NovelToon NovelToon
Semesta Kaviandra

Semesta Kaviandra

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / cintapertama / cintamanis / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Riunakim

Banyak yang bilang jodoh itu adalah cerminan dari diri kita sendiri. Dan sekarang Savinna sedang terjebak dalam perkataan itu. Ya, gadis yang baru saja menduduki bangku SMK itu tiba-tiba jatuh hati pada seorang anggota futsal yang ternyata memiliki banyak sekali kesamaan dengannya. Mulai dari hobi hingga makanan favorit. Akankah dengan kesamaan yang mereka punya akan menyatukan keduanya? Apakah dengan banyaknya kesamaan diantara mereka turut menimbulkan perasaan yang sama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riunakim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dibully

Setelah beberapa hari beristirahat di rumahnya semenjak kejadian malam itu, Savinna kembali masuk sekolah setelah dirasa dirinya sudah bisa berjalan kembali. Dengan diantar oleh Reza menggunakan mobil orang tua mereka, Savinna pun tiba di area parkir sekolahnya.

“Mas antar sampai ke dalam ya, Dek?” tawar Reza yang khawatir dengan kondisi adiknya itu.

“Gak usah, Mas. Aku bisa sendiri kok.”

“Sampai koridor aja deh, Mas cuma mau mastiin kamu selamat aja kok,” rayu Reza.

“Gak usah, Mas. Aku bisa sendiri ...” tolak Savinna lagi.

Karena terus-terusan ditolak, Reza pun tidak bisa berbuat banyak selain membiarkan adiknya itu berjalan tertatih menuju kelasnya.

Saat dalam perjalanan menuju kelasnya, Savinna tidak sengaja berpapasan dengan Alby di koridor lantai pertama. Alby yang sudah mengetahui tentang berita itu pun bergegas menghampiri Savinna untuk menanyakan keadaannya.

“Hai, Sav!” sapa Alby yang kini sudah berjalan di samping Savinna. “Gue dengar, lo sempat cedera waktu LDKS kemarin ... apa bener?”

“Betul, Kak.”

“Terus sekarang kondisi lo gimana?” tanya Alby penasaran.

“Udah lumayan membaik walaupun masih sedikit nyeri,” jelas Savinna.

“Kasihan banget sih ... sini deh, gue antar lo sampai ke kelas. Tasnya juga biar gue aja yang bawa,” tanpa meminta persetujuan dari Savinna, Alby langsung saja menarik ransel Savinna untuk membantunya hingga sampai di kelas.

“Gak perlu, Kak. Saya bisa sendiri kok,” tolak Savinna sambil berusaha merebut kembali ranselnya dari tangan Alby.

“Udah gapapa, ayo kita ke kelas lo sekarang,” kata Alby yang berusaha untuk memapah Savinna hingga ke kelasnya.

Tanpa mereka berdua sadari, ada dua pasang mata yang tengah mengintai mereka dari kejauhan, dan salah satu dari kedua orang itu mengutuk Savinna hingga mengancam akan mencelakai gadis itu.

***

Persis seperti dugaannya, Savinna langsung menjadi bahan omongan bagi para teman sekelasnya setelah ia diantarkan hingga ke kelasnya oleh Alby. Bahkan Katrina pun ikut mencurigai Savinna kalau diam-diam teman sebangkunya itu memiliki hubungan khusus dengan Alby.

“Lo ada hubungan apa sama Kak Alby, Sav? Jangan bilang kalian backstreet ya?” tuduh Katrina.

“Enggak lah!” bantah Savinna tegas. “Gue juga gak tau kenapa dia maksa banget mau nganterin gue sampai ke kelas.”

Katrina sedikit mendekat ke arah Savinna untuk melakukan pembicaraan yang sedikit rahasia, “Maybe, dia suka sama lo?” tebak Katrina.

“Jangan gila, itu semua gak mungkin!” Savinna kembali membantah lagi.

