Di masa lalu... orang tua Sherli pernah berurusan dengan yang namanya polisi hingga harus berada di pengadilan. Sejak saat itu Sherli antipati dengan polisi tetapi di masa sekarang Sherli harus berhadapan dan ditolong seorang polisi yang bernama Kres Wijaya di kantor polisi. Apakah dengan adanya peristiwa tersebut penilaian Sherli tentang seorang polisi berubah atau justru gigih dengan penilaian sebelumnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phine Femelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tingkatan
Seseorang berjalan masuk dan dia segera menunduk untuk melihat etalase.
"Iya, Pak. Cari apa?"
Sherli melihat salah seorang karyawan di sebelahnya jadi bersikap formal dan ternyata...
"Pak itu?" pikir Sherli dengan merasa tidak percaya.
Sherli berusaha meyakinkan dirinya tidak salah lihat.
"Gimana semua orang gak mau memandang? Dia datang ke sini dengan masih pakai seragam dinas" pikir Sherli pelan.
Pembawaan Kres memang tegas dan terlihat bukan hanya orang biasa. Kres mengambil sebuah cincin dari dalam sakunya lalu Sherli segera berhenti melihat Kres dan pura-pura tidak kenal.
"Kenapa harus ketemu lagi?" pikir Sherli dengan merasa tidak nyaman.
Bukan apapun. Dari dulu Sherli paling malas berhadapan dengan polisi apalagi sekarang dirinya merasa diawasi meskipun Kres bicara dengan rekan kerjanya.
"Sebentar, Pak" katanya.
Sherli mau berdiri tapi tidak jadi karena Kres bicara dengannya.
"Ini berapa?"
Sherli melihat Kres dan merasa sebenarnya Kres tidak ada niat untuk tanya tentang perhiasan.
"Jujur saja Bapak mau apa?" tanya Sherli pelan.
"Mau tanya ini" kata Kres dengan menunjuk cincin tadi.
Sherli mau bicara tapi tidak jadi karena temannya datang dengan membawa kalkulator dan membicarakan tentang harga jual cincin milik Kres lalu Sherli fokus dengan cincin yang dipegang temannya dan menatap.
"Seperti cincin pernikahan. Dia mau jual cincin pernikahannya? Kenapa?" pikir Sherli.
Kres mau bicara tapi tidak jadi karena handphonenya berbunyi lalu mengambil handphone dari dalam sakunya dan melihat layar handphone.
"Fan?"
Sherli masih fokus dengan cincin pernikahan Kres.
"Baiklah. Gue kembali ke sana"
Kres memasukkan handphone ke dalam sakunya dan segera berjalan pergi.
"Lho, Pak..."
Seketika Sherli kaget temannya berteriak dan panik lalu melihat temannya dengan pandangan bertanya dan semua pengunjung di sana melihat ke arahnya.
"Bapak itu langsung pergi padahal cincinnya masih dipegang gue. Gimana ya?"
Sherli merasa tidak percaya.
"Sini biar gue. Lari gue cepat. Tenang saja"
"Iya. Iya" katanya dengan memberikan kepada Sherli.
Sherli segera mengambil cincin dari tangannya dan berlari keluar lalu menoleh ke kiri dan ke kanan.
"Buset...jauh sekali" pikir Sherli melotot.
Akhirnya Sherli berlari mengejar Kres dan melihat mau naik ke sepeda motor lalu dengan kecepatan dua kali lipat Sherli berlari dan setelah mau mendekat dia berteriak.
"Pak!"
Kres kaget dan segera melihat Sherli yang ternyata sudah ada di hadapannya. Kres tertegun dan melihat terus Sherli yang napasnya terengah.
"Hosh...hosh...Ppak...ini..." kata Sherli dengan memberikan cincin itu.
Kres merasa tidak menyangka Sherli bisa lari sekencang itu. Kres memang melihat sekilas betapa Sherli kuat dalam berlari. Kres berusaha berhenti melupakan sejenak dan mengambil.
"Bapak lupa?" tanya Sherli yang sudah bisa mengatur napasnya.
Kres merasa konyol.
"Iya lupa" pikir Kres.
"Pak, kenapa mau dijual? Itu cincin pernikahan Bapak, bukan?" tanya Sherli polos.
Kres mau bicara dengan merasa heran tapi akhirnya tidak jadi karena merasa konyol dengan penuturan Sherli dan Sherli merasa tidak menyangka pertama kalinya Kres tersenyum.
"Terserahlah pokoknya terima kasih" kata Kres dengan naik ke atas sepeda motor dan seketika hilang dari pandangan Sherli.
"Apa? Maksudnya?" pikir Sherli dengan merasa tidak menyangka.
Sherli merasa sebal karena sikap Kres.
"Apa, sih? Selalu gak jelas" pikir Sherli yang akhirnya berlalu pergi.
Sherli sampai di toko dan segera ditanya.
"Gimana?"
