Raya Lituhayu (25) kecewa karena sang kekasih menikahi sekretaris pribadinya yang sudah hamil duluan. Bayu Agung Gunawan (27), menyimpan cinta untuk tetangga yang berprofesi sebagai pengacara dengan status janda.
Orangtua Raya dan Bayu berniat menjodohkan mereka untuk semakin mendekatkan dua keluarga. Tentu saja ditolak, apalagi hubungan mereka layaknya Tom and Jerry. Satu insiden membuat mereka akhirnya menerima pernikahan tersebut.
Kehidupan rumah tangga yang penuh drama dan canda, menimbulkan cinta. Namun, semua berantakan ketika kerjasama dua keluarga besar terpuruk. Bunda Bayu terluka dan Papi Raya harus mendekam di penjara. Hubungan Raya dan Bayu semakin renggang dan berujung perpisahan. Tidak mudah bagi Raya menjalani hidup setelah keterpurukan keluarga bahkan dalam kondisi hamil.
“Benci dan rindu itu batasnya tipis, sekarang kamu benci bentaran juga rindu sampai bucin. Ayolah, jangan jadikan kebencian ini mendarah sampai anak cucu kita."
===
Jangan menumpuk bab 😘😘😘🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14 ~ Tidak Sabar
Raya menggeliat pelan lalu mengerjapkan matanya. Memastikan pandangannya lalu terbelalak mendapati wajah Bayu tepat di hadapannya. Menduga kalau itu ulah Bayu, tapi mendapati tangannya sedang memeluk tubuh kekar Bayu.
Saat hendak menjauh, kaki Bayu bergerak dan terjauh di atas pahanya
“Mau kemana?” tanya Bayu masih dengan mata terpejam.
“Eh. Aku … kamu sudah bangun?”
“Sudah. Bukan hanya gue yang udah bangun, Bani juga.”
Raya mencibir lalu mendorong tubuh Bayu. “Kamu cari kesempatan ya?”
Sambil beranjak duduk, Bayu menghela nafasnya. rambutnya berantakan dengan wajah terlihat lelah bahkan sampai mengusap kasar wajah itu.
“Besok gue pasang cctv di sini, bar lo bisa lihat sendiri siapa yang cari kesempatan.”
“Maksud kamu, aku yang cari kesempatan. Nggak mungkinlah.”
“Mungkin aja, malah lo agresif banget malam sebelumnya. Sampe merinding gue, sumpah,” ungkap Bayu dan sukses membuat Raya memekik membela diri. “Kenyataannya memang gitu. Lo peluk gue terus ges*k kaki lo ke ….”
Raya langsung beranjak dari ranjang, tidak ingin mendengarkan Bayu yang terus membicarakannya. Tidak mengelak tidak juga mengiyakan, meski yang disampaikan Bayu mungkin saja benar. Sejak kecil gaya tidurnya memang aneh, bahkan Rama sering mengejeknya rusuh kalau tidur.
“Eh, aku belum selesai.”
Raya menuju wardrobe, menyiapkan pakaian untuk kerja.
“Gue mandi duluan,” teriak Bayu. “Kayaknya agak lama, kepala gue pusing si Bani gagal terus.”
“Terserah,” jawab Raya, jelas tidak didengar oleh Bayu yang sudah bersenandung dalam toilet.
Sempat menatap lemari kaca tempat pakaian Bayu dan terbersit tanya, apa iya harus mempersiapkan juga pakaian untuk suaminya. Belum paham dengan style Bayu saat bekerja, lagi pula dia belum seberani itu dan khawatir disebut lancang.
“Gue anter lo ya,” ucap Bayu yang sedang fokus dengan ponsel. “Eh lo bikin apa sih?”
“Cuma teh hangat dan kopi. Aku nggak tahu kamu suka kopi atau ….”
“Suka kok,” sahut Bayu lalu meraih cangkir dan menyessap isinya. “Gue suka apa aja selama masih bisa dimakan dan diminum. Apalagi cewek cantik, gue suka banget.”
“Ck, nggak aneh. Dari dulu juga gitu kali.”
“Wajar dong, itu namanya normal. Cuma sekedar suka dan mengagumi, tapi nggak berani menyentuh apalagi ngerusak. Image gue dulu kayaknya buruk banget deh.”
Raya tidak lagi menanggapi. Sebenarnya dia tidak terlalu mengenal Bayu, hanya tahu kalau semasa sekolah banyak sekali dikagumi. Termasuk dirinya sendiri.
“Yang kamu nggak suka, apa?” tanya Raya lirih. Ingin mengenal lebih baik mengenai sosok Bayu. Seperti yang mereka berdua sepakati, kalau pernikahan akan dijalani dengan baik. berharap bisa saling menerima dan mencintai.
