NovelToon NovelToon
Gadis Di Rumah Itu

Gadis Di Rumah Itu

Status: tamat
Genre:Tamat / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Hantu
Popularitas:53.4k
Nilai: 5
Nama Author: Dela Tan

Sulit mencari pekerjaan, dengan terpaksa Dara bekerja kepada kenalan ibunya, seorang eksportir belut. Bosnya baik, bahkan ingin mengangkatnya sebagai anak.

Namun, istri muda bosnya tidak sepakat. Telah menatapnya dengan sinis sejak ia tiba. Para pekerja yang lain juga tidak menerimanya. Ada Siti yang terang-terangan memusuhinya karena merasa pekerjaannya direbut. Ada Pak WIra yang terus berusaha mengusirnya.

Apalagi, ternyata yang diekspor bukan hanya belut, melainkan juga ular.
Dara hampir pingsan ketika melihat ular-ular itu dibantai. Ia merasa ada di dalam film horor. Pekerjaan macam apa ini? Penuh permusuhan, lendir dan darah. Ia tidak betah, ia ingin pulang.

Lalu ia melihat lelaki itu, lelaki misterius yang membuatnya tergila-gila, dan ia tak lagi ingin pulang.

Suatu pagi, ia berakhir terbaring tanpa nyawa di bak penuh belut.
Siapa yang menghabisi nyawanya?
Dan siapa lelaki misterius yang dilihat Dara, dan membuatnya memutuskan untuk bertahan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dela Tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14. Jejak-Jejak Cinta

Dara meringkukkan tubuh seperti posisi janin di dalam rahim ibu. Ia merasa kedinginan, kulitnya bahkan sampai merinding. Ia meraba-raba mencari sosok Damar, ingin mendapatkan kehangatan dalam pelukannya.

Namun… tidak ada siapa-siapa. Dara terbangun sendirian. Damar sudah pergi, meninggalkan hanya jejak sisa gelora cinta mereka semalam. Mata Dara telah sepenuhnya terbuka. Masih berbaring lemas dengan sekujur tubuh yang terasa ngilu.

Dara merasa sedikit kehilangan, tetapi juga penasaran. Siapakah Damar sebenarnya? Apa rahasia yang disimpannya? Mengapa dia muncul dan menghilang dengan sangat misterius? Dia bukan hanya telah membuat Dara tergila-gila, tetapi juga semakin menggelitik rasa ingin tahunya.

Dara bangkit dan duduk. Ia tidak tahu ini jam berapa. Di gubuk itu tidak ada apa-apa. Bahkan ternyata ia hanya berbaring di lantai dingin, padahal semalam sepertinya mereka bergumul di atas tempat tidur. Atau mungkin kepalanya terlalu ditutupi kabut nafsu sehingga tidak memedulikan apa pun lagi selain menikmati sentuhan Damar.

Dara segera meraup pakaiannya yang berserakan, mengenakan kembali satu per satu. Ia harus segera pulang, atau ada yang akan menyadari bahwa ia tidak ada.

Hari masih sangat dini. Langit masih berwarna abu-abu muda, matahari belum muncul. Dari warna langit, Dara memperkirakan mungkin ini belum jam enam.

Dara melangkah sambil sesekali mengernyit, merasakan perih di area kewanitaannya. Sepanjang perjalanan pulang, Dara tak mampu menghentikan senyum yang terkadang singgah tanpa bisa ia tahan. Bibirnya tertarik ke sisi kiri dan kanan begitu saja. Di pelupuk matanya masih terbayang adegan dirinya bergumul penuh gejolak hasrat dengan Damar.

‘Apa yang akan dipikirkan Mama dan Papa jika mereka tahu aku sudah menyerahkan keperawananku pada orang asing? Kami bahkan melakukannya berkali-kali, dan aku berencana akan tetap melakukannya besok dan besoknya lagi?’ Bahkan ketika berpikir seperti ini, Dara tidak menyesali apa yang telah ia perbuat.

Dorongan untuk memutar balik kakinya malah lebih kuat, alih-alih kembali ke rumah Oom Bernard, Dara ingin berbalik ke gubuk Damar saja. Meskipun itu gubuk yang buruk, bukan gedung mewah seperti rumah Oom Bernard, Dara merasa dirinya seharusnya berada di sana, bersama Damar, merajut cinta setiap hari, setiap saat.

Pikirannya masih dipenuhi Damar, dan bibirnya masih tersenyum, ketika kakinya telah tiba di depan gerbang rumah Oom Bernard. Dara bersiap mendorong pintu besi itu, ketika mendadak pintu terbuka.

Tubuh Dara terdorong ke depan, hampir terjerembab. Tetapi sebuah tangan yang kuat menahannya agar tidak jatuh.

Dara mengangkat kepala, dan senyumnya seketika lenyap. Pak Wira.

Pak Wira memelototinya penuh-penuh, hampir seolah ingin menelannya bulat-bulat.

“Dari mana lo? Pagi-pagi buta udah keluyuran?!”

