NovelToon NovelToon
Antara Cinta Dan Perjuangan

Antara Cinta Dan Perjuangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta Terlarang / Cinta Murni
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Raira Megumi

Ahmad Hanafi, seorang laki-laki cerdas dan tangguh yang ikut serta dalam perjuangan memerdekaan bangsa Indonesia dari jajahan negeri asing yang telah menjajah bangsanya lebih dari 300 tahun.
Saat mengabdikan seluruh jiwa dan raganya demi bangsa yang dicintainya, ia dibenturkan pada cinta yang lain. Cinta lain yang ia miliki untuk seorang gadis cantik yang sulit ia gapai.
Rosanne Wilemina Van Dijk adalah nama gadis yang telah memporak-porandakan keyakinan Ahmad Hanafi akan cintanya pada bangsa dan negaranya.
Cintanya pada dua hal yang berbeda memberikan kebimbangan luar biasa pada diri seorang Hanafi.
Pada akhirnya, cinta siapa yang akan dipilih Hanafi? Cintanya pada bangsa Indonesia? atau pada Rosanne? atau ada wanita lain?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raira Megumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14. Perempuan Lain

Hanafi baru saja berkunjung ke rumah orangtuanya di kota sebelah. Jaraknya memang tidak terlalu jauh, tetapi karena ia tidak memiliki kendaraan yang memadai maka waktu yang ditempuh untuk berkunjung ke rumah orangtunya menghabiskan masa seharian.

Hanafi menginap selama dua malam di rumah orangtuanya. Ia memang rutin berkunjung setidaknya satu atau dua kali dalam sebulan. Pada kunjungan yang terakhir, ayah Hanafi membicarakan hal yang sebenarnya ia hindari setiap kali berkunjung. Ayah Hanafi ingin agar ia segera menikah dengan perempuan yang memang telah dipersiapkan. Ia ingin Hanafi menikah dengan putri dari sahabatnya.

Nama perempuan itu adalah Rahma. Rahma adalah putri seorang bangsawan dan masih memiliki hubungan kekerabatan dengan ibu Hanafi. Ayah Rahma adalah sepupu dari ibu Hanafi. Rahma bukan saja memiliki darah biru, ia pun cantik, cerdas, dan salihah.

“Nak, besok kita kan berkunjung ke rumah pamanmu, Paman Aria. Kamu kenal dengan beliau, kan?” tanya Fatma, ibu Hanafi.

“Iya, Bu. Paman Aria yang punya banyak sapi itu, kan?” jawab Hanafi sedikit ragu-ragu. Setelah menikah dengan ayahnya, ibu Hanafi memang jarang berinteraksi dengan keluarganya. Keluarga besar ibunya sedikit mengucilkan ibu Hanafi karena menikah dengan pria bukan dari kalangan bangsawan. Hal yang paling ditentang dan tidak disukai Hanafi.

“Betul. Pamanmu itu menawarkan anak gadisnya untuk dipersunting olehmu.”

“Ah, yang benar, Bu? Bukankah mereka tidak suka dengan keluarga kita karena ibu menikah dengan ayah,” ucap Hanafi sinis.

“Hus, jangan berkata seperti itu, Nak. Tidak baik.”

“Aku hanya berkata yang sebenarnya, Bu. Mereka menjauhi Ibu karena Ibu menikah dengan kalangan biasa, bukan bangsawan seperti mereka. Kenapa sekarang mereka ingin agar anak gadisnya menikah denganku yang bukan dari kalangan bangsawan?”

“Jangan berkata seperti itu, Hanafi. Ibu tidak suka jika kau memendam perasaan dendam di dalam hati. Maafkanlah keluarga Ibu yang berlaku sedikit kurang baik.” Fatma berusaha untuk menasihati anaknya. Ia tidak ingin Hanafi mendendam kepada keluarganya sendiri meskipun ia akui keluarga besarnya memang pernah berlaku kurang baik terhadap ia dan suaminya. Namun, sekarang keadaannya sudah berubah. Saat keluarga besar Fatma melihat kesuksesan Zakaria-ayah Hanafi, mereka tidak memandang sebelah mata lagi.

“Apakah mereka berubah karena melihat ayah sudah sukses? Apa semua keluarga bangsawan seperti itu, Bu?”

“Sudahlah, Nak. Jangan kita teruskan pembicaraan menjelekkan keluarga sendiri. Mereka memang pernah berbuat kurang baik terhadap keluarga kita, tetapi kita tidak boleh membalas dengan memperlakukan mereka seperti mereka memperlakukan kita.”

“Maaf, Bu. Aku hanya kesal saja dengan sikap mereka yang memandang remeh orang lain yang tidak sederajat dengan mereka.”

“Bagaimana? Jadi kamu mau bertemu dengan sepupu jauh kamu itu?”

