Mengkisahkan seorang wanita yang menikah dengan seorang laki-laki buta karena perjodohan, ia harus menjalani hidup berumah tangga dengan laki-laki buta yang tempramen dan menyebalkan bagi nya.
penilaian laki-laki itu tentang diri nya yang di anggap hanya menginginkan harta nya, membuat ia berkomitmen membuktikan kalau ia gadis baik-baik.
Akan kah ia bisa menaklukan hati laki-laki itu?. Yuk Simak cerita nya. semoga suka ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shanti san, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 18
Bagas Masuk ke kamar, Naira yang melihat Bagas masuk pun tersenyum lebar, karena akhir nya yang di tunggu datang juga.
"Mas, sini Mas." Kata Naira penuh semangat.
Bagas bermaksud untuk tidur di sofa, Namun Naira mengatakan hal yang membuat nya mengurungkan niat nya.
"Mas Bagas gak boleh loh tidur di sofa, nanti Mama masuk bagaimana." Ucap Naira.
Bagas mendehem menghilangkan ketidak pedean nya karena ucapan Naira, lalu berjalan ke tempat tidur. Naira pun tersenyum menahan tawa melihat suami nya begitu takut hanya dengan menyebut ibu nya.
"Mas Bagas beruntung banget tahu gak, punya Mama yang sayang sama Mas Bagas, kalau Mama aku masih ada, aku juga pasti akan merasakan kasih sayang Mama." Ucap Naira yang malah curhat. Bagas mendengar tapi ia tak menggubris nya.
"Bagaimana keadaan mu?." Tanya Bagas.
"Mas Bagas peduli banget ya sama aku, Makasih ya Mas." Ucap Naira yang sebenarnya sangat malu dengan ucapan nya sendiri, begitu pede ia mengatakan hal itu.
"Aku tidak peduli kalau kau ingin mati sekali pun, Tapi kalau kau terus sakit seperti ini, Kedua orang tua ku akan terus berada disini." Ucap Bagas. Sangat menyakitkan dan menyebalkan bagi Naira.
"Kalau pun aku mati, aku tak mau mati karena mu, apa lagi disini bersama mu." Batin Naira kesal.
Namun meski begitu, sesuatu terlintas di pikiran Naira, membuat ia merasa ada kesempatan untuk membuktikan kalau ia adalah wanita baik-baik.
"Astaga, aku seperti mengikuti lomba yang sebenarnya tidak ada untung nya untuk ku." Gumam Naira.
Naira membayangkan diri nya sedang mengikuti kompetisi dan harus menang, padahal itu tidak menguntungkan apa pun untuk nya. Naira lalu tertawa membuat Bagas heran.
"Apa yang kau tertawakan?." Tanya Bagas.
"Tidak ada, hanya haluan ku saja."kata Naira.
Bagas pun tak menanyakan lagi, karena ia tak memiliki rasa penasaran dengan tawa Naira saat itu, yang ia ingin tahu hanya keadaan Naira saja saat ini.
...•••••••••...
Bagas Membaringkan tubuh nya miring membelakangi Naira. Naira pun hanya bisa dengan cemberut ikut berbaring melihat Bagas yang mencueki nya.
Keesokan hari nya, Naira bangun lebih dulu untuk menyiapkan sarapan untuk keluarga ini, sudah 2 hari ini ia tak menyiapkan sarapan karena sakit, meski ada Sari yang mengerjakan semua nya, tapi Naira lebih suka memasak sendiri ketimbang masakan orang.
Namun saat Naira keluar kamar, Naira melihat beberapa orang asing tak di kenal berlalu di hadapan nya.
"Selamat pagi Nona." Sapa mereka.
Naira tampak bingung hanya menganggukan kepala membalas sapaan itu. Hingga Bu Citra menghampiri nya.
"Nak, bagaimana keadaan mu?, kenapa bangun begitu pagi?." tanya Bu Citra.
