Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 14
"Aku dengar kau adalah dokter yang sangat menggilai pekerjaan di ruang bedah. Apa itu benar?"
"Hanya menikmati peranku sebagai seorang dokter kok. Mereka saja yang berlebihan menyebutku seperti itu,"
"Hmm, benar-benar dokter yang sangat berdedikasi tinggi pada profesinya. Aku salut."
"Jangan terlalu memuji, dok. Semua ini berkat semangat darimu."
"Tetap saja peranmu yang paling utama." Fredy tersenyum. Reflek tangannya bergerak menepuk pelan puncak kepala Ailen. "Kau wanita pekerja keras. Beruntung laki-laki yang akan menjadi pendampingmu kelak. Pasti bahagia sekali mempunyai pasangan yang begitu menghargai pekerjaannya."
Blusshh
Wajah Ailen memerah mendapat perlakuan yang begitu manis dari dokter Fredy. Sebagai wanita normal, jelas perlakuan tersebut membuat jantungnya berdegub kuat. Apalagi Ailen selalu mengidolakan dokter Fredy. Sudah pasti interaksi mereka sekarang menumbuhkan benih-benih bunga di dalam hati.
(Mimpi apa aku semalam bisa berduaan dengan dokter idolaku. Aaaaaa)
"Apa tempat tinggalmu masih sama?"
"Bahkan nomor ponselku juga masih sama kalau dokter mau tahu,"
"Benarkah?"
Fredy segera mengambil ponsel kemudian mengirim pesan singkat pada nomor yang dia beri nama Sweety.
Ting
"Ah benar. Nomormu masih sama," Fredy iseng. Dia lalu tertawa saat Ailen memukul lengannya pelan. "Hanya ingin membuktikan saja. Siapa tahu nomorku di blokir."
"Mana mungkin aku memiliki nomormu, dokter. Kau adalah salah satu orang yang berharga di hidupku."
"Berharga di hidupmu?"
Ailen kicep. Mendadak dia jadi salah tingkah saat dokter Fredy berhenti berjalan kemudian menatapnya. Dalam hati dia merutuki lidahnya yang kelepasan bicara. Jadi malu sendiri dia sekarang.
"Kenapa aku berharga di hidupmu, Ailen? Memangnya apa yang sudah ku perbuat sehingga kau berpikir seperti itu tentangku?" tanya Fredy dengan perasaan yang sangat membuncah. Tak terlukiskan betapa dia sangat terharu akan pengakuan tersebut. Sederhana memang, tapi kesan yang timbul mampu menggetarkan seluruh rasa yang ada.
"Dokter, tolong kau jangan salah sangka dulu ya. Aku berkata demikian adalah karena semangat darimu yang menjadikanku seperti yang sekarang. Dulu saat aku baru bergabung dengan rumah sakit, kau adalah orang pertama yang dengan serius mengajariku ini dan itu. Padahal aku hanya seorang yatim yang kebetulan mendapat rejeki besar dari Tuhan. Sejak saat itu, kau telah menjadi orang berharga di hidupku. Berkatmu aku bisa sesukses sekarang," jawab Ailen penuh ketulusan. Selain karena dia menyukainya, juga karena sikap dokter Fredy yang sangat amat baik hati. Pria ini sudah seperti superhero di hidupnya.
Fredy speechless mendengar penjelasan panjang Ailen tentang dirinya. Wanita ini jujur, ya, dia tahu itu. Andai tak memikirkan rasa malu, dia pasti sudah berjingkrak kesenangan di depan Ailen. Malam ini benar-benar malam yang sangat membahagiakan. Rasa yang terpendam rapi di dalam hati, seolah berontak meminta untuk segera diutarakan.
(Apakah ini adalah waktu yang tepat untuk memberitahu Ailen kalau aku menyukaimu?)
Masih menimang, Fredy terus menatap Ailen lekat. Paras yang cantik, tutur kata yang sopan serta jujur, semakin membuatnya tergila-gila. Fredy sebenarnya sadar dengan posisinya sekarang bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dan lebih cantik lagi. Namun, Ailen adalah pengecualian. Wanita ini ... istimewa.
"Dokter Fredy, kenapa kau terus menatapku? Apa ada sesuatu yang aneh di wajahku?" tanya Ailen canggung saat dokter Fredy menatapnya tak berkedip. Ada bagian tubuhnya yang tiba-tiba terasa panas seperti terbakar api. Bukan gairah, tapi sesuatu yang lain.