“Gak ada yang gak mungkin loh, Sav. Semuanya bisa aja terjadi,” Katrina tampak percaya diri dengan perkataannya barusan sebelum ia teringat akan satu hal, “Oh iya, Sav. Kakak kelas yang waktu itu gendong lo sampai ke sekolah─”

Kriiing~

Suara bel masuk yang berbunyi nyaring seolah menyelamatkan Savinna dari pertanyaan itu. Savinna tahu betul arah pembicaraan Katrina saat itu mengarah pada Kavi, dan saat itu Savinna belum siap untuk menceritakan tentang Kavi pada siapa pun termasuk Katrina.

***

“Eh, Savinna udah masuk sekolah hari ini,” Nauval datang menghampiri Kavi dan Alvero dengan berita hebohnya.

“Udah tau,” sahut Kavi singkat.

“Jiakh, kalo soal ayang mah udah pasti tau lah ya,” sindir Alvero yang kebetulan sedang berada tak jauh dari keberadaan mereka.

Kavi hanya memutar bola matanya malas.

“Belum jadi ayang, Ver. Masih proses PDKT, iya gak, Kav?”

“Enggak!” balas Kavi ketus.

“Idih, sok jual mahal lo, perasaan kemarin pas LDKS lo segitu perhatiannya sama dia,”

Kemarin dia baru aja nyatain perasaannya ke gue, tapi kenapa setelah itu dia malah deketin Alby? Apa dia cuma mau mainin gue?

“Demi apa?! Dia udah confess sama lo?!”

Demi apa pun, Kavi sangat lupa jika Nauval bisa mendengar suara hatinya. Bahkan Nauval bisa tahu kalau Kavi sedang dalam kecemburuannya.

Alvero pun kebingungan menatap kedua sahabatnya itu, “Confess? Sejak kapan? Kok gue gak tau apa-apa sih?” protesnya.

“Ya ... kalo dia udah confess itu tandanya lo ada di posisi tertinggi di hatinya. Lo gak perlu insecure sama siapa pun lagi, Kav.”

“Emang si Savinna suka sama siapa sih?” tanya Alvero. “Jangan cuekin gue dong, gue kan juga mau tau!” protesnya lagi.

“Dia masih bersaing sama orang yang sama, Ver.”

“Maksudnya si Alby?” tanya Alvero lagi.

Nauval pun mengangguk mengiyakan, “Udah santai aja, kalo emang dia sukanya sama lo, mau si Alby seganteng idol Korea pun pilihan dia tetap lo,” kata Nauval berusaha untuk menenangkan hati sahabatnya itu.

“Udah ah, gak usah bahas gituan. Mending gue turu,” Kavi yang masih dikuasai oleh rasa cemburunya memilih untuk membaringkan tubuhnya di atas deretan bangku kelasnya.

“Gitu aja udah nyerah, lemah banget lo!” bukannya menyemangati, Alvero justru mengolok-olok Kavi. “Kalo emang lo gak mau maju, biar gue aja deh yang deketin dia, kalo dilihat-lihat, lumayan cantik juga si Savinna itu.”

Kavi sontak bangun dari posisinya semula, “Awas aja lo berani deketin dia, gak akan gue anggap temen lagi lo,” ancam Kavi seraya beranjak dari tempat duduknya lalu pergi keluar kelasnya.

Seakan baru saja berhasil membereskan sebuah misi, Alvero dan Nauval pun langsung tersenyum penuh kemenangan.

***

Jantung Savinna benar-benar berdegup kencang saat bel istirahat telah berbunyi. Pasalnya, sekitar 10 menit sebelum bel istirahat berbunyi, Savinna sempat mendapat DM masuk dari Kavi.

@kavfazriel_: Savinna, istirahat nanti bisa temuin Kak Fazriel di taman belakang?

Kira-kira begitu lah isi pesan yang Kavi kirimkan pada Savinna, tentu saja Savinna langsung mengiyakannya karena ia sudah tahu kalau Kavi memang masih belum memiliki pasangan saat itu.

Tak butuh waktu lama, Savinna pun tiba di taman belakang. Tatapannya pun langsung terfokus pada Kavi yang tengah duduk di satu bangku taman yang ada disana. Savinna juga melihat sebuah plastik hitam berukuran sedang yang ada di pangkuan Kavi saat itu.

