Halo semua nya. Ini novel author yang ke 3. Di novel ini pemeran utama nya agak berbeda dengan dua pemeran utama di novel author yang lain.
Selamat membaca, dan semoga kalian suka.
Setelah di selingkuhi, dan di tinggal nikah oleh sang kekasih, Mawar di jodohkan dengan anak dari majikan Bapaknya. Bukan nya Mawar tidak mau, hanya saja laki-laki itu bertingkah layak nya wanita. Bapaknya yang seorang supir keluarga itu, terpaksa menerima perjodohan Mawar dan Angga. Banyak yang di harapkan dari pernikahan mereka berdua. Entah bagaimana nasib Mawar selanjutnya.. Selamat membaca. ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Mawar pulang ke rumah ketika sore hari. Ia seharian mutar-mutar tidak jelas ke sana kemari menghabiskan uang nya.
Selama hidup tidak pernah ada hal bahagia yang ia rasakan. Selama ini, Mawar sudah terbiasa sendiri melakukan segala nya.
Bahkan saat itu, saat Maharani menikah dengan Reno, tidak ada satu orang pun yang bersimpati pada Mawar. Mereka malah bersenang-senang sendirian.
Harus nya mereka tahu, seperti apa rasa nya jadi Mawar. Apalagi saudara-saudara dari pihak Nyonya Kantil itu. Selalu saja mencari gara-gara dengan Mawar.
"Pantas saja calon suami nya bisa berpaling, buluk begini penampakan nya." Ucap salah satu dari sekian banyak nya saudara Nyonya Kantil yang terhormat.
Biasa nya Mawar akan selalu diam setiap kali di hina dan bahkan pernah di kerjain habis-habisan sampai ia malu. Sang Bapak hanya diam dan tertawa saat Mawar di perlakukan seperti itu.
Harus nya Mawar bisa mendapatkan pembelaan. Tapi ia malah makin di jatuhkan mental nya. Sakit, sedih, perih semua bercampur menjadi satu. Tidak ada yang mengerti perasaan Mawar selain diri nya sendiri.
"Pantas saja Maharani bisa menjadi wanita tidak tahu diri. Ternyata saudara nya juga seperti ini bentuknya." Ucap Mawar kala itu.
Seketika saudara-saudara Nyonya Kantil yang ada di sana melongo. Pasal nya selama ini Mawar hanya diam saat di bully. Tapi, semenjak Maharani merebut sesuatu yang akan menjadi masa depan nya, Mawar seketika berubah menjadi tegas.
Ia tidak ingin di remehkan lagi. Ia juga tidak ingin di rendahkan lagi. Mawar harus melawan jika tidak ingin terus menerus di siksa batin nya.
"Wah, sudah pintar ngomong kau rupanya."
"Jelas dong. Aku tu dari umur Satu tahun lebih sedikit emang udah bisa ngomong kali." Jawab nya lagi.
"Mawar, nggak baik ngomong begitu sama orang yang lebih tua." Ucap Pak Budi yang membela saudara nya Nyonya Kantil.
"Trus, kalau dia lebih tua, boleh ngomong sembarangan ke yang lebih muda?"
Pak Budi bungkam. Pertanyaan Mawar memang tidak salah. Hanya saja, ego Pak Budi membuat nya memarahi Mawar habis-habisan.
"Dasar anak tidak tahu diri. Masih untung kau ku rawat dan ku berikan tempat tinggal yang layak. Harus nya waktu itu, kau ikut saja Ibu mu itu. Biar tidak merepotkan aku." Ucap Pak Budi membuat jantung Mawar seketika berhenti memompa.
Demi apa seorang Bapak tega ngomong seperti itu di depan semua keluarga ibu tiri Mawar. Mawar seperti di lempar ke dalam kubangan kotoran.
Maharani yang menjadi wanita bi-nal dan hamil anak dari calon suaminya, tidak sekalipun di tegur seperti itu. Apalagi sampai di marahi.
Di sana, Mawar seakan menjadi tempat pelampiasan. Mawar seperti kotoran. Mawar tidak di inginkan di mana pun dan oleh siapa pun.
*****
"Dari mana saja kamu." Tanya nyonya Kantil saat melihat Mawar pulang.
"Jalan-jalan aja kok."
"Enak ya, bisa jalan-jalan. Setelah buat keributan semalam. Lihat tuh Rani. Sampe sekarang mogok makan gara-gara kamu."
