Warga kampung Cisuren digemparkan oleh kemunculan setan pocong, yang mulai berkeliaran mengganggu ketenangan Warga, bahkan yang menjadi semakin meresahkan, banyak laporan warga menyebutkan kalau Dengan hadirnya setan pocong banyak orang yang kehilangan uang. Sampai akhirnya warga pun berinisiatif untuk menyelidikinya, sampai akhirnya mereka pun menemukan hal yang sangat mengejutkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deri saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dimiliki Macan Tutul
Pov Sukarmin
"Celaka sukarmin! pantesan Sikumbang dan Si Tablo mereka selalu mengitari betis." tanggap Jaya dengan suara yang bergetar, wajahnya terlihat pucat Pasi menatap ke arah atas.
"Kesusahan kita diakibatkan oleh hewan sialan ini, tuh lihat buruan kita sudah berada dalam pelukannya!" jawabku yang melihat kaki Kijang yang terjulur di bawah tubuh macan tutul.
"Pantes aja kita cari tidak ketemu, kurang ajar....! ternyata dicuri oleh macan tutul diumpetin di atas pohon. kalau sudah begini kita tidak bisa apa-apa. Ya sudah ayo kita pulang!" ajak Jaya yang terlihat semakin ketakutan, saat matanya beradu tetap dengan hewan yang sejak dari tadi memperhatikan.
"Jangan pulang dulu! masa iya mau ditinggalkan begitu saja, bukannya dari tadi kita mencari? sayang Kijang yang sangat gemuk kalau harus menjadi milik hewan lain."
"Apa kamu sudah tidak punya otak sukarmin, Apa kamu tidak tahu kalau hewan itu adalah macan tutul?"
"Kata siapa kelinci sudah jelas warna tubuhnya yang belang, menandakan bahwa itu adalah macan tutul." Jawabku dengan santai.
"Kalau kamu sudah tahu, jangan dilawan! Ayo kita pulang, jangan mencari urusan dengan hewan buas nanti kita celaka."
"Kenapa harus takut, Bukankah yang kita takuti keluarga kita tidak makan?" jawabku sambil bertolak pinggang, mataku tetap menatap tajam ke arah macan yang sedang memeluk Kijang di atas ranting pohon Kiara yang bercabang.
Grrrrrr....! grrrrrrr....! grrrrrrr....!
Suara gaung macan tutul yang tidak jauh berbeda dengan harimau, matanya mendelik sedikit menyala memamerkan gigi yang terlihat runcing, kumisnya berdiri seperti mendeteksi adanya bahaya, membuat Jaya semakin terkejut bahkan terlihat bergetar. tanpa membuang waktu Ia pun membalikkan tubuh kemudian berlari tidak memperdulikanku yang masih berdiri, ditemani kedua anjing yang keberaniannya mulai kembali. Setelah melihat kenyataannya, Anjing itu terlihat mendongakkan kepala menatap ke arah macan seperti sedang menantang.
"Hai macan tutul, Ayo turun kembalikan Kijangku! Kenapa kamu sangat licik? orang yang berburu kamu yang menikmati." tantangku dengan sorot mata yang tajam.
Grrrr! Grrrrrr! Grrrr.....!
Macan itu menimpali dengan suara geramnya, ditambah dengan membuka mulut, memamerkan taring yang terlihat runcing yang dihiasi oleh gigi-gigit tajam, lidahnya terlihat merah, matanya membulat dengan sempurna.
"Emang kamu kira aku akan takut dengan aumanmu yang seperti kucing kampung. asal kamu tahu aku tidak akan mundur, kalau berani Ayo turun!" aku menantang kembali macan tutul itu yang masih tetap telungkup di atas ranting yang besar.
Mendapat tantanganku harimau itu tetap terdiam seolah malas meladeniku, namun dari raut wajahnya terlihat sangat kesal merasa terganggu dengan makan siang yang belum bisa dinikmati. dengan suara auman-auman yang menakutkan, kaki depan sesekali terlihat bergerak menunjukkan kuku-kuku tajam Yang seolah tidak sabar ingin mencakar.
Aku yang merasa kesal karena tidak ditanggapi, melihat macan yang tetap diam di tempatnya membuat kesabaranku mulai habis, mataku memindai keadaan sekitar terlihatlah ada rumpun bambu. Aku mengeluarkan golok Pondok dari serangkainya, kemudian mendekat ke arah rumpun.
Dok....! Dok.....! Dok.....!
Aku menebang Satu pohon bambu yang paling tua, kemudian aku potong sepanjang 5 m dengan ujung yang diruncingkan.
"Awas macan Sialan, aku tusuk kamu....!" ancamku sambil kembali mendekat ke arah pohon kiara dengan membawa bambu.