“Akhirnya kamu datang juga,” sapa Kavi dengan senyuman penuh.

Savinna yang mendengar itu pun langsung merasa tidak enak hati, “Udah lama ya nunggunya? Maaf ya, Kak.”

“Eh, bukan gitu, Savinna ... Kak Fazriel kira kamu gak akan datang kesini,” ucap Kavi menenangkan Savinna.

Mana mungkin gue gak datang? Orang gue naksir berat sama lo, Kak.. gerutu Savinna dalam hati.

“Oh iya, sini duduk, Sav,” Kavi menggeser tubuhnya memberi ruang untuk Savinna duduk di sebelahnya.

Walaupun terasa sedikit canggung, Savinna berusaha untuk stay cool saat duduk bersebelahan dengan Kavi.

Kavi mengeluarkan seisi tas plastik itu untuk ditunjukkan pada Savinna, “Kak Fazriel beliin Savinna roti sama mie ayam. Mau makan bareng Kak Fazriel gak?” tawar Kavi.

“Duh, Kak Fazriel pakai repot-repot segala, saya kan jadi gak enak.”

“Santai aja, Savinna ... anggap aja ini hadiah buat Savinna karena beberapa hari lalu, Savinna sempat ngungkapin perasaannya buat Kak Fazriel.”

Setelah disinggung seperti itu, wajah Savinna langsung memerah seketika. Savinna heran, kenapa rasa malunya baru muncul hari ini padahal kejadiannya sudah berlalu beberapa hari yang lalu.

“Kaki Savinna udah sembuh?” tanya Kavi memastikan.

Savinna pun mengangguk kecil, “Udah baikan sih, Kak ... tapi masih agak nyeri.”

Bukannya iba, Kavi justru terkekeh pelan ke arah gadis itu. Tidak ... Kavi bukan menertawakan luka Savinna, laki-laki itu memang selalu gemas saat melihat Savinna menganggukkan kepalanya dengan menampakkan ekspresi polosnya.

Keheningan pun tercipta kala keduanya sibuk menghabiskan mie ayam mereka masing-masing. Hingga Kavi kembali membuka obrolan di antara mereka.

“Kak Fazriel udah nangkap siapa pelaku di balik sepatu Savinna yang penuh pecahan kaca itu ...” ungkap Kavi tertahan. “Sebelumnya, Kak Fazriel mau minta maaf banget sama Savinna karena ternyata penyebab orang ngelakuin hal jahat ke Savinna itu Kak Fazriel.”

“Maksudnya gimana, Kak?” tanya Savinna bingung.

“Intinya, dia gak suka Savinna karena Savinna dekat sama Kak Fazriel dan Alby.”

“Boleh saya tau siapa pelakunya, Kak?” tanya Savinna penasaran.

“Dia Amia, Sav ... cewek yang sempat Savinna kira pacarnya Kak Fazriel itu,” papar Kavi.

Ternyata dia pelakunya? Tapi kenapa dia tega ngelakuin itu ke gue? Bahkan gue gak pernah nyenggol dia sedikit pun, batin Savinna.

“Savinna marah sama Kak Fazriel ya?” tanya Kavi yang langsung dibalas gelengan kepala oleh Savinna. “Terus kenapa diam aja?”

“Gak usah dibahas lagi soal ini, Kak. Lagi pula, Kak Amia udah dihukum, kan? Dan kebetulan ... saya juga udah maafin dia,” tutur Savinna berhasil membuat Kavi kagum dan semakin jatuh hati padanya.

“Okey,” sahut Kavi. “By the way, Kak Fazriel mau mastiin sekali lagi, apa Savinna benar-benar suka sama Kak Fazriel?”

Savinna hanya mampu menganggukkan kepalanya lalu tertunduk malu. Savinna bahkan tidak bisa melihat jika Kavi tengah tersenyum sembari menatap wajahnya.

“Kenapa Savinna bisa suka sama Kak Fazriel?” Kavi kembali bertanya saat dirasa gejolak dalam hatinya sudah mulai berkurang.

