun ini."
Duaaaaar
Kepala Ravi bagai ditembak timah panas sekarang, dia tidak tahu persis apa penyakit itu. Tapi sebagai orang awam setidaknya dia mengerti bahwa penyakit itu sedikit banyak mirip dengan demensia dimana orang yang terjangkit akan lambat laun melupakan segala hal.
Tubuh Ravi bergetar hebat, ia mengalihkan pandangannya dari Dokter Sapto kepada Leina. Bisa Leina rasakan bahwa saat ini tangan Ravi pun bergetar.
" Lalu, bagaimana pengobatannya? Apa bisa sembuh?"
Dokter Sapto menggeleng cepat.
" Jangan bercanda Dok! Jangan jadi TUhan!" Pekik Ravi keras dan lebih sperti teriakan. Emosinya meluap saat ini. Gelengan kepala dari sang dokter sudah cukup menjawab pertanyaannya
" Ayo kita ke RSMH Lei, kalau nggak ayo kita ke LN, kamu pasti sembuh kok. Ayo!"
Rasionalitas Ravi seketika hilang, dia menarik tangan Leina dengan sedikit keras.
Dokter Sapto yang melihat reaksi Ravi tentu sangat paham, dan dia memilih diam untuk sejenak karena saat ini suami dari Leina itu sedang diliputi amarah.
" Lei, ayo bangun!"
" Mas, dengarkan dulu penjelasan Dokter Sapto. Alzheimer hingga saat ini belum ada obatnya Mas."
" Dia bukan Tuhan yang bilang kamu nggak bisa sembuh!"
" Mas Ravi ... ."
Ravi melembut melihat tatapan dari Leina. Dan ia menurunkan emosinya sehingga duduk kembali dengan tenang.
Leina kemudian meminta Dokter Sapto menjelaskan semuanya kepada Ravi. Ia sungguh tidak menyangka akan tiba saatnya ada orang yang tahu perihal penyakitnya ini dan itu adalah Ravi. Teman yang kini menjadi suaminya.
" Jadi maksudnya?"
" penurunan fungsi otak, seiring berjalannya waktu Nyonya Leina tidak bisa mengingat dan pada akhirnya untuk sekedar menelan makanan pun sulit. Waktu yang dimiliki bervariasi, paling panjang 10 tahunan. Tapi benar kata Anda, kami bukan Tuhan yang bisa memutuskan usia manusia. Maka dari itu Nyonya harus rutin meminum obatnya agar menghambat penurunan fungi otak sehingga bisa menjalani kehidupan lebih lam."
Degh degh degh
Jantung Ravi berdetak sangat cepat, siapa duga ia akan mendapat fakta yang sangat mengejutkan ini. Siapa kira dia akan mendapatkan kejutan yang sama sekali tidak ia inginkan dalam hidupnya.
" Lei ... ."
Tanpa sadar air mata Ravi menetes. Leina amat sangat terkejut melihatnya, dan yang bisa ia lakukan hanya memeluk Ravi saat ini.
TBC
😭😭😭😭😭😭😭
Bnr" nih author,sungguh teganya dirimuuuuu
Semangat berkarya thoor💪🏻💪🏻👍🏻👍🏻
gara" nangis tnp sebab
😭😭😭😭😭
bnr" nih author
pasti sdh ada rasa yg lbih dari rasa sayang kpd teman,cuman Ravi blum mnyadarinya...
bab". mngandung bawang jahat😭😭😭😭😭
Mski blum ada kata cinta tapi Ravu suami yg sangat peka & diandalkan...
aq padamu mas Ravi😍