NovelToon NovelToon
Menaklukan Hati Ceo

Menaklukan Hati Ceo

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Dikelilingi wanita cantik
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: tanier alfaruq

seorang CEO cantik, seksi, dan galak, yang terjebak dalam dinamika dunia kerja dan cinta. Dia harus menghadapi tantangan dari mantan suaminya, mantan pacar Tanier, dan berbagai karakter wanita seksi lainnya yang muncul dalam hidupnya. Tanier, karyawan Lieka yang tampan, sabar, dan kocak, berjuang untuk memenangkan hati Lieka dan membantu perusahaan mereka bertahan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanier alfaruq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4: Tekanan di Tempat Kerja

Keesokan harinya, Lieka tiba di kantor dengan perasaan campur aduk. Meskipun dia senang dengan kemajuan yang telah dia buat dengan Tanier, tekanan di tempat kerja tidak bisa diabaikan. Hari ini, dia memiliki rapat penting dengan dewan direksi dan investor yang akan menentukan arah perusahaan dalam beberapa bulan ke depan.

Setelah menyapa rekan-rekannya dengan senyuman yang berusaha ia paksakan, Lieka masuk ke ruang rapat. Tanier sudah ada di sana, menyiapkan presentasi. Melihat Tanier berdiri dengan percaya diri, berbalut jas rapi dan kemeja putih, Lieka merasa sedikit lebih tenang. Namun, saat dia melirik ke arah pintu masuk, Sundari muncul dengan kehadiran yang mencolok, mengenakan gaun merah yang menarik perhatian semua orang.

“Maaf saya terlambat,” ucap Sundari, dengan nada manja dan senyum menggoda. Dia duduk di samping Tanier, seolah-olah ingin menampilkan kedekatan di depan Lieka.

Lieka menahan napas, berusaha fokus pada agenda rapat. Dia tahu Sundari mencoba memainkan permainan psikologis, dan itu membuatnya merasa tidak nyaman. “Baiklah, mari kita mulai,” kata Lieka dengan suara tegas, mengalihkan perhatian semua orang ke presentasi.

Tanier memulai presentasi dengan penuh semangat. “Hari ini, kita akan membahas strategi pemasaran baru dan bagaimana kita dapat meningkatkan pangsa pasar kita,” jelasnya dengan percaya diri.

Sementara Tanier berbicara, Lieka tidak bisa menahan diri untuk tidak memperhatikan interaksi antara Tanier dan Sundari. Setiap kali Sundari berusaha menyela atau memberi komentar, Tanier berusaha menjaga profesionalisme, tetapi Lieka bisa melihat sinar keengganan di mata Tanier.

Saat rapat berlangsung, tekanan dari para investor mulai terasa. Mereka mempertanyakan proyeksi keuntungan dan menuntut jawaban konkret. Lieka mencoba menjelaskan strategi mereka dengan baik, tetapi setiap kali dia berbicara, Sundari seolah-olah berusaha mengganggu dan meragukan kemampuannya.

“Jadi, menurut Anda, kita bisa mengandalkan ide-ide ini untuk meningkatkan pendapatan?” tanya salah satu investor, mengalihkan perhatian kepada Lieka.

“Ya, dengan penyesuaian yang tepat dan kolaborasi tim yang baik, saya yakin kita bisa mencapai target tersebut,” jawab Lieka, berusaha terdengar meyakinkan. Namun, saat dia berbicara, Sundari kembali menyela.

“Namun, saya pikir kita perlu mempertimbangkan risiko yang ada. Mengandalkan satu strategi bisa sangat berbahaya,” ucap Sundari dengan nada menyudutkan.

Lieka merasakan kemarahan yang mendidih di dalam dirinya. “Sundari, saya menghargai pandangan Anda, tetapi kita telah melakukan riset mendalam untuk menyusun strategi ini. Kami yakin bahwa ini adalah langkah yang tepat untuk masa depan perusahaan,” kata Lieka dengan tegas.

Setelah beberapa kali adu argumen, akhirnya rapat berakhir, tetapi suasana di dalam ruang rapat terasa tegang. Lieka merasa lelah dan frustrasi. Begitu keluar dari ruang rapat, dia menemukan Tanier menunggu di luar.

“Lieka, kamu luar biasa di rapat tadi. Saya tahu itu sulit, terutama dengan semua tekanan dari investor dan Sundari,” ujar Tanier, memberi Lieka senyuman dukungan.

“Terima kasih, Tanier. Tapi rasanya seperti Sundari hanya ingin mencari kesalahan saya,” jawab Lieka, menghela napas panjang.

“Kamu sudah melakukan yang terbaik. Jangan biarkan dia memengaruhi kepercayaan dirimu,” kata Tanier, menggenggam bahu Lieka dengan lembut.