"Masih Sedikit pusing ma." Balas Naira. Naira sebenarnya berbohong, namun ia sangat terpaksa melakukan ini, ia ingin Bu Citra disini beberapa hari lagi menemani nya memenangkan hati Bagas. Karena jika Naira sudah sembuh, Bu Citra akan pulang bersama Pak Anwar.
"Sebaiknya kamu istirahat saja. Temani Bagas di kamar." Ucap Bu Citra.
"Aku mau menyiapkan sarapan ma." Balas nya lagi.
"Untuk apa?, tidak usah, Itu kamu lihat sudah ada 3 pelayan di rumah ini, mereka yang akan mengurus semua urusan rumah."Balas Bu Citra.
"Oh." Naira pun tak bisa berkata lagi, ia hanya bisa menurut. mungkin ia merasa Kan sama yang di rasakan Bagas, menurut kata orang tua.
"Aku mau nyantai saja ya sama mama, boleh kan Ma, aku pingin tahu tentang Mas Bagas, agar aku lebih bisa menepatkan diri ku." Tutur Naira.
Mendengar Menantu nya ingin tahu lebih banyak tentang putra nya, tentu saja dengan senang hati Bu Citra mengiyakan, karena ia mengerti, Bagas dan Naira belum begitu saling mengenal satu sama lain karena perjodohan.
Naira pun menjadi pendengar yang baik tentang Bagas sejak kecil hingga tumbuh dewasa, Bu Citra senang dan semangat menceritakan nya tentang Bagas, ia juga senang karena Naira sangat menjadi pendengar yang baik.
Dari Bu Citra, Naira sudah tahu lebih dulu tentang kebutaan Bagas, namun itu hanya sekedar cerita Mantan Bagas yang meninggal karena kecelakaan, saat ia mendengar tentang cerita lain nya, itu sangat menyedihkan saat ia mendengar nya. Hampir saja cairan bening mengalir membasahi Pipi Naira, tapi ia masih bisa menahan nya.
Bu Citra melihat menantu nya sedih pun lekas Menganti topik pembicaraan nya, kedua lalu saling berbagi cerita lucu.
Bagas yang baru saja keluar dari kamar mendengar tawa Ibu nya, ia mendekati arah suara dan mendengar Tawa ibu yang mengobrol dengan Naira.
•••
Beberapa hari pun berlalu. Bagas masih dengan sikap cuek dan dingin nya. Namun Naira tak mengapa, ia akan terus mencoba untuk mendapatkan hati laki-laki itu dengan cara nya sendiri.
"Jadi kapan kalian akan pergi bulan madu?." Tanya Pak Anwar kembali pada Bagas dan Naira.
Naira pun bingung harus menjawab apa, ia hanya diam melihat Bagas dan menunggu mau memberikan jawaban.
"Bulan depan, setelah proyek 1 ku ini selesai."Jawab Bagas.
"Serius?, kami akan bulan madu?, Astaga, bukan kah ini begitu sia-sia, bulan madu hanya cocok untuk pasangan yang saling mencintai. hm sudah lah, mengikuti saja."Gumam Naira.
"Tadi Paman mu menghubungi Mama, dia ingin mengajak Papa dan Mama berkumpul, karena kalian masih pengantin baru, Jadi Kami tidak mengajak kalian, Tidak apa-apa Naira, Mama meninggalkan kamu, hanya beberapa hari." Ucap Bu Citra.
Naira tersenyum kagum melihat sosok Bu Citra yang sangat lembut dan perhatian pada nya, Naira seolah merasakan cinta ibu yang lama tak pernah ia rasakan.
"Tidak apa-apa Ma, lagian aku kan sudah sembuh." Balas Naira.
Meski sangat ingin Bu Citra ada disini, agar ia lebih mudah dekat dengan Bagas, Tapi Naira juga tidak bisa egois. hanya bisa mengatakan kalau ia tidak apa-apa.