Savinna pun kembali menatap Kavi dengan tatapan bingung, “Emang harus ada alasannya ya?”

“Enggak juga sih, Kak Fazriel cuma heran aja ... kenapa Savinna malah suka sama Kak Fazriel? Padahal cewek lain pada berlomba-lomba buat suka sama Alby ...” ucapnya sedikit terjeda.

“Menurut Savinna, Alby itu ganteng gak sih?” Kavi semakin heran saat Savinna menggeleng kan kepalanya setelah Kavi melontarkan pertanyaan itu. “Jangan guyon kamu.”

Savinna mengernyit, “Tadi Kak Fazriel tanya menurut saya kan?” tanya Savinna memastikan yang dibalas anggukan oleh Kavi. “Itu pendapat jujur saya tentang Kak Alby. Eum ... sebenarnya bukan gak ganteng sih, Kak. Cuma saya lebih tertarik lihat Kak Fazriel aja. Kak Fazriel seolah punya daya tarik tersendiri gitu,” ungkap Savinna jujur.

"Hmm.." Kavi hanya berdeham sambil tersenyum salah tingkah.

“Kalo boleh tau, ada apa Kak Fazriel tanya soal itu sama saya?” kini giliran Savinna balik bertanya.

“Gapapa, Sav. Kak Fazriel cuma mau mastiin aja. Soalnya tadi pagi Kak Fazriel lihat Savinna jalan bareng Alby. Tasnya Savinna juga Alby yang bawain ... Kak Fazriel kira Savinna udah jadian sama dia.”

“Ih, enggak kok. Saya gak jadian. Tadi pagi itu Kak Alby maksa banget mau nganterin saya ke kelas, bahkan sampai maksa bawain tas saya segala,” jelas Savinna dengan raut wajah tak suka.

“Terus kenapa Savinna kelihatan marah begitu?” tanya Kavi heran.

“Karena sejujurnya saya gak suka.”

Bisa-bisanya ada cewek yang gak suka sama Alby, benar-benar limited edition, batin Kavi.

“Savinna mau pulang bareng Kak Fazriel gak?”

Uhuk! Uhuk!

“Eh, hati-hati dong, Savinna ...” Kavi dengan sigap mengambil sebotol air mineral yang sudah ia beli lalu membukakannya untuk Savinna. Jangan tanya bagaimana respon Savinna saat itu, sudah pasti gadis itu salting brutal karena perlakuan Kavi barusan. Sudah diajak pulang bersama, dibukakan tutup botolnya pula. Jika saja Savinna tidak punya rasa malu, mungkin ia sudah berteriak sekeras-kerasnya.

Setelah menenggak air mineral pemberian dari Kavi, Savinna pun bingung harus merespons bagaimana ajakan Kavi barusan. Alhasil ia hanya diam menatap mie ayamnya yang sudah hampir dingin.

“Kalo Savinna gak mau juga gapapa kok, Kak Fazriel maklumin.”

“Bukannya saya gak mau, Kak, tapi saya udah biasa dijemput. Dan orang tua saya termasuk strict parents,” kata Savinna diiringi dengan ekspresi kesedihan.

Kavi pun bernapas lega, setelah ia mengetahui alasannya, “Oh begitu ya,” kata Kavi sambil mengangguk paham.

“Maaf ya, Kak.”

“It’s okey, Sav ... Kak Fazriel bisa maklumin kok, apalagi Savinna ini kan perempuan, jadi wajar aja kalo mereka protective sama kamu.” Savinna senang sekali saat mengetahui Kavi tidak mempermasalahkan soal itu sama sekali. Tapi yang jadi pertanyaan, kenapa tiba-tiba Kavi ingin mengantarnya pulang?

“Ayo dihabisin mie ayamnya. Nanti keburu bel masuk lho..”

Savinna pun mengangguk sambil tersenyum, “Sekali lagi, makasih banyak mie ayamnya, Kak.”

“Ya, sama-sama ... by the way, mie ayamnya mau pakai sambal?” tawar Kavi.

“Gak usah, Kak. Begini aja, soalnya saya gak suka pedas.”

