"Bu, aku tak ingin di jodohkan!" ucap Tania.
Namun sayang waktu pertunangan mereka hanya tinggal menghitung jam saja. Rasanya Tania ingin kabur dari sana. Namun Tania tak tahu kemana.
"Sudahlah sayang, kau harus menurut! Pria itu sudah mapan. Kau tidak perlu bekerja lagi. Cukup mengurusnya saja!" sahut bu Rosa.
Tania terdiam. Selama ini dia lah yang menjadi tulang punggung keluarganya semenjak ayah nya meninggal.
"Tapi bu, bagaimana dengan sekolah Rania jika aku menikah nanti?" ucap Tania.
Bu Rosa menarik nafasnya pelan. "Kau tidak perlu khawatir ibu sudah mengaturnya! Kau cukup turuti ibu saja!" sahut Bu Rosa.
Sebenarnya Bu Rosa hanya ingin melihat putrinya menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gairah terpendam
Setelah merawat Tania, andika pergi ke kantor polisi untuk melaporkan Natalia atas kasus kekerasan. Hal itu dia lakukan agar Natalia tak membuat keributan dalam rumah tangga nya kelak.
"Saya berharap kalian cepat memprosesnya!" ucap Andika.
"Baik Pak Andika, kami akan memproses dan menyelidiki kasus ini!" sahut polisi yang bertugas.
Sementara Tania sedang belajar menghafal seluruh bagian rumah itu dan di bantu oleh Intan.
"Sepertinya kita pernah bertemu?" ucap Tania.
Intan tersenyum ternyata walaupun Tania lupa ingatan ia masih mengingat nya.
"Oh ya? Memangnya nona pernah ketemu aku di mana?" sahut Intan.
"Entah lah! Tapi sepertinya aku tidak asing dengan mu" ucap Tania.
Lalu bik Ijah mendekati mereka. Lantas menyahut kebingungan Tania.
"Kau orang baik neng, tentu saja kau mengenalnya. Sikap mu yang ramah membuat semua orang terasa dekat dengan mu" sahut bik Ijah.
Tania tersipu. Tak berapa lama Andika kembali ke rumah itu. Dia melihat Tania sedang tertawa senang bersama para pekerjanya. Terlukis senyum tipis di bibir Andika.
"Wah, nona Tania sepertinya kau lagi bahagia" ucap Andika seketika.
Tania langsung terdiam, lantas Intan dan bik Ijah langsung meninggalkan mereka.
"Bik, tolong buat kan secangkir teh dan segelas jus untuk nona Tania" titah Andika.
"Baik tuan!" sahut Bik Ijah.
Tania mengerutkan dahi. Sebenarnya ia tinggal bersama pak Haryono atau pria yang ada di hadapannya ini.
"Ada apa dengan wajahmu? Sepertinya kau tampak memikirkan sesuatu?" tanya Andika.
"Ah tidak tidak! Aku hanya berpikir sebenarnya aku tinggal bersama mu atau pak Haryono?" sahut Tania.
"Kau tinggal bersama ku! Apa kau keberatan? " tanya Andika.
Tania berpikir sejenak. Andika seorang dokter. Tapi kenapa pasien sepertinya harus tinggal di rumah dokter yang merawatnya. Tania semakin bertanya-tanya namun dia tak ingin menanyakan nya langsung.
"Aku tidak keberatan sama sekali. Namun aku merepotkan mu" sahut Tania.
Andika tersenyum simpul. Lantas Andika memegang tangannya. Tania terhenyak lalu ia menarik tangan itu dengan cepat. Andika menatapnya.
"Kau tenang saja! Kau sama sekali tak merepotkan aku" ucap Andika.
***
Sudah satu bulan Tania berada di rumah itu sejak keluar dari rumah sakit. Malam ini Tania tidak bisa tidur. Hujan turun sangat deras. Suara petir menggelegar hingga membuat Tania gelisah.
"Ya Tuhan, kenapa hujan nya lebat sekali" gumamnya.
Andika baru pulang, lantas ia memeriksa kamar Tania. Tania yang tak mendengar pintu itu di buka hanya bisa termenung berdiri di dekat jendela kamarnya.
"Kau belum tidur?" tanya Andika.
Sontak Tania terperanjat. Ia terkejut mendengar suara Andika.
"Aku tidak bisa tidur! Suara petir membuatku takut" sahut Tania.
Andika mendekati Tania. "Kau bisa merasakan suara hujan di luar sana?".
" Tentu saja! Aku tidak tuli! "sahut nya.
Andika tertawa mendengarnya. Andika tak menyangka Tania akan mengatakan itu. Lantas Andika mengajak Tania ke ranjangnya.
" Kau tidur lah! Ini sudah malam. Aku akan menemani sampai kau tertidur!"ucap Andika.
Ya! Hubungan mereka saat ini semakin dekat. Andika selalu memperlakukannya dengan lembut. Hingga membuat Tania merasa nyaman berdekatan dengannya.
Tak berapa lama deru nafas Tania berangsur-angsur teratur. Tania benar-benar tertidur lantas Andika menutup tubuhnya dengan selimut lalu ia meninggalkan Tania.
Andika menahan nafsu yang membuncah. Ya! Andika tidak tahan ingin menyentuh istrinya itu. Namun ia tak akan memaksa keinginannya.