Lieka merasakan ketenangan saat Tanier berbicara. “Kita perlu merencanakan sesuatu untuk mengalihkan pikiran kita. Mungkin kita bisa pergi keluar untuk makan malam lagi?” tawar Tanier.

“Ya, saya pikir itu ide yang bagus,” jawab Lieka, merasa bersyukur memiliki Tanier di sisinya.

Namun, saat mereka berbalik untuk meninggalkan kantor, Sundari muncul lagi, kali ini dengan senyuman yang terlihat tidak tulus. “Hei, Tanier. Kita sepertinya harus mengadakan rapat lebih sering. Kita tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama, bukan?” ucap Sundari, mengalihkan perhatian Tanier darinya.

Lieka merasa hatinya tertekan. “Sundari, jika kamu tidak ada di sini untuk mendukung tim, sebaiknya kamu pergi,” tegas Lieka, tidak ingin mundur menghadapi tantangan.

“Oh, jangan terlalu emosional, Lieka. Semua orang tahu betapa ‘menawannya’ kamu ketika marah,” kata Sundari dengan nada sarkastis, membuat Lieka merasa darahnya mendidih.

Setelah Sundari pergi, Tanier menatap Lieka. “Kamu sangat kuat, Lieka. Saya bangga padamu. Jangan biarkan dia mempengaruhi kamu,” ucapnya dengan tulus.

Lieka tersenyum kecil, merasa sedikit lebih baik. “Terima kasih, Tanier. Kita akan menghadapi ini bersama, bukan?”

“Ya, bersama,” kata Tanier, menatap mata Lieka dengan penuh keyakinan.

Mereka berjalan keluar dari gedung kantor, dan Lieka merasa ada harapan di tengah semua tekanan yang dihadapinya. Namun, dia tahu bahwa jalan yang harus mereka tempuh tidak akan mudah. Dengan Tanier di sisinya, dia merasa siap untuk menghadapi tantangan yang ada, meskipun mereka harus berjuang melawan ancaman dari Sundari dan mantan suaminya yang selalu siap menyerang.

Setelah pertemuan yang melelahkan, Lieka dan Tanier memutuskan untuk mencari ketenangan sejenak di sebuah kafe kecil di dekat kantor. Suasana kafe yang tenang dengan cahaya lembut membuat Lieka merasa sedikit lebih rileks. Mereka duduk di meja pojok, jauh dari keramaian, dan memesan minuman favorit mereka.

“Jadi, bagaimana rencanamu untuk menghadapi Sundari?” tanya Tanier, sambil mengaduk kopi hangatnya.

Lieka menatap cangkirnya, memikirkan kembali semua kata-kata pedas yang dilontarkan Sundari. “Aku harus tetap profesional, Tanier. Dia mungkin hanya mencoba menggangguku, tapi aku tidak bisa membiarkannya memengaruhi keputusanku,” jawabnya, berusaha terdengar tegas.

Tanier mengangguk. “Aku tahu kamu bisa melakukannya. Tapi jika ada yang membuatmu tidak nyaman, jangan ragu untuk memberi tahu aku. Kita bisa menghadapinya bersama,” ucapnya, memberikan dukungan yang sangat Lieka butuhkan.

Lieka tersenyum, merasakan kenyamanan dalam dukungan Tanier. “Terima kasih, Tanier. Itu berarti banyak bagiku. Kadang, aku merasa terjebak antara menjadi CEO dan juga ingin memiliki kehidupan pribadi yang bahagia.”

Mereka melanjutkan percakapan, membahas berbagai hal—dari pekerjaan hingga mimpi-mimpi masa depan. Tanpa disadari, waktu berlalu begitu cepat, dan mereka berdua larut dalam obrolan yang menyenangkan.

Setelah selesai, Lieka merasa lebih segar dan siap menghadapi tantangan di depan. Namun, saat mereka keluar dari kafe, ponsel Lieka berbunyi. Dia melihat nama mantan suaminya, Sugi, muncul di layar. Rasa tegang menyelimuti hatinya.

“Tanier, aku... aku harus menjawab ini,” ucap Lieka, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

“Baiklah. Aku akan menunggu di sini,” jawab Tanier, memberikan ruang bagi Lieka untuk berbicara.

Lieka menjawab panggilan dan berusaha menjaga suaranya tetap tenang. “Halo, Sugi. Ada apa?”

“Lieka, aku perlu bicara denganmu. Ini penting,” jawab Sugi dengan nada mendesak.

“Kalau penting, sebaiknya kita bertemu langsung,” balas Lieka, berusaha tidak terjebak dalam permainan emosionalnya.

Setelah berdebat selama beberapa menit, mereka sepakat untuk bertemu di sebuah restoran. Lieka merasa sedikit cemas, tetapi dia tahu bahwa dia perlu menghadapi masalah ini.