Ahh ... jadi dia gak suka pedas? Okey, gue harus catat itu di note handphone gue nanti, batin Kavi diiringi dengan senyuman tipis di bibirnya.

***

Jam istirahat akan berakhir sekitar 10 menit lagi, Savinna pun memutuskan untuk pergi ke toilet sebelum ia kembali ke kelasnya.

Senyuman manis terukir dari bibir ranum Savinna, sejak tadi gadis itu tak henti-hentinya tersenyum setelah diajak makan bersama di taman belakang oleh Kavi.

Kayaknya Kak Fazriel suka sama gue juga deh ... tapi kalo dia suka, seharusnya dia nyatain perasaannya juga dong? Tapi kalo dia gak suka, kenapa dia ngajakin gue pulang bareng tadi?

Savinna pun bingung sendiri karena Kavi seolah memberikan tanda-tanda kalau ia juga menyukai Savinna, namun Kavi sama sekali tidak menyatakan perasaannya pada Savinna.

Bodoamat soal suka gak suka, gue bisa dekat sama cowok yang gue suka aja ... udah termasuk kemajuan yang drastis dalam hidup gue, batin Savinna lagi.

“Oh, jadi yang ini orangnya, Stef?” teriak salah seorang senior diantara ketiga senior perempuan yang memasuki toilet yang sama dengan Savinna.

Savinna yang saat itu hanya seorang diri dan sedang menatap ke arah cermin besar pun langsung menoleh ke arah ketiganya.

“Heh, cewek gatel! Berani banget lo deketin Alby! Mau gue kasih pelajaran ya?” gertak senior lainnya yang berdiri di tengah.

Dengan rambut yang di curly, bedak tebal, ukiran alis yang cetar, sentuhan liptint di bibir mereka, hingga kemeja dan rok span yang sengaja dikecilkan agar terkesan pas-pasan dengan tubuh mereka membuat ketiganya terlihat jauh dari kesan seorang siswi yang mematuhi peraturan.

“Kakak ngomong sama saya?” tanya Savinna dengan nada yang sopan.

“Iya lah! Siapa lagi?!” bentakan wanita itu tentu saja mengejutkan Savinna. Savinna pun bingung harus apa, posisinya sekarang bisa dibilang serba salah.

“Maaf, Kak ... tapi─”

“Halah! Banyak omong!”

Belum sempat Savinna menjelaskan, ia sudah dihadiahi sebuah tamparan keras di pipinya. Saking kerasnya tamparan itu, Savinna sampai terpental ke lantai. Tak hanya itu, salah satu lubang hidung Savinna juga mengeluarkan darah saking kerasnya tamparan tadi.

“Buruan ambil air! Kita guyur dia sampai dia basah!”

Seruan wanita itu hanya bisa Savinna dengar. Savinna bahkan tidak bisa melawan mereka karena kepalanya terasa sangat pusing akibat tamparan tadi.

Byur ... Satu ember air langsung mengguyur tubuh Savinna. Tak hanya sekali, Savinna mendapat sekitar tujuh guyuran hingga membuat seragamnya basah kuyup.

“Gue peringatin sekali lagi sama lo ya! Jauhin Alby atau gue akan ngelakuin hal yang jauh lebih ekstrim daripada ini!” ancam perempuan itu sebelum ia pergi meninggalkan bilik toilet.

***

Di tempat yang berbeda, Alvero baru saja selesai buang air kecil di toilet laki-laki yang kebetulan bersebelahan dengan toilet perempuan tempat Savinna dibully oleh ketiga senior tadi. Tubuhnya seketika merinding saat mendengar suara tangisan seorang perempuan dari dalam toilet yang Savinna tempati itu.

Anjir! Masa siang hari bolong gini ada setan sih?! batin Alvero.

Walaupun terlihat takut, Alvero malah mendekat ke arah pintu toilet itu. Semakin dekat Alvero dengan toilet perempuan, suara tangisannya malah semakin jelas. Karena penasaran, Alvero pun memutuskan untuk melihat ke dalam.

Ceklek..