“Tidak tahu, Bu.”

“Rahma anak yang baik. Selain baik, dia juga cantik dan cerdas. Ibu rasa dia mampu mendampingimu untuk mencapai semua cita-cita dan impianmu. Ibu yakin, dia akan menjadi seorang istri yang mendukung penuh suaminya.”

“Kita lihat besok saja, Bu.” Hanafi tidak berani menjanjikan apapun kepada ibunya. Ia juga belum berani mengatakan pada ibunya kalau sebenarnya ia telah memiliki seorang tambatan hati. Meskipun ia tidak yakin ibu dan ayahnya akan menerima Rosanne, setidaknya ia ingin menyimpan sebentuk rasa cinta yang ada dalam hatinya untuk Rosanne seorang. Sebagai pria yang memiliki cita-cita luhur demi tanah air, mencintai Rosanne adalah sebuah dosa yang harus ia tanggung.

Keesokan harinya, ayah dan ibu Hanafi benar-benar memaksanya untuk ikut serta berkunjung ke tempat Aria, ayah dari Fatma. Setibanya di kediaman Aria, Hanafi disambut hangat oleh Aria dan istrinya. Ayah dan ibu Hanafi mengobrol bersama Aria dan istrinya di teras depan. Sambil menikmati penganan dari singkong dan teh hangat, kedua orangtua Hanafi dan Rahma berbincang mengenai masa depan anak-anak mereka.

Tidak lama kemudian, muncullah Rahma dari balik tirai membawakan satu piring singkong goreng dan satu gelas teh hangat untuk Hanafi. Rahma adalah seorang gadis yang pemalu. Setelah menghidangkan singkong goreng dan teh hangat untuk Hanafi, ia langsung beranjak untuk kembali ke balik tirai.

“Rahma! Kemari sebentar!” perintah Aria pada anak gadisnya.

“Rahma sudah besar dan cantik sekali. Terakhir bibi bertemu denganmu, kamu masih sangat kecil. Mungkin lima atau enam tahun.”

Rahma tersipu mendengar pujian dari Fatma dan semakin menundukkan kepalanya.

“Kemari, Nak!” panggil Fatma.

Rahma berjalan mendekati tempat orangtua Hanafi dan orangtuanya duduk melingkar di kursi rotan.

“Laki-laki yang duduk di sebelah sana adalah putra Bibi, namanya Hanafi. Dia sudah berusia dua puluh lima tahun. Kalau Rahma berkenan untuk berkenalan dengan Hanafi, bibi akan merasa senang.”

Wajah Rahma bersemu merah dan semakin menunduk untuk menyembunyikan rona merah di pipinya. Sejak kedatangan Hanafi dan kedua orangtuanya, Rahma memang memberanikan diri untuk mengintip mereka dari balik tirai.

Saat melihat Hanafi untuk pertama kalinya, ia sudah terpesona dengan ketampanan dan sikap Hanafi yang terlihat dingin. Hanafi adalah contoh nyata dari sosok pria yang diidamkan Rahma.

“Besok kita akan berangkat bersama ke kota sebelah. Bapak mendengar kabar kalau di kota sebelah baru saja dibangun taman kota. Bukan begitu, Hanafi?” tanya Aria.

“Betul Paman,” jawab Hanafi.

“Kita akan menginap di kediaman pamanmu,” ujar Aria kepada Rahma. Ia memang memiliki rencana untuk menjodohkan putrinya dengan Hanafi. Hanafi memang bukan anak dari seorang keturunan bangsawan tetapi ia memiliki potensi untuk menjadi orang besar. Oleh sebab itu, Aria percaya dengan intuisinya mengenai Hanafi.”

Siang menjelang sore, ibu Hanafi memerintahkan anaknya untuk mengajak Rahma berjalan-jalan santai di taman kota. Sebelumnya Fatma memang mendapatkan bisikan dari Aria untuk membantunya menjodohkan Rahma dan Hanafi yang tentu saja disambut dengan tangan terbuka oleh Fatma.

“Tapi, Bu…” Hanafi berusaha untuk menolak permintaan ibunya.

“Tidak ada tapi, Hanafi. Rahma sudah berada di kota ini. Ibu harap kamu mampu menyenangkan Rahma dan kedua orangtuanya selama mereka di sini.” Fatma dan suaminya tinggal di rumah Hanafi selama kunjungan mereka di kota itu.

Dengan terpaksa, Hanafi menjemput Rahma di kediaman pamannya yang lain.

Hanafi akui kalau Rahma memang gadis yang sangat cantik tetapi ia tidak mampu mengalihkan perasaan hati yang telah ia berikan kepada Rosanne.