Selesai berbicara, Lieka berjalan kembali ke tempat Tanier menunggu. Ekspresi wajahnya menunjukkan kekhawatiran. “Apa yang terjadi?” tanya Tanier, segera melihat perubahan raut wajah Lieka.

“Dia ingin bertemu,” jawab Lieka dengan nada datar, berusaha menyembunyikan perasaannya.

Tanier mengerutkan kening. “Kamu yakin ingin melakukannya? Dia mungkin hanya ingin membuatmu merasa tidak nyaman lagi.”

“Aku harus menyelesaikan ini. Aku tidak bisa membiarkannya terus menerus menggangguku,” ucap Lieka, dengan tekad yang kuat.

Tanier menghela napas. “Baiklah. Tapi ingat, aku di sini untukmu. Jangan ragu untuk memanggilku jika kamu butuh dukungan.”

Lieka mengangguk, berterima kasih atas perhatian Tanier. Mereka berpisah, dan Lieka melangkah ke restoran dengan perasaan campur aduk. Sugi sudah menunggu di dalam, terlihat tegang.

“Lieka, terima kasih sudah datang,” ucap Sugi, terlihat cemas.

“Ada apa, Sugi? Kenapa kamu memanggilku?” tanya Lieka, langsung ke pokok permasalahan.

“Aku hanya ingin bicara tentang anak-anak,” jawab Sugi, berusaha terlihat tenang.

Lieka merasa hatinya bergetar mendengar kata “anak-anak.” Mereka memiliki dua anak, dan meskipun mereka sudah berpisah, dia tetap menganggapnya sebagai bagian terpenting dalam hidupnya. “Apa yang ingin kamu katakan?” tanya Lieka, mencoba menjaga ketenangannya.

“Aku merasa kamu tidak memberikan perhatian yang cukup untuk mereka. Mereka merindukanmu,” Sugi mulai berujar, nada suaranya menunjukkan kekhawatiran yang tulus.

Lieka terdiam sejenak. “Aku bekerja keras untuk memberikan yang terbaik untuk mereka. Tetapi aku juga harus membangun karierku,” jawabnya, berusaha menjelaskan.

“Aku tahu, tetapi bisa tolong luangkan waktu untuk mereka? Mereka butuh ibunya,” Sugi melanjutkan.

Dengan rasa bersalah yang menggelayuti hatinya, Lieka mengangguk. “Aku akan mencoba. Aku berjanji akan meluangkan waktu lebih banyak untuk mereka.”

Sugi tersenyum, tetapi Lieka tahu ada banyak hal yang belum mereka bicarakan. “Ada satu hal lagi,” lanjut Sugi. “Aku ingin kamu tahu, aku masih peduli padamu.”

Lieka merasa jantungnya berdebar. “Sugi, kita sudah berpisah. Aku sudah move on. Sekarang, aku lebih fokus pada karierku dan anak-anak,” jawab Lieka dengan tegas.

Setelah beberapa saat berbicara, Lieka memutuskan untuk kembali. Saat keluar dari restoran, dia merasa lelah dan bingung. Namun, keputusan untuk kembali ke Tanier terasa benar.

Tanier menunggu di luar dengan senyuman. “Bagaimana?” tanyanya, memberi Lieka perasaan hangat.

“Itu sulit, tetapi aku merasa lebih baik sekarang. Terima kasih sudah bersabar menunggu,” ucap Lieka, merasa lega saat berada di dekat Tanier.

Mereka berjalan kembali menuju mobil, dan Tanier mengalihkan perhatian Lieka dengan candaan-candaan konyol. Dia tahu, meskipun dunia di sekitar mereka terasa rumit, ada harapan di antara mereka.

Saat malam semakin larut, Lieka menyadari bahwa Tanier adalah alasan dia bisa menghadapi segala tekanan di tempat kerja dan kehidupan pribadinya. Dia merasa beruntung memiliki seseorang yang memahami dan mendukungnya.

Ketika mereka tiba di mobil, Tanier menatap Lieka dengan penuh perhatian. “Kamu tahu, kadang-kadang yang terpenting adalah memberi dirimu sendiri waktu untuk beristirahat. Tidak ada salahnya bersantai sejenak,” sarannya.

“Ya, aku tahu. Aku berjanji akan mencoba lebih banyak untuk tidak terlalu stres. Mungkin kita bisa menghabiskan waktu di tempat yang menyenangkan akhir pekan ini,” jawab Lieka, merasa semangat kembali.

“Bagaimana kalau kita pergi ke pantai? Angin segar dan suasana santai bisa membuat kita lebih tenang,” usul Tanier.

“Setuju! Aku butuh waktu untuk melupakan semua ini,” kata Lieka, tersenyum lebar.

1
Leviathan
4 like mendarat, semangat, jgn lupa mampir juga saling bantu di chatt story ane
Tanier Alfaruq: ok siap
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!