Dara tidak menjawab. Ia merasa tidak wajib menjawab Pak Wira. Dia bukan atasannya. Dara bekerja pada Oom Bernard. Ia bukan bawahan Pak Wira, apalagi Siti.

Dara melangkah masuk tanpa mengindahkan Pak Wira yang bergeming di pintu, tetap menatapnya tanpa berkedip, bahkan hampir memutar tubuh seiring langkah Dara yang semakin masuk.

Dara bersikap masa bodoh. Yang ia pedulikan sekarang adalah harus segera menelepon Papa, mengatakan bahwa ia tidak lagi ingin pulang. Papa juga tidak perlu lagi datang berkunjung. Kasihan dia harus jauh-jauh ke sini, mana harus buang uang untuk menyewa mobil. Itu semua tidak perlu lagi.

Di dalam kamarnya, Dara segera memijit nomor rumah. Papa sendiri yang menjawab.

“Pa, Papa masih belum menyewa mobil kan?” Dara bertanya tanpa basa-basi.

“Maaf Dara, Papa masih sibuk, kebetulan ada pesanan kue dalam minggu ini. Lumayan untuk menambah bekal. Jadi Papa belum sempat.” Suara Papa penuh penyesalan.

“Ooh… bagus Pa. Kebetulan. Papa gak usah ke sini, Dara udah gak apa-apa kok.” Dara malah merasa lega.

“Loh? Apakah mereka sudah bersikap baik? Oom Bernard sudah kembali ke Indonesia?”

“Belum Pa. Tapi Dara sudah punya teman.”

“Sudah punya teman? Dari mana? Memang Dara bisa keluar-keluar?” Papa terdengar heran.

“Enggak, Pa. Dia karyawan sini juga. Dia baik sama Dara. Setidaknya ada satu yang bisa jadi teman. Jadi Dara sudah tidak merasa sendirian. Pokoknya Papa gak usah ke sini ya, maaf Dara udah cengeng.” Dara terkekeh di akhir kalimatnya.

“Syukurlah kalau begitu. Dara yakin Papa gak usah ke sana?”

“Iya Pa, sayang uangnya. Lagi susah begini, lebih baik ditabung kan?” Dara meyakinkan.

“Baiklah kalau begitu. Dara baik-baik ya, dan salam untuk Oom Bernard.”

Dara mengakhiri panggilan telepon dan mengembuskan napas lega. Ini adalah tempaan agar dirinya dewasa. Mungkin situasi buruk ini untuk melatih dirinya agar tahan banting.

‘Untunglah Tuhan menciptakan orang bernama Damar,’ Dara mengenang dengan perasaan hangat, dan kembali tersenyum-senyum.

Ia lalu berjalan untuk mengambil gayung berisi peralatan mandi. Sekujur tubuhnya tidak terlewat satu inci pun dari jilatan Damar. Meskipun terasa jorok jika dibayangkan sekarang, semalam Dara sangat tergila-gila akan rasanya. Sebenarnya ia merasa sayang jika mandi, karena jejak Damar akan terhapus.

‘Tapi aku bisa menyelinap pergi ke sana lagi malam ini, untuk meminta dia mengulanginya. Ternyata itu sangat enak.’ Pikiran itu membuat pipinya panas, merasa dirinya sangat mesum.

Sebelum pergi ke kamar mandi, Dara memandang bayangan dirinya di cermin. Dan tersentak.

Di lehernya, banyak jejak cinta berwarna kemerahan. Bukan hanya satu dua, banyak. Benar-benar jelas dan nyata. Pantas saja Pak Wira tadi memelototinya. Sekarang, Dara panik.

Dengan tergesa, ia membuka pakaian dan menatap tubuhnya di cermin. Di sekujur tubuhnya, lebih banyak lagi jejak cinta yang ditinggalkan Damar. Sebagian masih berwarna kemerahan, menunjukkan itu masih baru, mungkin yang ditinggalkan tadi subuh. Sebagian sudah agak ungu kehitaman, mungkin itu yang paling awal di malam kemarin.

Dara tertegun. Yang di tubuhnya bisa ditutupi dengan pakaian. Lalu bagaimana yang di leher? Jika Pak Wira hanya memelototinya, ia tak yakin Siti tak akan berkomentar. Dan komentarnya pasti sepedas dan sehina mungkin, karena ini kesempatan untuk menyerang Dara. Bahkan Dara yakin, Siti pasti melapor pada Tante Mir.

Dara bukan gadis yang suka mengenakan make-up, jadi tidak memiliki foundation untuk menutupi jejak-jejak di lehernya. Ia berpikir keras. Ketika tidak menemukan solusi, ia pasrah.

Masa bodoh. Siti bukan atasannya, biarkan ia berkomentar semaunya. Jika semua orang memusuhinya, selama Oom Bernard belum kembali, ia akan tinggal bersama Damar saja.

‘Ini hidupku dan tubuhku. Tidak ada yang berhak menilainya. Hanya aku yang memiliki hak sepenuhnya atasnya.’

