Hidup Nicho Javariel benar-benar berubah dalam sekejap. Ketenaran dan kekayaan yang dia dapatkan selama berkarir lenyap seketika akibat kecanduan obat-obatan terlarang. Satu per satu orang terdekatnya langsung berpaling darinya. Bukannya bertobat selepas dari rehabilitas, dia malah kecanduan berjudi hingga uangnya habis tak tersisa. Dia yang dulunya tinggal Apartemen mewah, kini terpaksa tinggal di rumah susun lengkap dengan segala problematika bertetangga. Di rumah susun itu juga, ia mencoba menarik perhatian dari seorang perempuan tanpa garis senyum yang pernah menjadi butler-nya. Dapatkah ia menemukan tempat pulang yang tepat?
"Naklukin kamu itu bangganya kek abis jinakin bom."
Novel dengan alur santai, penuh komedi sehari-hari yang bakal bikin ketawa-ketawa gak jelas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yu aotian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Sera terhenyak ketika tangan pria itu mendadak menahannya. Dengan cepat, ia menoleh ke arah Nicho yang tengah terkapar tak berdaya.
"Ambilin gue air!" Nada memerintah keluar dari mulut Nicho diikuti helaan napas yang terdengar berat.
Sera langsung mengambil air mineral yang sudah ia siapkan di atas meja. Ia membuka segel botol tersebut, lalu membantu Nicho untuk bangun. Sambil duduk di tepi ranjang, ia mencoba menahan tubuh Nicho dengan menyandarkan ke badannya. Karena tangan Nicho gemetar, setengah dari botol yang ditenggaknya itu terbuang dan membasahi dadanya. Dengan gerakan tangan yang cepat, Sera mengambil baju yang baru saja dipakai pria itu untuk mengelap dadanya yang basah. Di perlakukan seperti itu, membuat Nicho merasa Sera seperti seorang ibu yang mengurus anaknya.
Sera membaringkan kembali pria itu, lalu membungkus sekujur tubuhnya dengan selimut hingga sebatas leher. Karena Nicho tampak menggigil, ia pun berinisiatif mengompresnya dengan air hangat. Baru saja hendak beranjak untuk menyiapkannya, Nicho kembali menahan pergelangan tangan Sera.
"Jangan pergi dulu," pintanya dengan suara serak.
Sera mengangguk pelan. "Saya cuma mau siapkan kompres."
Sera melepaskan tangan Nicho yang mencengkram erat tangannya. Dia menuju ruangan berikutnya untuk mempersiapkan alat kompres. Saat kembali ke kamar, tampak pria itu masih sangat gelisah meski matanya tertutup penuh. Ia pun langsung meletakkan handuk kecil di atas dahi pria itu.
Melihat Nicho yang berangsur-angsur tenang, Sera pun bernapas lega. Ia menunduk sejenak, menghela napas perlahan lalu berkata dengan penuh hati-hati. "Maaf, jika ini sedikit lancang. Anda gak boleh minum alkohol pasca direhabilitasi. Jika Anda terus-terusan minum alkohol, daya tahan tubuh Anda akan menurun dan Anda akan cenderung membuat pilihan untuk tergoda memakai narkoba lagi."
Saat kembali menaikkan pandangannya, ternyata Nicho sudah tertidur. Hal itu ditandai dengan suara dengkuran tipis yang keluar dari mulutnya. Artinya, semua kata-kata yang meluncur dari mulut Sera tak terdengar olehnya.
Untuk sesaat, pandangannya terpaku pada pria itu. Setelah dua hari bersama, akhirnya ada sedikit rasa penasaran untuk mengetahui sosok pria yang mengaku sebagai aktor itu. Ia mengambil gawainya kemudian mengetik nama pria itu ke mesin pencarian internet. Hanya dengan sepersekian detik, muncul seluruh artikel terkait dengan pria bernama Nicho Javariel. Artikel teratas di mesin pencarian memuat kabar Nicho yang baru saja bebas setelah menjalani masa rehabilitasi untuk yang ketiga kalinya.