Mata Alvero langsung terbelalak saat melihat seorang perempuan terduduk di lantai sambil menunduk dengan seluruh tubuh yang basah kuyup, “Savinna?” tanpa berlama-lama lagi, setelah Alvero mendapati Savinna lah yang tengah menangis disana, Alvero pun langsung menghubungi Kavi.

***

Sama seperti Alvero, Kavi pun terkejut melihat kondisi Savinna saat itu. Bahkan bisa dibilang, Kavi jauh lebih terkejut dibandingkan Alvero. Saat itu juga, Kavi pun mengurus surat izin untuk mengantarkan Savinna pulang ke rumahnya.

Kavi memilih untuk membawa Savinna pulang menggunakan taksi, karena sangat tidak mungkin baginya untuk mengantarkan gadis yang tengah basah kuyup itu menggunakan motornya.

Di sepanjang perjalanan, Savinna masih menangis ketakutan. Hidungnya pun tak henti-hentinya mengeluarkan darah. Kavi sudah mencoba untuk menghentikan pendarahan pada hidung Savinna itu, tapi bukannya berhenti, darahnya malah semakin banyak.

“Savinna coba tenang dulu, Kak Fazriel jadi kesulitan buat hentiin darahnya.”

Savinna sesegukan berusaha untuk menghentikan tangisannya, “S-saya gak mau pulang,” ujarnya sambil menangis. “Saya takut ditanya Mama.”

Jika dipikir-pikir lagi, ada benarnya juga, Kavi tidak mungkin mengantar Savinna pulang ke rumahnya dalam kondisi seperti ini, “Terus kalo gak mau pulang, Savinna mau kemana?” tanya Kavi bingung.

Savinna lantas menggeleng, ia pun bingung harus singgah dimana, kedua sahabatnya pasti masih berada di sekolah mereka.

“Mau ganti baju di rumah Kak Fazriel aja?”

Savinna menggeleng, raut wajahnya terlihat lebih takut daripada sebelumnya.

“Tenang aja, di rumah Kak Fazriel ada Mamanya Kak Fazriel kok,” ucap Kavi meyakinkan Savinna.

“Tapi saya gak bawa baju ganti ...” lirih Savinna.

“Savinna bisa pakai bajunya Kak Rani, Kakaknya Kak Fazriel.”

Setelah mendengar itu, Savinna pun langsung mengangguki saran yang Kavi berikan. Kavi yang melihat Savinna sudah mulai tenang pun kembali mengambil sehelai tisu untuk menyumpal salah satu lubang hidung Savinna yang sejak tadi mengeluarkan darah.

“Jangan nangis lagi, Kak Fazriel ada disini buat Savinna.”

Degh ...

Bak mentega yang diletakkan di atas wajan yang panas, hati Savinna seperti lumer setelah mendengar itu.

Sebenarnya, apa yang terjadi sama Savinna? Gue harus tanya soal ini setelah dia benar-benar tenang nanti.

***

“Siapa perempuan yang kamu bawa itu, Kavi? Kenapa dia datang dengan pakaian yang basah kayak gitu? Tadi mama lihat ada bercak darah juga di bajunya ... habis kamu apakan gadis itu? Mama gak suka ya kamu kurang ajar sama perempuan!” omel Rami panjang lebar setibanya Kavi di rumah. Rami langsung menginterogasi putranya itu setelah Savinna memasuki kamar Kavi untuk mengganti pakaiannya.

“Mama kenapa suuzon terus sih? Kavi itu cuma mau nolongin dia aja, Ma,” jelas Kavi.

“Memangnya dia kenapa? Kok bisa sampai basah kuyup begitu?” tanya Rami heran.

“Kavi juga belum tau, soalnya Kavi belum tanya langsung sama dia. Rencananya setelah ini Kavi baru mau tanyain ke dia.”

“Ya sudah, perempuan itu biar Mama yang urus saja, kamu jangan coba-coba ngintip ya!” kata Rami memperingati.

Kavi hanya berdeham lalu pergi menuruni tangga menuju dapur. Sementara itu, Rami pun memasuki kamar Kavi untuk memeriksa keadaan Savinna.

