"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Perjalanan Bisnis
Sheila panik, begitu dia melihat suaminya berada di dapur dan memergokinya sedang mencubit putrinya sendiri. Bahkan Viola, putri mereka sampai menghancurkan barang-barang yang ada di dapur, karena emosinya.
"Sheila! Kamu apa-apaan sih? Kamu cubit anak kita?" tanya Juno dengan kesal, tapi meskipun Juno sedang kesal pada Sheila, dia sama sekali tidak meninggikan suaranya. Terutama didepan Viola, karena dia tahu hal tersebut bisa mengganggu perkembangan psikologis Viola.
"Sa-sayang maaf, habisnya aku kesel sama Viola yang tiba-tiba ngancurin barang-barang yang ada di dapur," jelas Sheila.
"Aku nggak tiba-tiba nganculin balang balang didapul! Aku kan pengen ikut-"
Sheila langsung membekap mulut putrinya, sebelum gadis kecil itu berbicara lebih banyak. "Iya-iya, nanti mama beliin kamu eskrim. Tapi, kamunya jangan marah-marah sama mama ya sayang?" ucap Sheila sambil tersenyum canggung.
Viola langsung mendelik tajam kepada ibunya, padahal itu bukan kejadian sebenarnya. Tapi Sheila berbohong.
"Awas kamu kalau ngomong macam sama papa kamu. Nanti mama nggak akan ajakin lagi kamu ke time zone," bisik Sheila pada putrinya itu mengancam. Sontak saja Viola langsung terkejut dengan ancaman ibunya. Dia tidak mau sampai tidak diajak lagi ke time zone.
"Oh, jadi kamu marah-marah sama mama kamu. Karena pengen eskrim?" tanya Juno lembut, berbeda dengan sikap Sheila yang terkadang kasar dan suka marah-marah pada putrinya.
"I-iya, Viola mau ecim Pa," cicit gadis kecil itu sambil menundukkan kepalanya.
Juno tersenyum, lalu dia mengusap pipi gadis kecilnya itu dengan lembut. "Kalau kamu mau dibelikan eskrim, jangan pakai marah-marah begini ya sayang. Nggak baik. Pasti mama dan papa juga beliin buat Vio," ucap Juno lembut. Sedangkan Sheila masih terlihat kesal pada Viola.
"Iya Pa."
"Jangan diulangi ya sayangnya Papa." Juno mengecup pipi Viola yang tadi dicubit oleh Sheila itu. "Masih sakit nggak sayang?"
Viola menggelengkan kepalanya.
"Ya udah, kamu siap-siap sama bi Darsih. Kan mau sekolah."
"Oce Papa!"
Gadis kecil itu pun pergi menemui pembantu rumah tangga, sekaligus wanita yang mengasuhnya. Kini di dapur itu hanya ada Sheila dan Juno.
"Shei, aku nggak suka kamu main kekerasan sama Viola. Anak kita masih kecil, kamu seharusnya tidak berbuat seperti itu!" Juno berusaha untuk menegur istrinya dengan cara baik-baik.
"Maaf sayang, tadi aku kebawa emosi. Tapi, aku janji... aku nggak bakal ngelakuin itu lagi,"ucap Sheila sambil memeluk suaminya dengan manja. Hanya dengan rayuan dan rengekan saja, Juno selalu takluk oleh Sheila.
"Jangan diulangi, Shei. Aku nggak mau kamu nyakitin Putri kita," kata Juno sambil mengusap punggung Sheila dengan lembut.
'Putri kita? Juno Juno...dia bukan putrimu' kata Sheila dalam hatinya.
"Iya sayang. Aku janji, tadi aku cuma kebawa emosi aja."
Juno mencoba memahami itu, dia pun melepaskan pelukannya pada Sheila. Lalu dia melihat penampilan Sheila yang sudah rapi dari atas sampai ke bawah. Bahkan wajahnya sudah dirias.
"Sayang. Kamu kok udah rapi? Mau kemana pagi-pagi gini?" tanya Juno pada istrinya itu.