Dengan pikiran seperti itu, Dara melangkah ke luar kamar. Ia sudah bertekad, tak akan menjawab apa pun yang dilontarkan Siti atau Pak Wira.

Benar saja, ketika berpapasan dengan Siti. Siti menoleh sampai lehernya hampir terpuntir.

“Heh, itu cupang dapat dari mana? Giiila... semalam pergi ke mana sih, tiba-tiba dapat stempel segitu banyak? Dasar gatel. Diem-diem ternyata lo menyelinap pergi ya?”

Dara tetap berderap ke kamar mandi, menulikan telinga.

1
Rina Indriani
bilang aja keguguran deh
Rina Indriani
owalah. Damar hantu rupanya
Rina Indriani
damar apa makhluk gaib
Rina Indriani
kok jd gitu???
kuaci
aku mampir thor
Rina Indriani
kenapa ya? penasaran deh...
Rehaan Aamir
Gilaaaa Bab Awal Aja Udah Se Misterius Ini Jln Crt Nya....Gmn Gk Bikin Penasaraaann Buat Ngikuti Alur Selanjutnya....
Kustri
g bs dipersingkat apa,
byk yg qu skip krn byk yg g penting
Kustri
tak skip, maaf yo
estycatwoman
nice
Astuti Puspitasari
Alur maju mundur di cerita ini dikemas dengan sangat apik, keren banget novelnya. Semangat terus berkarya thor 🥰
Dela Tan: terima kasih 🙏
total 1 replies
Kustri
Luar biasa
Ridho Widodo
pp Dara go blok
Kustri
misteri nih, knp anggota badan pa wira hilang 1-1

karyawan baru emg hrs byk belajar g salah jg mirna menyuruh bangun dini hari
αʝιѕнαкα²¹ᴸ
good, rekomended!
αʝιѕнαкα²¹ᴸ
Dari sinopsis, alur utama cerita MC-nya Dara, tapi Dara malah diceritakan hanya sampai bab 19. Sedang bab 20-57 menurut saya hanya cerita pendukung. Disajikan terpisah seperti itu membuat novel ini seperti dua cerita yang berbeda, bukan kesatuan. Andaikan saja bab 20-57 disajikan sebelum bab 19 seiring dg perjalanan cinta Dara dan Damar, dan novel diakhiri dengan kematian Dara, mungkin damage yg didapat ketika mengikuti cerita ini menjadi luar biasa. Btw, thanks untuk hiburannya. Sehat dan sukses selalu. Salam kenal 🙂
Dela Tan: Kamu benar, mulai bab 20 memang bagian 2 dari novel, dan yang menggabungkan kedua cerita itu adalah 4 bab ekstra "Benang Merah" di akhir.

Kenapa dibubat begitu, karena menurut pemikiranku, jika dibuat runut mulai dari kisah Damar & Qing Qing, tidak akan ada kesan misteri & pertanyaan-pertanyaan yang memancing rasa ingin tahu.

Tapi tentu saja setiap orang bisa mendapat kesan yang berbeda. Terima kasih sudah memberi pendapat :)

Salam kenal juga.
total 1 replies
Natalia Susi
ulasan apa ya, kl saya suka gaya bahasa nya yg ringan dan mudah dimengerti sehingga tidak bolak balik ke atas mecerna maksud nya...ceritanya bagus, selain masuk akal , nyambung dan yg pasti buat penasaran/Drool/
𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα🇮🇩
dan bwt wira sendiri aku rasa apapun alasannya dia juga salah, mungkin klo wira tak membunuh Damar, nyawa Damar tak ganggu yaak... tapi pak Wira main hakim sendiri, kna dia cemburu, sakit hati Damar yg jadi cinta pertamanya memilih Qing Qing.

Kejutannya di karya ini adalah ternyata Qing Qing dan Dara Sepupuan.


ahh terpaksa komentar di bagi bbrpa kna kepanjangan wkwkwkwk

semangatt ka Dela👍👍👍
Dela Tan: Terima kasih banyak. Komentar yang panjang & komprehensif :)
total 1 replies
𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα🇮🇩
bab yang aku suka bab 46, 47, 48, 49 bab bab saat Qing Qing tewas dan gimna perasaan bersalah Damar melihat Qing Qing tewas kna terpeleset dan kehabisan darah... itu bab yg bikin wow.
𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα🇮🇩
sebenernya tak ada yang salah sama Cinta, cinta itu Fitrah manusia. setiap manusia berhak dicintai dan mencintai cuma mungkin yg salah adalah cara mengekspresikan cinta itu.

spt cinta Damar dan Qing Qing, tak ada yg salah sama Cinta mereka, wlpn Qing Qing 14 thn dan Damar 19 thn, mereka iya salah kna terpancing gelora muda hingga MBA... tapi jika spt ungkapan ada hukum sebab akibat bkn kah Damar dan Qing Qing sudah mendapatkan nya?
𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα🇮🇩: 😂 sama sapaa yaak
αʝιѕнαкα²¹ᴸ: termasuk cinta sama si anu ya😄
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!