Savinna tampak terkejut saat mendapati kedatangan Rami. Namun, keterkejutannya ia tutupi dengan senyuman kecil karena saat itu Rami juga tengah tersenyum padanya.

“Jangan malu, Tante cuma sendiri kok,” Rami tersenyum ramah ke arah Savinna yang kala itu sudah mengganti seluruh pakaiannya yang basah dengan pakaian milik mendiang putrinya.

Savinna pun bingung kenapa Rami menghampirinya dengan kedua mata yang berkaca-kaca, “Tante kenapa nangis?” tanya Savinna khawatir.

“Tante boleh peluk kamu gak?” tanya Rami setelah ia menumpahkan genangan air matanya.

Karena tak tega melihat Rami menangis di hadapannya, Savinna pun langsung memberikan pelukan hangat seperti yang Rami minta padanya. Rami pun langsung membalas pelukan itu dengan begitu eratnya seakan tengah merindukan seseorang. Perasaan Savinna saat itu antara senang, heran dan juga penasaran akan apa yang tengah Rami rasakan.

“Terima kasih, Sayang.”

Deg!

Savinna pun tersenyum sambil mengusap punggung Rami lembut, “Sama-sama, Tante.”

Rami melepas pelukannya setelah ia puas memeluk tubuh Savinna, “Tante sisirin rambut kamu ya?” tawar Rami. “Biar makin cantik,” sambungnya.

Kali ini, Savinna merasa tidak enak hati atas tawaran yang Rami berikan, “Gak usah, Tante. Makasih,” tolak Savinna lembut diiringi dengan senyuman.

“Yah ... padahal Tante kangen nyisirin rambut anak perempuan,” ekspresi kecewa terukir di wajah wanita paruh baya tersebut.

“Kangen? Emangnya Kakaknya Kak Fazriel kemana, Tante?” tanya Savinna penasaran.

“Dia sudah meninggal tiga tahun lalu karena kecelakaan.”

“Innalillahi ... maafin saya, Tante. Saya beneran gak tau soal itu,” karena merasa bersalah, Savinna pun bergegas untuk membuka ikat rambutnya, “Saya mau deh disisirin sama Tante,” Savinna pun berusaha untuk menghibur Rami kembali.

Rami dengan senang hati langsung menyisir rambut Savinna dan keduanya pun mulai bertukar cerita di tengah aktivitasnya itu.

***

Disisi lain, Kavi tengah kebingungan karena Savinna dan Rami tak kunjung keluar dari kamarnya. Kavi ingin memeriksanya ke dalam tapi Rami sudah memperingatkan Kavi untuk tidak mengintip.

Jangan-jangan, Savinna lagi diinterogasi sama Mama nih? batin Kavi was-was.

Karena tak ingin melihat Savinna merasa tidak nyaman, Kavi pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya saat itu juga.

Belum sempat Kavi mengetuk pintu kamarnya, Savinna dan Rami sudah keluar dari kamarnya. Savinna terlihat cantik dengan rambut yang di kepang di kedua sisi kepalanya serta jepit rambut berwarna pink yang menghiasi kepalanya.

“Habis ngapain sih? Kok lama banget?” protes Kavi.

“Mau tau aja ...” sahut Rami membuat Kavi kesal.

“Mama tinggal ke bawah dulu ya, mau siapin minuman hangat buat Savinna, takutnya dia masuk angin.”

Kavi dan Savinna langsung mengangguk mengiyakan.

“Kalian berdua gak boleh macam-macam selama Mama tinggal ya!” ujar Rami memperingatkan keduanya sebelum pergi ke dapur.

Kavi pun kembali menatap Savinna setelah Rami meninggalkan mereka berdua, “Kamu habis ngobrolin apa aja sama Mama? Kok kalian kelihatan cepat akrab?”

“Cuma ngobrolin tentang almarhumah Kakaknya Kak Fazriel aja.”

Detak jantung Kavi seolah terhenti sebentar, “Mama udah ceritain semuanya?”

