NovelToon NovelToon
The Worst Villain

The Worst Villain

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Balas Dendam / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:21.5k
Nilai: 5
Nama Author: @hartati_tati

Fany, seorang wanita cantik dan anggota mafia ternama, tergeletak sekarat dengan pisau menancap di jantungnya, dipegang oleh tunangannya, Deric.

"Kenapa, Deric?" bisik Fany, menatap dingin pada tunangannya yang mengkhianatinya.

"Maaf, Fany. Ini hanya bisnis," jawab Deric datar.

Ini adalah kehidupan ketujuhnya, dan sekali lagi, Fany mati karena pengkhianatan. Ia selalu ingat setiap kehidupannya: sahabat di kehidupan pertama, keluarga di kedua, kekasih di ketiga, suami di keempat, rekan kerja di kelima, keluarga angkat di keenam, dan kini tunangannya.

Saat kesadarannya memudar, Fany merasakan takdir mempermainkannya. Namun, ia terbangun kembali di kehidupannya yang pertama, kali ini dengan tekad baru.

"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitiku lagi," gumam Fany di depan cermin. "Kali ini, aku hanya percaya pada diriku sendiri."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @hartati_tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Di dalam rumah sakit, tepatnya di ruang Unit Gawat Darurat (UGD), suasana sangat sibuk dan tegang. Para dokter dan suster bekerja dengan cepat dan cekatan, berusaha menghentikan pendarahan pada luka tembak di bahu dan perut Fany. Lampu-lampu terang menerangi ruangan, dan bunyi monitor medis yang mengukur detak jantung dan tekanan darah Fany terus berbunyi, menambah ketegangan di udara.

Seorang dokter, dengan wajah penuh konsentrasi, memeriksa luka-luka Fany dengan hati-hati. "Kita perlu segera menghentikan pendarahannya sebelum kondisinya semakin memburuk," kata dokter itu, suaranya tegas namun penuh kekhawatiran.

Para suster dengan sigap menyiapkan peralatan medis, sementara yang lain memonitor tanda-tanda vital Fany. Mereka berkomunikasi dengan singkat dan jelas, memastikan setiap tindakan yang diambil seefektif mungkin. Setiap detik sangat berharga dalam situasi kritis ini.

Setelah beberapa saat yang terasa seperti seumur hidup, dokter tersebut memutuskan langkah berikutnya. "Kita akan segera melakukan operasi untuk mengeluarkan peluru," ujar dokter itu dengan mantap. "Siapkan ruang operasi dan panggil tim bedah sekarang."

Suster-suster segera bergerak, mempersiapkan segala sesuatunya untuk operasi darurat. Fany terbaring di atas ranjang rumah sakit, tubuhnya lemah dan tidak sadar, namun perjuangan untuk hidupnya masih terus berlangsung. Mereka mendorong ranjang Fany keluar dari UGD, menuju ruang operasi dengan kecepatan yang terukur namun mendesak.

Di dalam ruang operasi, tim bedah segera bekerja dengan keterampilan dan dedikasi, berusaha keras untuk menyelamatkan nyawa Fany. Lampu operasi menyinari tubuh Fany yang terluka, sementara dokter dan suster berkolaborasi dalam upaya mereka untuk mengeluarkan peluru dan menstabilkan kondisinya. Pertarungan untuk hidup Fany masih jauh dari selesai, namun mereka semua bertekad untuk melakukan yang terbaik demi keselamatannya.

Eliza, Maximilian, Regina, Alexander, Sebastian, Gabriel, dan Dominic berlari dengan panik menyusuri koridor rumah sakit, langkah mereka penuh dengan kegelisahan dan ketakutan. Wajah-wajah mereka dipenuhi kekhawatiran, bayangan ketidakpastian menyelimuti pikiran mereka saat mereka mendekati ruang operasi di mana Fany sedang berjuang untuk hidupnya.

Saat mereka tiba di depan pintu ruang operasi, Eliza dengan cepat mencoba menerobos masuk, diikuti oleh yang lain. "Kami harus melihat Fany! Biarkan kami masuk!" seru Eliza, suaranya bergetar dengan kecemasan yang tak tertahankan.