"Ya."
"Apa itu?"
"Kecantikanmu."
Ailen langsung menunduk malu mendengar jawaban dokter Fredy. Dia lalu membuat pola di tanah dengan sepatunya. Mengapa pria ini begitu terus terang?
"Tidak usah malu. Pujianku barusan adalah benar kalau kau memang cantik. Makanya aku sulit mengalihkan pandangan," ucap Fredy gemas sendiri melihat sikap malu-malu wanita di hadapannya. Memberanikan diri, dia mengusap puncak kepala Ailen lalu mengacak rambutnya pelan. "Kau masih sama menggemaskannya seperti dulu, Ailen. Membuatku jadi ingin membungkus dan membawamu pulang ke rumahku."
"A-apa? Membungkusku?"
"Iya. Sayangnya itu tidak bisa ku lakukan karena kau bukan boneka."
Hampir saja Ailen salah memahami ucapan dokter Fredy. Masih dengan wajah bersemu merah, dia mengajak dokter tersebut untuk melanjutkan langkah. Baik Ailen maupun dokter Fredy, mereka tidak ada yang menyadari ada sepasang mata yang sedang mengawasi mereka dari dalam sebuah mobil.
"Usiamu sudah cukup matang. Kenapa tidak mencari pasangan kemudian menikah?" Fredy sengaja membahas topik tersebut. Dia sedang mencari celah untuk mendapatkan ruang hati wanita yang dicintainya ini. "Jangan marah. Aku begini karena peduli padamu."
"Aku tidak marah kok. Malah senang karena masih ada yang peduli padaku selain Juria," sahut Ailen sambil tersenyum tipis.
"Lalu apa alasannya kau belum melakukan kedua hal itu?"
"Karena aku belum menemukan orang yang tepat." Tatapan Ailen lurus ke depan, menerawang jauh tentang hatinya yang telah tertambat pada seseorang, tapi mustahil bisa memiliki. "Dokternya, siapalah aku ini. Hanya seorang dokter bedah biasa yang tinggal sebatang kara. Zaman sekarang keluarga mana yang sudi menerima wanita dengan latar belakang sepertiku? Cantik dan mempunyai profesi sebagai dokter tak bisa menjamin mampu diterima oleh satu keluarga besar. Ini menjadi salah satu alasanku mengapa tak pernah menjalin hubungan dengan lawan jenis. Aku terlalu takut dengan penghakiman dunia."
"Salah satu ya? Berarti masih ada alasan lainnya lagi? Apa itu?"
"Rahasia. Hehehe,"
Fredy berdecak pelan. Bisa jahil juga ternyata si Ailen. Namun, dia tak mau menyerah begitu saja.
"Apa karena dihatimu sudah ada nama seseorang yang kau suka?"
Tak ada jawaban. Ailen malah melihat ke arah lain alih-alih merespon pertanyaan tersebut. Ya mau bagaimana lagi. Memang benar kalau dihatinya sudah terpahat nama seseorang, dan seseorang tersebut kini tengah berjalan di sampingnya.
"Siapa dia, Ailen?" Fredy cemburu. Setengah memaksa dia mendesak Ailen agar mengatakan siapa pria yang di sukainya. "Apa orang itu bekerja di rumah sakit yang sama dengan kita?"
"Iya. Dan aku lumayan sering menghabiskan waktu dengannya. Hehe,"
"Dokter atau perawat?"
"Em itu .... "
"Jawablah. Jangan membuatku merasa penasaran."
Jantung Fredy berdetak seribu kali lebih cepat melihat Ailen yang terkesan menutup-nutupi. Sedih, kecewa, cemburu, itu sudah pasti. Dia sama sekali tak menyangka kalau ternyata sudah ada nama pria lain di hati Ailen. Padahal dia sempat merasa gembira saat tahu kalau Ailen dan Tuan Derren tidak memiliki hubungan apa-apa. Tapi sekarang? Hatinya kembali dipatahkan.
"Apa itu aku?" Iseng Fredy menyeletuk. Pikirannya kalut membayangkan Ailen menyimpan rasa untuk orang lain.
"A-apa?" Kedua mata Ailen sukses membelalak lebar. Dia terkejut.
"Ya siapa tahu kau diam-diam menyukaiku. Itu bisa saja terjadi bukan? Dan jika memang benar, maka aku akan menjadi orang paling bahagia di muka bumi ini. Hehehe,"
Ailen melongo syok. Jangan-jangan ....
***