“Entah, tapi yang saya tangkap, Kak Rani meninggal karena kecelakaan ... udah itu aja.”

Kavi pun bernapas lega karena ternyata Rami belum menceritakan penyebab kematian Rania yang merupakan bagian dari kelalaiannya. Kavi hanya takut jika Savinna mengetahui semua itu, Savinna akan menjauhi dan membenci Kavi sama seperti Anton, Papanya.

“Kak … kepala saya pusing …” keluh Savinna sambil memegangi kepalanya.

“Oh, kalo gitu Savinna istirahat di kamarnya Kak Fazriel dulu aja. Gapapa kok … sembari nunggu jam pulang sekolah juga, biar gak jadi bahan pertanyaan orang di rumah kamu,” tawar Kavi.

Savinna yang semula ragu memilih untuk menerima tawaran itu lantaran kepalanya sudah sangat pusing, efek tamparan keras dari seniornya tadi.

“Tenang aja, kasurnya Kak Fazriel bersih kok,” Kavi mencoba untuk meyakinkan Savinna. “Sebenarnya Kak Fazriel bisa aja suruh Savinna istirahat di kamarnya Kak Rani … tapi kamarnya masih berdebu, Kak Fazriel takut alerginya Savinna kambuh lagi kayak waktu itu,” jelas Kavi panjang lebar.

Savinna lantas tersenyum setelah mendapat perhatian dari Kavi, “Makasih banyak ya, Kak.”

“Sama-sama … oh iya, Kak Fazriel boleh tau gak siapa orang yang udah jahatin kamu kayak gini?” tanya Kavi penasaran. Savinna pun menggeleng lalu kembali menangis, bayangan kejadian tadi kembali membuat Savinna ketakutan. “Eh, jangan nangis, Sav, Kak Fazriel gak maksa Savinna buat cerita sekarang kok … it’s okey …” ucap Kavi sembari mengusap pucuk kepala Savinna lembut.

“Kenapa mereka benci sama saya? Emangnya saya pernah buat salah apa sama mereka?” tanya Savinna membuat Kavi menghentikan aktivitasnya karena bingung.

“Maksud Savinna apa? Siapa yang benci sama Savinna?”

“Kakak kelas itu … mereka udah labrak saya. Mereka bilang, saya udah kegatelan karena dekat-dekat sama Kak Alby, padahal bukan saya yang deketin Kak Alby duluan, Kak,” adu Savinna pada Kavi.

“Tunggu sebentar,” Kavi merogoh sakunya mengeluarkan ponselnya lalu mencari sesuatu disana, “Yang ini bukan orangnya?” tanya Kavi.

Savinna memperhatikan layar ponsel Kavi yang menampilkan tiga orang perempuan yang tengah melakukan foto bersama, “Iya, Kak! Mereka orangnya. Kok Kak Fazriel bisa tau sih?”

“Dia ini mantan pacarnya Alby, udah jadi rahasia umum kalo dia itu tergila-gila banget sama Alby, dia gak terima karena Alby mutusin hubungannya secara tiba-tiba. Makanya dia selalu bully setiap cewek yang suka sama Alby ...” jelas Kavi. “Dulu, Amia juga sempat jadi bahan bully mereka, tapi gak sampai kayak Savinna gini ... ini mah udah kelewatan, Sav,” tambahnya.

“Terus, saya harus apa, Kak? Kalo mereka terus-terusan bully saya kayak gini, orang tua saya pasti bakal tau dan marah besar.”

“Gak ada cara lain, Savinna cuma harus tegas sama Alby dan bilang kalo Savinna gak suka sama dia ... setelah itu Savinna harus jauhin dia,” usul Kavi yang terkesan terlalu mengekang Savinna. Kedua pipi Savinna pun terasa hangat seketika.

1
cikuaa
suka banget lanjut trs
call me una
🤩🤩
Rodiyah Tamar Diyah
😘😘😘
Rodiyah Tamar Diyah
😚😚😚
Rodiyah Tamar Diyah
/Wilt//Wilt//Wilt/
cinta cahaya putri
/Rose//Rose/
meltedcheese
likeee
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!