Namun, seorang suster dengan cepat menghentikan mereka. "Maaf, Nyonya, tapi Anda tidak bisa masuk. Operasi sedang berlangsung dan kami membutuhkan ruang untuk bekerja," kata suster itu dengan nada tegas namun penuh pengertian.

Regina, dengan air mata yang mulai mengalir di pipinya, memohon, "Tolong, kami hanya ingin tahu bagaimana keadaannya. Kami sangat khawatir."

Suster tersebut menatap mereka dengan simpati, namun tetap teguh dalam tugasnya. "Saya mengerti kekhawatiran Anda, tapi yang terbaik yang bisa Anda lakukan sekarang adalah menunggu di ruang tunggu. Dokter akan memberikan kabar segera setelah mereka bisa."

Alexander dan Maximilian mencoba menenangkan Eliza yang terlihat sangat cemas. "Sayang, kita harus menunggu di luar. Mereka akan melakukan yang terbaik untuk Fany," kata Alexander dengan lembut, meskipun hatinya sendiri dipenuhi kecemasan.

Sebastian, Gabriel, dan Dominic juga berusaha menahan emosi mereka, meskipun ketegangan terlihat jelas di wajah mereka. Mereka menatap pintu ruang operasi dengan harapan dan doa, berharap bahwa Fany akan selamat dari cobaan ini.

Dengan berat hati, mereka semua akhirnya mundur dan duduk di ruang tunggu. Waktu seakan berjalan lambat, setiap detik terasa seperti seabad. Suasana dipenuhi keheningan yang penuh dengan harapan, kecemasan, dan doa-doa yang dipanjatkan dalam hati masing-masing, berharap agar Fany bisa melewati masa kritis ini dengan selamat.

Di ruang tunggu rumah sakit, suasana tegang dan penuh kekhawatiran menyelimuti Eliza, Maximilian, Regina, Alexander, Sebastian, Gabriel, dan Dominic. Tiba-tiba, seorang pria dengan jas hitam rapi menghampiri mereka. Wajahnya tampak penuh penyesalan dan kegelisahan. Dengan sopan, pria itu membungkuk hormat di depan keluarga yang penuh kecemasan itu.

"Maafkan saya," kata pria itu dengan suara yang terdengar tulus. "Saya gagal mengawasi Nona Fany dengan baik, sehingga menyebabkan dia terluka parah. Ini semua kesalahan saya."

Wajah Gabriel langsung berubah merah karena marah. Dengan gerakan cepat, dia menarik kerah baju pria itu, memaksanya berdiri tegak. "Kamu bilang ini kesalahanmu? Kamu seharusnya melindungi dia! Lihat apa yang terjadi sekarang!" teriak Gabriel, suaranya menggema di ruang tunggu yang sunyi.

Gabriel mengangkat tinjunya, siap untuk memukul wajah pria itu, tetapi Maximilian dengan cepat menghentikannya. "Gabriel, cukup!" kata Maximilian dengan suara tegas namun tenang. "Ini bukan saatnya untuk kekerasan. Menyalahkan dia tidak akan memperbaiki keadaan Fany."

Gabriel terhenti, nafasnya terengah-engah karena marah. Dia melepaskan kerah pria itu dengan kasar, mendorongnya sedikit mundur. Pria dengan jas hitam itu hanya menundukkan kepala lebih dalam, merasa semakin bersalah dan tak berdaya.

Maximilian menatap pria itu dengan tatapan yang sedikit lebih lembut. "Kita semua marah dan sedih. Yang terpenting sekarang adalah keselamatan Fany. Kami akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi nanti."

Eliza, yang masih terlihat sangat cemas, menyandarkan kepalanya ke bahu Alexander, mencoba menahan air matanya. Regina menggenggam tangan ibu mertuanya, berusaha memberikan sedikit ketenangan.