Ia mulai membaca biodata Nicho yang tertera di halaman wikipedia. Ternyata pria itu baru berumur dua puluh lima tahun. Namun, sudah membintangi lebih dari dua puluh film. Sayangnya, tidak banyak penjelasan mengenai latar belakang keluarganya.
Kini dia cukup paham jika pria itu masih dalam tahap pemulihan untuk menjadi normal kembali. Sebenarnya pecandu narkoba seperti Nicho tidak bisa pulih total meski telah menjalani rehabilitasi. Hasrat untuk mencoba kembali akan lebih besar jika dia menganggap hanya itu yang bisa membuatnya bahagia. Oleh karena itu, disarankan untuk tidak membiarkan seorang pecandu merasa kesepian.
***
Jarum jam telah menunjuk pukul sembilan pagi. Kelopak mata Nicho terbuka secara bertahap ketika mendengar dering telepon. Ia meraih gagang telepon dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya.
"Selamat pagi. Ini adalah layanan morning call." Suara lembut perempuan menyapa pendengerannya.
Dengan mata yang masih tertutup, Nicho mendengus. "Perasaan gue gak request layanan ini!"
"Sekarang sudah pukul sembilan pagi. Bangunlah dan lihat ke jendela Anda! Matahari Jakarta sangat cerah. Jangan sampai Anda melewatkannya!"
Masih dengan mata yang mengantuk, Nicho memalingkan kepala ke arah jendela.
"Setiap pagi adalah kesempatan baru untuk menjadi versi terbaik dari diri kita." Perempuan dalam telepon itu kembali melanjutkan ucapannya.
"Lo bangunin gua cuma mau ngasih kata-kata mutiara kek gini," dengusnya dengan mata yang kembali tertutup.
"Bagaimana perasaan Anda saat ini?" tanya perempuan itu.
Mata Nicho kembali terbuka. "Perasaanku?"
"Iya. Apa yang anda rasakan saat ini?"
Nicho tertegun sejenak. Rasanya ia tak pernah mendapatkan pertanyaan seperti ini oleh orang-orang terdekatnya hingga ia pun tak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan sesimpel ini.
Dia malah tersenyum kecil sambil berkata, "Hei, lo bisa secerewet ini di telepon, padahal pas kita berhadapan lo cuma bisa diam kek patung. Mending lo cepetan ke sini, siapin sarapan gue!"
"Baik. Saya akan segera ke sana."
Telepon pun terputus. Seutas senyum terbit di bibir Nicho. Tangannya langsung merambat ke atas, mengambil sebuah handuk kecil yang menempel di dahinya. Ia kembali tersenyum, kala mengingat perempuan itu sibuk menanganinya semalam.
Nicho langsung mencari gawainya hanya untuk mencari tahu apakah ada sutradara atau sebuah brand yang menghubunginya. Ternyata tidak ada. Ia lalu membuka media sosialnya. Sebuah berita tentang film terbaru bulan ini terpampang di beranda utamanya. Tadinya dialah yang akan menjadi pemeran utama dalam film tersebut. Sayangnya, dia harus tergantikan dengan aktor pendatang baru karena proses syuting berlangsung saat dirinya menjalani rehabilitasi.
Nicho langsung membaca komentar-komentar netizen tentang sang aktor baru yang menggantikan dirinya.
^^^[Dia lebih cocok perankan karakter ini. Aktingnya juga gak kalah bagus dari si Nichotin.]^^^
"Hah? Gue disamain sama aktor kemarin sore? Jelas, beda level lah!" gerutunya dengan bibir yang mengerucut.
Komentar berikutnya tak kalah membuatnya naik pitam.