"Aku mau pemotretan ke Bali hari ini, sayang." Sheila tersenyum saat menjelaskannya. Sedangkan Juno tampak terkejut, karena dia belum mengetahui tentang hal ini.
"Kamu mau ke Bali? Kok aku nggak tahu sih? Kamu belum bilang apa-apa sama aku, Sayang."
"Iya sayang, aku emang belum bilang apa-apa sama kamu. Soalnya pemotretannya juga dadakan," jelas Sheila yang membuat Juno harus menahan kesal dan dia kecewa karena Sheila selalu seperti ini.
"Sayang, maafin aku ya. Jangan marah! Aku disana cuma seminggu kok," ucap Sheila yang lagi-lagi merayunya.
"Shei, kalau bisa aku ingin kamu berhenti jadi model dan fokus untuk hamil anak kedua kita. Apa uangku selama ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan kamu? Aku rasa, uangnya aku berikan sudah lebih dari cukup," ujar Juno dengan tegas. Itulah yang diinginkan Juno selama ini dari Sheila.
Sheila langsung menunjukkan reaksi tidak suka dan penolakan terhadap perkataan Juno. Pria itu ingin dia berhenti menjadi model dan fokus menjadi ibu rumah tangga, juga hamil untuk anak kedua mereka. Karena uang yang dia miliki juga sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Malah harta yang dia miliki jauh lebih dari kata cukup.
"Sayang, ini bukan hanya soal uang. Tapi ini hobi aku, mimpi aku dari dulu. Bukannya aku mati-matian sekolah ke luar negeri, demi mewujudkan mimpi aku? Dan soal hamil lagi, maaf sayang... Kita kan sudah membicarakan ini sebelumnya. Aku belum siap hamil anak kedua, sekarang aja aku lagi diet buat pemotretan terbaruku dan ada tawaran main film. Kalau aku hamil, nanti gimana sama badanku?"
Jujur saja, sebenarnya Juno kecewa dengan keputusan Sheila yang lebih mementingkan karirnya dibandingkan keluarga. Bahkan ibunya sudah mendesak agar Sheila hamil lagi anak laki-laki, karena nantinya anak laki-laki bisa mewarisi perusahaan Pak Edwin.
"Ya sudah, terserah kamu."
Hanya itu jawaban yang diberikan oleh Juno untuk istrinya. Dia kecewa, jadi hanya itulah yang bisa dia katakan.
Juno tidak berbicara lagi karena dia malas untuk berdebat. Toh, dia juga akan pergi ke Singapore untuk perjalanan bisnis. Anak mereka akan dititipkan pada Bu Lusi atau Jeny dirumah besar keluarga Bastian.
"Jadi kami mau ke Singapura berapa hari, Jun?" tanya Bu Lusi kepada putranya itu.
"Sekitar 10 hari Ma. Aku titip Vio ya Ma," ucap Juno pada ibunya dan dengan senang hati ibunya akan merawat Viola.
"Kamu tenang saja Juno, Viola aman sama Mama."
"Vio, jangan nakal sama Oma ya? Nanti Papa video call Vio," kata Juno dengan lembut seraya mengecup kening putri kecilnya itu.
"Iya Papa, ciap!" Viola tersenyum lebar.
Juno pun berangkat ke Singapore saat itu juga untuk perjalanan bisnis, dia pergi bersama dengan asisten juga dan juga sekretarisnya.
****
Setelah menempuh perjalanan hampir 2 jam dengan pesawat, akhirnya Juno sampai di negeri singa itu. Dia dan dua orang kepercayaannya, langsung pergi menuju ke hotel tempat mereka akan menginap.
Hotel itu terlihat mewah dan berkelas, Juno dan kedua orang kepercayaannya berjalan memasuki hotel tersebut.
Saat dia akan memasuki lift, Juno terkejut melihat seorang wanita berhijab yang baru saja menekan tombol lift guna menutup pintu.
"Indira?"
****
penyesalan mu lagi otw juno