Kisah perjuangan hidup gadis bernama Cahaya yang terpaksa menjalani segala kepahitan hidup seorang diri, setelah ayah dan kakak tercintanya meninggal. Dia juga ditinggalkan begitu saja oleh wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini.
Dia berjuang sendirian melawan rasa sakit, trauma, depresi dan luka yang diberikan oleh orang orang yang di anggapnya bisa menjaganya dan menyayanginya. Namun, apalah daya nasibnya begitu malang. Dia disiksa, dihina dan dibuang begitu saja seperti sampah tak berguna.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Akankah Cahaya menemukan kebahagiaan pada akhirnya, ataukah dia akan terus menjalani kehidupannya yang penuh dengan kepahitan dan kesakitan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14 Mimpi buruk
Sore ini sebelum pulang, Aya mampir ke studio photo mbak Wi dekat kampus sebelah. Ada pemotretan sore ini untuk koleksi terbaru mbak Wi yang akan diluncurkan akhir minggu ini.
"Hai cantikku." sapa Esi yang selalu memakaikan make up saat Aya pemotretan.
"Mbak makin cantik aja." puji Aya.
"Idih, kamu mah bisa aja. Kamu loh yang makin cantik sayangku."
Esi ini pria kemayu yang baik hati dan selalu membuat suasana menjadi lebih hidup dan dia maunya dipanggil mbak.
"Mbak Wi gak datang ya, mbak?" tanya Aya saat tidak menemukan pemilik studio ini.
"Datang tapi telat. Jemput sepupunya dulu katanya."
Aya mengangguk paham, kemudian dia masuk ke ruang ganti untuk berganti pakaian yang akan diphoto sore ini. Setelah itu baru deh di makeup. Setelah itu lanjut pemotretan. Dan kini Aya pose di depan kamera. Dia sudah berganti pakaian sebanyak tiga kali. Dan hasil photonya tentu saja memuaskan seperti biasanya.
Saat bersamaan Windi datang bersama Aisyah, sepupunya yang akan dia minta untuk menjadi model koleksi busana muslimnya yang juga akan diluncurkan awal bulan depan.
"Hai hai..." sapa Windi pada semua tim nya.
"Eh mbak Wi udah datang." Sambut Esi.
"Iya dong. Eh kenalin ini sepupu aku." mengenalkan Aisyah.
"Halo, mas. Saya Aisyah." sapanya pada Esi dengan memanggil mas.
"Aduh duh, jangan panggil mas. Aku sukanya di panggil mbak Esi aja, cantik."
"Eh gitu ya? Maaf."
"It's oke cantik." jawab Esi dengan gerakan kemayunya kemana mana.
"Udah baju yang ke berapa sekarang, Esi?" tanya Windi.
"Yang ke tiga, mbak Wi. Masih ada dua baju lagi."
Windi mengangguk sambil menatap kearah Cahaya yang masih berpose di depan kamera.
"Cantik ya mbak dia." gumam Aisyah.
"Cantik banget. Dia itu model kesayangan mbak loh, dek. Mau baju model apapun terlihat bagus kalau dia yang pakai." celoteh Windi memuji Cahaya.
"Kenapa gak langsung dia aja yang dijadikan model busana muslimnya mbak?" tanya Aisyah penasaran.
"Dia gak mau. Gak pantas katanya."
"Kenapa?"
"Gak tau juga apa alasannya. Hanya saja mbak sangat menghargai keputusannya dan tidak akan mencampuri privasinya." tutur Windi yang membuat Aisyah mengangguk paham.
Cahaya sudah selesai, kini saatnya berganti ke baju berikutnya, tapi di panggil Windi untuk duduk di dekatnya.
"Iya mbak!" Seru Aya dengan suara lembutnya itu yang membuat Aisyah terpesona.
"Ini sepupu ku. Namanya Aisyah. Kenalan dulu dong..."
"Halo kak Aisyah. Aku Cahaya." sapa Aya sambil mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Aisyah.
"Aku Aisyah. Kamu cantik sekali."
"Terimaksih, tapi kak Aisyah jauh lebih cantik." puji Aya.
"Ay, gimana kalau kamu duet aja sama Aisyah untuk koleksi busana muslim?" tanya Windi tiba tiba.
"Ide yang bagus, mbak. Lagian aku juga gak bisa pose di depan kamera." sahut Aisyah setuju.
"Maaf mbak Wi, kak Aisyah, aku tidak bisa."
"Kenapa? Kamu cantik loh, Cahaya. Aku yakin kamu akan terlihat lebih cantik pakai hijab." celoteh Aisyah seakan dia sudah mengenal Aya cukup lama.
"Bagi orang orang seperti kalian, orang orang sepertiku akan terlihat cantik memakai jilbab. Tapi, asal kalian tahu, tidak semua orang mudah luluh dengan pujian seperti itu." jawab Aya kesal.
Dia benar benar tidak suka dengan Aisyah yang memujinya cantik jika berhijab. Pujian itu terdengar seperti hinaan ditelinga Aya. Terlebih Aisyah baru mengenalnya hari ini, mengapa dia bisa dengan mudah berkata seperti itu.
"Ay, mbak minta maaf..." Windi tahu Aya sedang dalam mood yang buruk sore ini.
"Gak apa mbak. Harusnya aku yang minta maaf karena berkata kasar sama sepupu mbak Wi."
"Gak gitu kok, Cahaya. Aku yang minta maaf, karena membuat kamu tersinggung." ucap Aisyah yang merasa tidak enak hati.