"Itu sih derita dia. Bukan urusan ku. Udah ya. Aku capek dan mau istirahat. Tolong jangan ganggu." Ucap Mawar sambil berlalu pergi.
Nyonya Kantil sangat kesal sampai mengepalkan kedua tangan nya. Semakin hari, Mawar semakin berani menjawab nya. Tidak seperti dulu yang selalu penurut.
Saat itu, Rani baru saja menghabiskan semangkok bakso dan sebungkus sate madura. Ia memang tidak keluar kamar sama sekali dan mengatakan akan mogok makan.
Akan tetapi, Reno selalu membelikan nya makanan yang ia pinta untuk di bawa pulang ke rumah. Sungguh Maharani cocok sekali dijadikan artis piguran.
Di kamar nya setelah Mandi, Mawar mencoba untuk menenangkan pikiran nya. Ia tidak ingin stres jika terus menerus di teror oleh Rani dan dan Ibu nya.
Ingin rasa nya pergi dari sana, tapi itu membuat mereka senang dan girang. Selama ini mereka sudah begitu banyak mengeruk harta peninggalan almarhumah ibu nya Mawar.
Hanya saja, Pak Budi sangat pintar menyembunyikan nya. Entah pada siapa Mawar akan meminta tolong untuk membantu nya.
Angga,,, ah,, ntah anak bisa di harapkan.
"Besok pagi aku jemput. Siap-siap, ya."
Pesan masuk dari Angga membuyarkan lamunan Mawar.
"Rumah dekat aja sok mau jemput." Balas Mawar.
"Aku dari apartemen. Bukan dari rumah. Biar nggak di ejek kamu lagi."
"Beneran? Semudah itu beli apartemen?"
"Nggak beli. Memang punya ku sedari lahir."
Pletak,,,
Ponsel milik Mawar jatuh begitu saja. Ia terkejut dengan balasan pesan dari Angga. Ia lupa kalau Angga anak sultan. Apartemen mah lewat.
"Ah, sial!" Ucap Mawar saat tahu ponsel nya jatuh dan retak.
Ponsel sejuta umat itu ia beli dengan hasil keringat nya sendiri. Tidak seperti Maharani yang merengek minta di belikan ponsel merk strawberry.
Mawar jika merengek seperti itu, bisa di pastikan ia akan langsung mendapat tatapan maut dari Nyonya Kantil. Padahal ada hak Mawar juga di sana.
Suara panggilan masuk dari Angga membuat Mawar kembali dilema.
"Ada apa?" Tanya Mawar.
"Pesan ku tidak kau balas."
"Trus, aku harus balas apa, Tuan muda? Bilang waw gitu? Dasar tukang pamer!"
"Memang susah ya. Bicara sama perempuan yang selalu berpikir negatif. Yasudah kalau begitu. Besok jangan kemana mana. Tunggu aku jemput."
Saat Mawar akan bicara, panggilan langsung di akhiri secara sepihak. Lagi-lagi Mawar sangat kesal.
*****
Keesokan hari nya, Mawar memang benar-benar di jemput oleh Angga. Saat itu, Kantil dan Maharani sedang berada di depan rumah. Entah apa yang mereka lakukan.
"Cari siapa, ya?"Tanya Nyonya Kantil yang tidak begitu mengenal Angga.
" Mawar nya ada? "
Nyonya Kantil begitu terkejut saat mendengar suara Angga yang laki banget. Antara benar atau tidak, akhirnya ia sadar. Kalau yang di hadapannya ini, memang lah calon menantu nya.
Seketika ia tertawa jahat di dalam hati. Menyayangkan nasib anak sambung yang harus menikah dengan pria seperti ini.
"Mawar ada di dalam. Silahkan masuk dan duduk dulu. Kamu Angga ya."
"Iya." Ucap Angga singkat.
Ia tidak ingin berlama-lama bicara dengan mereka. Angga sudah banyak tahu bagaimana sepak terjang dua manusia yang ada di hadapannya saat ini.
"Apa kabar?" Tanya Maharani dengan senyum mengejek.
"Aku, selalu baik." Angga pun menimpali.
"Bagus deh. Aku nggak perlu repot-repot lagi buat menyatukan kalian."
"Maksud nya?"
"Harus nya kamu berterima kasih pada ku. Jika bukan karena aku, kamu dan Mawar tidak akan pernah menikah."
Angga hanya tertawa saat mendengar lelucon yang di katakan oleh Maharani. Sepercaya diri itu ia mengatakan kalau kedekatan Angga dan Mawar karena diri nya.
" Kamu, memang tidak tahu diri."