Setelah berjam-jam menunggu dengan kecemasan yang memuncak, akhirnya pintu ruang operasi terbuka. Dokter yang menangani operasi Fany keluar, wajahnya lelah namun tenang. Keluarga Fany—Eliza, Maximilian, Regina, Alexander, Sebastian, Gabriel, dan Dominic—bergegas berdiri, menatap dokter dengan penuh harap dan ketegangan.

Dokter itu mengambil napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Operasi berhasil," katanya, dan seketika itu juga terdengar desahan lega dari semua yang hadir. "Kami telah berhasil mengeluarkan dua peluru dari bahu dan perut Nona Fany. Pendarahan telah dihentikan, dan kondisinya sekarang stabil."

Air mata kebahagiaan mengalir di pipi Eliza. "Terima kasih, Dokter. Terima kasih banyak," ucapnya dengan suara gemetar.

Regina memeluk ibunya erat, sementara Alexander dan Maximilian saling menepuk bahu, merasa beban berat telah terangkat dari hati mereka. Sebastian, Gabriel dan Dominic menghela napas lega, meskipun mereka tahu bahwa perjalanan pemulihan Fany masih panjang.

"Namun, dia masih dalam kondisi yang sangat lemah dan butuh waktu untuk pulih sepenuhnya. Kami akan memindahkannya ke ICU untuk pemantauan lebih lanjut. Kalian bisa melihatnya sebentar setelah dia dipindahkan," kata Dokter melanjutkan perkataannya.

Mereka semua mengangguk, berterima kasih kepada dokter dan tim medis yang telah bekerja keras menyelamatkan Fany. Sesaat kemudian, Fany dipindahkan ke ICU. Mereka melihat tubuhnya yang terbaring lemah, namun masih hidup dan berjuang.

Eliza mendekati ranjang Fany, mengelus lembut tangan cucunya. "Kami di sini, sayang. Kamu sudah melewati yang terburuk. Kami akan menjagamu," bisiknya, meskipun Fany masih belum sadar.

Dengan perasaan lega yang bercampur harapan, mereka semua berjanji dalam hati untuk melakukan segala yang mereka bisa demi kesembuhan Fany.

1
Uswatun hasanah
apakah ada yang bundir.. ngeri.(moga nggak /baperan).. 🤨
Sofi Sofiah
cerita nya keren...aku maraton baca dari awal tpi rasanya masi kurang
Zeendy Londok
lanjut thor
Uswatun hasanah
masih jadi teka teki ni..
Uswatun hasanah
iri dengki akan menghancurkan dirinya sendiri.. 😌
Uswatun hasanah
wow.. hebat .. suka mengintimidasi ternyata Fany.. gak bakal dibully... 😅
Uswatun hasanah
kehidupan Fany yang sesungguhnya dimulai... nunggu part selanjutnya...
Leha
keren
Leha
Buruk
Uswatun hasanah
ok.. ditunggu partai selanjutnya.. pertemuan... 😉
Uswatun hasanah
kayaknya Fany mati rasa..
queen bee
up terus 👍👍👍👍👍👍🤩🤩🤩🤩🤩
De Ryanti
orang ma dah nemuin anaknya langsung jemput lah ngapain nunda lama2 kurang apa terpaan hidup fany dr bayi ampe gede gitu...kakek ma bapak nya fany aneh
Uswatun hasanah
setelah kejadian ini Terima mereka Fany.. kamu berhak bahagia..
Alfatih Cell
suka sangat thor.. crazy up 💪💪💪
Rina Yuli
tapi percuma juga Fany dibawa pulang orang dianya gak percaya siapapun bahkan keluarga kandungnya
Uswatun hasanah
yeeyyy akhirnya.. didatangi juga Fany karna takut ama Ratunya 😂
Cahaya yani
knp kluarga ny tdak mnjemput nya.. ap scara tdak sngja di latih biar tangguh, tpi kl gtu knp tnpa ad bntuan scr tk di sngja
Uswatun hasanah
apakah Fany korban penculikan.. aish... penasaran...
Cahaya yani
thooorr please up yg byk donk 😭😭😭😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!