"Beres"
"Wah...lo hebat. Gue yakin Pak Polisinya sudah jauh"
Sherli cuma tersenyum.
"Sepertinya Pak Polisinya terburu" kata pemilik.
"Iya memang kelihatan sampai lupa mengambil kembali cincinnya"
Sherli cuma mendengarkan dan berpikir.
"Sebenarnya gue punya hutang dengan Pak itu. Uang yang waktu itu punya Pak itu. Lima ratus ribu. Gue harus membayar tapi caranya gimana?" pikir Sherli pelan.
Setiap hari Sherli selalu jalan kaki dari kost ke toko demikian waktu pulang. Tentang Ella jangan tanya. Ella tetap komunikasi dengan Sherli tapi bukan berarti semudah itu Sherli cerita tentang kehidupannya. Sudah cukup dulu Sherli merepotkan meskipun Ella tidak merasa begitu. Sherli sudah menerima gaji pertamanya.
"Gue cicil dulu ya?"
"Astaga. Lo masih ingat? Sudahlah. Gue gak mau. Kenapa harus diganti?"
"Ella, lo tahu kejadian dulu. Gue banyak membuat lo mengeluarkan uang. Jangan buat gue gak bisa tidur nyenyak"
"Berlebihan"
"Gue gak berlebihan. Serius"
"Baiklah cuma sekarang ya? Selanjutnya gak usah. Ingat gak usah. Kalau gak tanggung sendiri akibatnya"
Sherli tersenyum kecut. Tanggung sendiri maksudnya Ella tidak akan menganggap Sherli teman lagi.
"Jadi?"
"Apa?" tanya Sherli dengan melihat Ella.
"Setelah dua bulan masa percobaan lo akan pulang?"
Sherli mengangguk.
"Kenapa gue memilih setelah masa percobaan? Lo mau tahu jawabannya?"
"Kenapa?"
"Kalau sekarang gue mengundurkan diri rasanya gak tepat. Pemilik toko sudah mulai percaya sama gue. Susah membangun rasa percaya orang jadi setelah masa percobaan gue selesai pamit sama dia"
"Jadi masih mau menunjukkan kalau lo orang yang bisa dipercaya?"
Sherli mengangguk pelan.
"Semoga kejadian yang lo alami gak terulang lagi. Suatu hari lo akan ke luar kota, bukan?"
Sherli cuma tersenyum.
"...tapi nantinya gue akan pulang jadi bisa menghadapi" lanjut Sherli.
"Iya gue paham. Maksud gue suatu hari nanti lo pasti ke luar kota?"
Sherli berpikir.
"Gak? Kenapa?"
"Ternyata benar kata mama gue lebih baik hidup di kota sendiri"
"Akhirnya lo menyadari maksud mama lo keras"
"Ya...tapi kadang mama gue juga keterlaluan"
"Lo anaknya, bukan? Seharusnya sudah biasa menghadapi sifat mama lo"
"Kadang gue sampai menangis"
Ella tertawa pelan. Seminggu sudah lewat. Sherli pikir semuanya akan baik saja tapi ternyata semua yang direncanakan Sherli luput karena dirinya dipertemukan lagi dengan Kres. Kres datang ke toko A dan mau menjual cincin. Sekarang justru Sherli yang melayani karena dua temannya tidak masuk jadi di sana hanya ada satu temannya yang lain, pemilik dan Sherli.
"Tidak bisa lebih?"
"Itu sudah dapat harga dari Kakaknya sendiri"
"Kakak?"
"Maksud saya pemiliknya" kata Sherli dengan menunjuk pemilik toko menggunakan wajahnya.
Kres melihat pemilik yang ada di dalam ruangan berkaca.
"Yakin mau dijual?" tanya Sherli hati-hati.
"Kenapa tidak yakin?"
"Yakin?" tanya Sherli pelan.
Kres berpikir keras dan akhirnya tersenyum simpul.
"Lagi? Senyumannya?" pikir Sherli dengan mengerjap.
"Yakin" kata Kres.
Akhirnya Sherli melakukan transaksi dengan Kres. Kres melihat nota yang diketik komputer oleh Sherli.
"Gimana ceritanya bisa kerja di sini?"
"Panjang, Pak"
"Sebenarnya saya merasa konyol dengan kamu"
"Kenapa?"
"Pikiran kamu" pikir Kres.
"Memangnya seperti cincin pernikahan?"
"Cincin ini polos"
"Coba lihat. Ada namanya?"
"Mana saya tahu"
"Makanya dilihat"
Sherli melihat sebentar Kres dengan penuh hati-hati karena tatapannya beda. Sherli mulai meneliti dengan pelan.
"Tidak..."
"Lalu?" potong Kres.
Sherli merasa tidak mengerti dan melihat Kres lalu tidak sengaja melihat lambang di seragam dinas Kres dan Sherli jadi berpikir keras.
"Tingkatan Bapak apa ya?"
Kres mengangkat salah satu alisnya.