^^^[Untung aja bukan Nicho yang jadi pemeran utama. Kalo gak, aku gak bakal nonton nih film. Males banget lihat tuh Nickoba.]^^^
Membaca komentar netizen yang memplesetkan namanya tersebut, Nicho lantas bergumam kesal. "Emang gua mau ditonton sama Lo?" Dia bahkan membuka profil komentator tersebut sambil kembali bergumam, "Gua hafal wajah Lo! Awas aja kalo ketemu gue entar langsung minta foto bareng!"
Tak cukup sampai di situ, ia membuka akun keduanya yang memakai identitas palsu, hanya untuk membalas satu per satu komentar netizen yang menghujat dirinya.
Setelah lelah adu argumen dengan para netizen, ia pun memutuskan untuk sarapan. Ketika keluar menuju ruangan berikutnya, ternyata Sera telah berdiri di sana lengkap dengan sajian sarapan pagi di atas meja.
Nicho langsung duduk di kursi makan. Ia meminta Sera memutar televisi, kemudian membuka salah satu layanan streaming pemutar film dan series ternama. Ia mengetik sebuah judul film dan mulai menontonnya.
"Nih, salah satu film gua yang tembus lima juta penonton. Di film ini juga gua dapat award sebagai best actor, bahkan ngalahin aktor senior sekelas Nicholas Saputra, Herjunot Ali, Reza Rahardian, Fedi Nuril dan Adipati Dolken," ungkapnya berbangga diri di depan Sera.
Tampaknya, ia masih terbawa emosi dengan perannya yang telah digantikan, sehingga butuh pengakuan akan kemampuan dirinya sebagai seorang aktor.
"Gimana, akting gua bagus, kan?" tanyanya lagi saat adegan film menampilkan dirinya tengah menangis dalam guyuran hujan.
"Maaf, saya kurang bisa menilai," jawab Sera sambil memandang ke arah televisi.
"Hah?" Nicho tercungap. "Gitu aja lo gak tahu?" Di saat itu juga, ia langsung bangun dari duduknya dan menyudahi sarapannya.
Sera yang masih berdiri diam, menyadari jika Nicho tengah berjalan ke arahnya.
"Apa ada lagi yang Anda butuhkan?"
"Ya, ada," ucap Nicho dengan kaki yang terus bergerak maju hingga ujung sepatu mereka saling bersentuhan.
Saat Sera hendak melangkah mundur, detik itu juga Nicho memutar tubuhnya hingga membuatnya tersandar di ujung meja. Untuk pertama kalinya, dua pasang mata itu saling bertemu.
"Kenapa aku baru sadar kalau kamu secantik ini," ucap Nicho sambil menatapnya lekat-lekat. Sebelah tangan Nicho bersandar di meja, sedang satunya lagi mulai mengelus sisi wajah perempuan itu dengan lembut.
"Maaf, tolong singkirkan tangan Anda!" pinta Sera sambil membalas tatapan Nicho yang memesona.
Bukannya berhenti, jari-jari itu malah menyusuri permukaan bibirnya. "Kenapa kita tidak coba menikmati waktu yang ada?"
Sera bergegas menangkap tangan Nicho yang mencoba menyusuri lekukan lehernya. "Jika sudah tidak ada keperluan, saya pamit keluar."
Ketika hendak beranjak, tiba-tiba Nicho menarik tangannya hingga tubuh perempuan itu masuk dalam rengkuhannya.
"Gimana akting gua barusan? Sangat natural, kan?" Nicho tersenyum miring, kemudian melepaskan Sera dari pelukannya. Ia mengambil sebuah apel, lalu menggigit dan mengunyahnya dengan gerakan pelan sambil menatap Sera. Ia cukup puas melihat ekspresi gugup pelayannya itu.
"Lain kali jangan lakukan itu lagi! Anda perlu konsen dari seorang wanita sekalipun Anda berdalih itu hanya sebatas akting," tandas Sera dengan tatapan dingin.
.
.
like dan komeng
itu mah gagap kali
setidaknya kali ini Sera nanya keadaan Nicho, berarti Nicho terlihat dimatanya🤭