Sore itu, Hanafi dan Rahma berjalan bersisian di trotoar jalan menuju taman kota. Hanafi tidak menyadari ada sepasang mata yang memandanginya dengan sorot sedih dan kecewa.

*******

“Ayahku mengatakan kalau kau bergabung dengan sebuah organisasi perjuangan kemerdekaan. Benarkah?” tanya Rahma berbasa-basi.

“Ya, apa yang ayahmu katakan memang benar. Cita-cita dan impianku adalah melihat tanah air kita terbebas dari cengkraman tangan para penjajah. Impian terbesarku adalah melihat rakyat memiliki tanahnya sendiri bukan menyewa kepada para penjajah itu. Hak rakyat yang mereka rampas adalah tanah milik nenek moyang kita.”

“Aku pun demikian. Aku bermimpi semua perempuan mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki. Aku ingin melihat semua perempuan pandai membaca dan menulis,” ungkap Rahma.

“Ibuku mengatakan kalau kau tergabung dengan organisasi keperempuan. Aku sangat mendukung apa yang diperjuangkan olehmu dan organisasi yang kau ikuti. Kita memiliki cita-cita dan impian yang sama. Semoha kita diberikan kesempatan untuk melihat bangsa ini merdeka dan berdiri di atas kaki sendiri.”

“Ya, kita memiliki cita-cita dan impian yang sama. Semoga kita bisa saling mendukung satu sama lain,” harap Rahma.

“Tentu saja. Aku senang berkerabat denganmu. Tidak seperti putri dari bangsawan lainnya, kau memiliki pemikiran yang jauh ke depan. Kelak, kau harus mendapatkan suami yang mampu untuk mendukungmu dengan berbagai macam kegiatan dan organisasi yang kau ikuti.”

“Ya. Aku berharap suamiku nanti akan mendukung semua perjuanganku,” ucap Rahma lirih. Dalam hatinya, ia berharap Hanafi yang akan menjadi suaminya kelak. Pertama kali melihat Hanafi dewasa berkunjung, membuat getaran tak biasa dalam hatinya. Tentu saja ia menggantungkan harapannya agar kelak menjadi istri dari seorang Hanafi. Laki-laki penuh semangat dan idealisme yang tinggi. Semua yang Rahma inginkan dari seorang laki-laki ada dalam diri Hanafi.

Keduanya kembali berjalan santai di trotoar menuju taman kota. Di sepanjang jalan menuju taman kota, berderet café khas negara Eropa dan beberapa butik yang menjual berbagai macam model pakaian khas negara di Eropa.

“Perempuan seperti apa yang kau sukai, Hanafi?” tanya Rahma malu-malu. Sebenarnya Rahma sangat malu sekali menanyakan hal tersebut, tetapi ia sangat penasaran dengan tipe perempuan yang disukai oleh Hanafi.

“Untuk sekarang, aku tidak ingin disibukkan oleh perempuan dan cinta. Aku ingin mencurahkan semua energi dan pikiranku demi bangsa ini. Aku khawatir akan mengabaikan istri dan anak-anakku kelak jika pikiran dan tenagakuku banyak tercurah pada perjuangan.”

Hanafi mencoba memberikan alasan logis untuk menolak Rahma. Ia menyadari bahwa Rahma menyukainya. Apalagi setelah mereka berbicara tentang impian dan cita-cita mereka. Hanafi melihat binar dalam mata Rahma saat berbicara dengannya. Binar mata Rahma sama seperti binar mata Rosanne saat menatapnya.

Jika saja Hanafi belum jatuh cinta pada Rosanne, mungkin dia akan menyukai Rahma. Rahma adalah seorang perempuan yang cantik, berasal dari keluarga bangsawan dan yang terpenting memiliki cita-cita dan impian yang sama dengannya. Alangkah indahnya kehidupan rumah tangga dimana suami dan istri saling mendukung.

Secara logika, Hanafi seharusya lebih memilih Rahma. Dengan Rahma sebagai istrinya, dia akan mendapatkan dukungan penuh dari keluarga. Dibandingkan dengan Rosanne, Rahma memiliki nilai yang jauh lebih tinggi di mata keluarganya. Namun, hati tidak bisa memilih dan menolak kemana cinta dilabuhkan, bukan? Hati Hanafi sudah berlabuh di dermaga cinta Rosanne. Hanafi sendiri masih bingung dengan kisah cinta dan masa depannya bersama Rosanne. Apakah mereka sanggup mengungkapkan rasa cinta mereka masing-masing ataukah akan mereka pendam hingga ke liang lahat.

***********

to be continued...

1
Nurgusnawati Nunung
Hanafi mulai berubah, jd luluh
Nurgusnawati Nunung
Hanafi orang yang tegas..
Nurgusnawati Nunung
hadir...
Anna Kusbandiana
lanjut ya, thor...👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!