Aya hanya membuang napas asal, lalu dia segera masuk ke ruang ganti untuk berganti pakaian dan melanjutkan pemotretan.
Selesai pemotretan Aya langsung pulang dengan perasaan yang masih kesal dengan cara Aisyah yang sok asik dan sok mengenalnya.
Aya tiba di rumah dalam keadaan lelah. Kepalanya pusing dan dia bahkan sampai muntah.
Meninggalkan Aya, malam ini Kai justru sedang di sirkuit balap bersama Elang. Mereka balapan tiga kali putaran dan dimenangkan oleh Elang. Itu karena Kai tampak tidak bersemangat, galau karena Aya tidak membalas pesannya dan terus memblokir nomornya.
"Bro, saran gue lebih baik lu berhenti deh ngejar Cahaya. Sepertinya dia benaran gak mau sama lu."
"Gak bisa bro. Hati gue udah mentok di dia. Semuanya sudah menjadi miliknya."
"Lu kenal dia di malam party ulang tahun cewek gue kan?"
"Hmm."
"Jangan bilang lu udah tidur..."
"Enak aja. Gak lah. Dia bukan cewek kek gitu." Kilah Kai yang mencoba melindungi Aya. Dia tidak ingin Elang berpikiran buruk tentang pujaan hatinya itu.
"Ya kali. Habisnya gue bingung aja kok bisa seorang Kai langsung kecantol sama tu cewek, gimana ceritanya?"
"Bro, cinta itu gak membutuhkan apapun. Cinta bisa datang kapan saja tanpa mengenal waktu dan tempat dan gue percaya itu karena gue sedang mengalaminya saat ini."
Elang menggeleng geleng mendengar penuturan sahabatnya itu. Sebenarnya dia sangat penasaran, mengapa seorang Kai bisa jatuh hati pada gadis seperti Cahaya. Dimata Elang, Cahaya tidak terlalu cantik. Tidak ada yang spesial selain postur tubuhnya yang memang dia akui bagus banget.
"Gue rasa lu cuma penasaran karena gak bisa tidur sama dia, bro."
Kalimat itu membuat Kai terdiam, tatapannya kosong karena pikirannya berkeliaran membayangkan malam panasnya bersama Cahaya waktu itu.
"Gak bro. Mungkin dia memang menggiurkan, tapi gue gak hanya menginginkan itu. Gue benar benar jatuh cinta sama dia. Gue mau melindungi dia, gue selalu mengkhawatirkan dia saat dia gak balas pesan gue. Gue takut dia kenapa kenapa. Itu yang gue rasakan."
"Lu jatuh terlalu dalam untuk Cahaya. Oke, gue akan coba bicara sama cewek gue, supaya dia mau bicara sama Cahaya untuk bisa memberi lu kesempatan."
"Thanks bro." Ucap Kai yang mulai memakai perlengkapan balapnya.
Setelah mereka siap, segera dua pembalap hebat itu pun berpacu kembali disirkuit balap milik Elang itu.
Kembali ke kontrakan, Aya terlihat gelisah dalam tidurnya. Dia mengalami mimpi menakutkan itu lagi.
"Jangan. Tidakkk."
"Tolong... Aku takuttt."
"Tolonggg!!!" Jeritnya dan dia terbangun.
Hiks...
"Akh... Aaaaaa..." Aya menangis lagi, berteriak sambil membekap erat mulutnya.
Saat bersamaan pesan masuk dari Kai.
"Tolong berhenti mengirim pesan padaku. Aku benci!!" teriaknya dalam tangisannya.
Kepalanya pusing, rasanya ingin pecah. Perutnya mual, membuatnya ingin kembali muntah. Kenangan masa lalu yang menakutkan itu terus menghantuinya dalam mimpi. Aya benar benar tidak tahan lagi.
"Tuhan, tolong ambil nyawaku. Aku tidak sanggup lagi hidup seperti ini..."
Hp nya bergetar, panggilan masuk dari Kai sudah berkali kali.
"Berhenti menelponku. Tinggalkan aku sendirian."
"Tolong jangan ganggu aku lagi..."
"Tidak ada yang menginginkan aku. Pada akhirnya kalian akan membuangku seperti sampah..."
"Ahkggggrrr..."
Aya membenamkan wajahnya pada permukaan bantal sambil berteriak dan menangis.
"Aku capek. Tolong akhiri hidupku Tuhan. Jangan biarkan aku bangun lagi besok pagi. Aku tidak mau melihat matahari lagi. Aku capek..."
Kai terus mencoba menelpon Aya begitu dia selesai balapan. Entah mengapa dia sangat mengkhawatirkan Aya saat ini.
"Angkat Cahaya. Tolong angkat sekali ini saja. Aku merindukanmu setengah mati!" Teriaknya menatap layar hp nya.
"Cahaya, angkat sayang. Aku khawatir. Setidaknya izinkan aku mendengar suaramu untuk memastikan kamu baik baik saja." Gumamnya putus asa.
Elang hanya bisa menepuk pelan pundak sahabatnya itu, baru kali ini Elang melihat pria sekuat Kai memperlihatkan kelemahannya seperti ini. Kini Elang paham, betapa Kai sangat mencintai Cahaya. Dan dia yakin. apa yang Kai rasakan malam ini, sama seperti yang dia rasakan saat mengkhawatirkan Mentari.
Semangat kakak Author, ditunggu kelanjutannya 💪
Author berhasil membuatku menangis 👍
Semangat kakak Author 💪