“Yang gue nggak suka … cowok nyamar jadi cewek.”
“Aku serius.”
Bayu terkekeh. “Gue nggak suka kalau ada orang yang menyakiti keluargaku, terutama Bunda. Sebenarnya gue menghargai semua perempuan, apalagi Bunda. Meski lo sempat bilang gue mesum, tapi bukan penjahat kel4min.”
So Sweet, batin Raya.
Ternyata cowok se rese dan petakilan seperti Bayu sangat menghargai seorang perempuan. Sungguh beruntung wanita yang akan menjadi tambatan hati Bayu.
Tapi, aku ‘kan istrinya. berarti aku beruntung dong. Raya kembali membatin, bahkan sambil tersenyum malu dengan wajah merona.
“Lo kenapa?”
“Nggak pa-pa. Kayaknya harus jalan sekarang,” ucap Raya lalu memindahkan cangkir miliknya dan juga bekas Bayu ke wastafel.
***
“Nanti gue jemput, lo tunggu aja di atas kalau gue belum sampai.”
“Nggak usah, aku bisa minta antar Nia atau pakai taksi.”
“Jangan ngeyel. Nanti gue jemput, sekalian kita belanja. Lo lihat sendiri kulkas dan laci di dapur nggak ada makanan apapun.”
“Oh. Ok.”
Raya sudah memegang tasnya dan hendak membuka pintu, mendadak dia diam dan sama-sama canggung. Bingung bagaimana pamit pada Bayu, ingin mencium tangan suaminya, tapi ragu. Khawatir kalau Bayu tidak menyukai ide tersebut. sedangkan Bayu hendak mendekat untuk sekedar mencium pipi atau kening, tapi juga takut Raya menolak.
“Kamu … hati-hati.”
“Hm.”
Bayu masih memperhatikan Raya yang berjalan menuju pintu lobby, jika tidak mendengar bunyi klakson dari kendaraan di belakang mungkin dia belum beranjak juga dari sana.
Hari ini Bayu ada urusan dengan Erlan. Tentu saja masalah proyek antara kedua perusahaan. Berbeda dengan Mada yang memang sudah menjadi pemimpin di perusahaan orangtuanya, Erlan dan Bayu masih memegang urusan teknis. Tetap saja, posisi mereka berdua penting.
Sampai siang keduanya masih terlibat urusan dan memutuskan makan bersama di cafe tidak jauh dari perusahaan keluarga Erlan.
“Bro, lihat tuh.”
“Iya, ini juga gue lihat. Kayaknya enak semua, apa karena gue lagi lapar ya,” ungkap Bayu masih menatap halaman buku menu.
“Busyet, yang gue maksud bukan itu, tapi itu.”
“Itu, tapi itu. Apaan sih, gue nggak ngerti,” keluh Bayu.
“Noh, lihat sendiri,” tunjuk Erlan dengan dagunya.
Bayu pun menoleh ke belakang sesuai dengan arah yang dimaksud Erlan. Ada Yuli di sana, lagi-lagi bersama pria yang sama -- mantan kekasih Raya. Meja di mana Bayu dan Erlan berada, posisinya agak sudut dan dapat melihat jelas interaksi Yuli dan Radit.
“Woy, nggak usah segitunya kali. Ingat lo udah nikah, jadi jangan cemburu.”
“Ck, gue bukan cemburu,” sahut Bayu. Obrolan mereka terhenti karena ada pelayan yang mencatat pesanan mereka.
“Kayaknya mereka ada hubungan ya,” ucap Erlan lagi. “Eh, lihat. Berantem, mereka berantem.”
Bayu kembali menoleh ke belakang. Benar saja, Yuli dan Radit tampak berselisih paham. bahkan posisi mereka sudah berdiri sambil berdebat.
“Yaelah, katanya pengacara kondang pake ribut di tempat umum. Sama laki orang pula,” komen Bayu.
“Eh, serius itu laki orang?”
Bayu hanya mengedikkan bahu lalu membuka layar ponsel. Mengetik pesan untuk Raya kemudian terkekeh geli.
[Istri, jangan telat makan ya atau mau dimakan sama gue?]
Tidak lama ada pesan balasan.
[Memang aku ada rasanya kalau dimakan]
Brak.
“Eh, kampreet. Kaget gue,” pekik Erlan karena Bayu tiba-tiba menggebrak meja lalu terkekeh.
“Nantangin gue. Dia nantangin gue.”
“Yang lo maksud, siapa?”
“Raya, dia nantangin pengen gue makan,” jawab Bayu lalu mengusap wajahnya.
“Halah, obrolan mesum. Nyesel gue nanya.”
“jadi nggak sabar pengen cepet jemput istri gue. Bani, kita-kira malam ini lo berhasil nggak ya.”
double up dong Thor 🙏