Srok! srok! srok....!
Suara bambu yang bergesekan dengan ranting pohon kiara, aku mulai menyerang hewan buas itu menggunakan ujung bambu yang runcing, berharap bisa menembus tenggorokan atau perutnya. namun hewan itu tidak tinggal diam tangannya mulai bergerak menjauhkan ujung bambu dari tubuhnya, sambil mengeluarkan suara geraman yang membuat nyali menciut.
"Ternyata kamu memiliki akal juga, bisa menghindari serangan. namun kamu jangan berbangga hati terlebih dahulu, karena akan aku tusuk dijadikan macan panggang, kalau kamu tidak mau menyerahkan hewan buruan." ujarku sambil terus menusuk-nusuk ikan bambu ke arah dadanya.
Tangannya yang sejak dari tadi digunakan untuk menahan seranganku, sekilat menangkap bambu yang aku tusukkan, lalu digigit sampai menimbulkan suara kemerekek membuatku sangat takjub, melihat kekuatan rahangnya. namun aku tidak menyerah begitu saja dengan segera bambu pun ditarik kemudian ujungnya diruncingkan kembali.
Bambu yang sudah tajam kembali aku gunakan untuk menyerang macan tutul, namun sekarang ketika mau ditangkap dengan cepat bambu itu aku tarik, sampai akhirnya kita berdua saling berebut bambu. aku terus menusuk-nusuk ke arah tubuh macan. sedangkan kaki Macan itu terus menangkis bahkan sesekali terlihat hendak merebut.
Agak lama kejadian itu berlangsung, membuat macan terlihat membangkitkan tubuhnya mungkin merasa kesal dengan gangguan yang terus dilancarkan. dia berdiri di atas ranting pohon aku mengira ,bahwa Macan itu akan turun dan menyerangku. Namun ternyata dia naik ke atas ranting yang lebih tinggi sehingga bambu yang digunakan jadi senjata tidak sampai ke tubuhnya.
Melihat harimau itu semakin menjauh membuat adrenalin ku semakin terpanggil, dengan segera aku pun naik ke ranting pohon kiara yang paling bawah. sampai bambu yang ku pegang bisa kena ke tubuh macan tutul.
Kakiku direnggangkan menginjak dua ranting pohon, kepalaku mendongak sambil memulai kembali menyerang macan yang berada di atasku.
Krekek!
Ujung bambu bisa ditangkap kembali, kemudian digigit sampai remuk, menunjukkan cengkraman giginya sangat kuat. namun dengan segera aku pun menarik kembali bambu untuk di runcingkan kembali, tapi sekarang bambu yang ku pegang semakin pendek.
Aku mulai kembali menusuk tubuh harimau, yang berada di atasku. beruntung Macan itu tidak memiliki otak sehingga dia tidak berpikir untuk menerkamku dari arah atas, Padahal kalau dia bisa menggunakan otaknya aku yang berada di bawah, tidak mungkin bisa menghindari serangannya.
Macan tutul itu, terus mengaung menirukan suara Harimau, kedua kaki depannya terlihat sibuk menangkis seranganku, sampai akhirnya bambu itu bisa ditangkap kembali kemudian digigit, bahkan sekarang Dia menahan terlebih dahulu, kemudian menariknya sehingga tubuhku terbawa ke arah atas, beruntung dengan segera aku memegang ranting.
"Kurang ajar, dasar hewan sialan, tunggu pembalasanku!" gumamku setelah berhasil menarik kembali ujung bambu yang sudah remuk, dengan segera aku pun meruncingkannya kembali untuk dijadikan senjata.
Aku menaiki ranting pohon kiara yang terlihat sangat banyak, supaya bambu yang akan ditusukkan sampai ke tubuh macan tutul. kedua kakiku dibuka lebar-lebar supaya membuat kuda-kuda yang sangat kuat. Macan itu terus mengaung matanya menatap tajam ke arahku, seolah merasa terganggu dan mungkin merasa mangsanya direbut.
Dengan mengumpulkan seluruh tenaga, aku mulai menusukkan kembali bambu dengan kekuatan yang sangat penuh
Sretttttt!
Ujung bambu yang ditusukkan tepat mengenai dada macan tutul, namun yang anehnya tidak terluka sedikitpun, entah kulitnya yang tebal atau bulunya yang lebat.
Grrrr! grrrrrrr! Grrrrrrr!
Mata harimau yang terlihat menyala menatap tajam ke arahku, dengan segera dia pun turun dari ranting pohon yang paling atas mendekat ke arahku yang sedang berdiri. tangannya yang dihiasi oleh cakar yang tajam ingin mencakar kepala, sehingga aku menahan nafas seketika merasa ngeri melihat cakar yang begitu cepat