Astoria Adventure

Pagi telah tiba di kota Eudenville, diiringi riuh burung-burung yang berkicau dengan merdu, menciptakan suasana hangat yang menyelimuti ibukota. Kota sangat ramai di pagi hari, dengan para pekerja mulai berangkat menuju tempat kerja mereka.

Pukul 7 pagi yang tertera di jam menandakan kedatangan fajar, di mana sinar matahari perlahan terbit dari ufuk timur. Vincent merasakan tubuhnya menggeliat di atas kasur empuknya. Dengan perasaan gembira setelah tidur yang nyenyak, ia bangun dari tempat tidurnya dan bergerak menuju ruang kamar mandi.

Air hangat menyapa kulitnya saat Vincent mandi dan mengganti pakaian. Setelah mempersiapkan diri, ia melangkah keluar dari kamar untuk bertemu dengan kedua pengawalnya. Di sana, Caspian dan David sudah bersiap dengan penuh kewaspadaan, menunggu di depan pintu kamar Vincent dengan penuh kesabaran.

Pagi itu, langit cerah memberikan sinyal bahwa perjalanan menuju kota Domrand akan dimulai. Karena tidak ada akses jalan pintas, mereka terpaksa harus memutar melalui ibukota Kerajaan Eudenville sebelum mencapai tujuan mereka.

Dengan barang-barang yang telah dikemas rapat, mereka melangkah keluar dari penginapan tersebut dan memulai perjalanan menuju kota di mana suku Dwarf tinggal. Saat melewati jalan-jalan yang ramai, pemandangan yang terbentang di depan mereka banyak menggambarkan kondisi rakyat di Kerajaan itu.

Vincent tidak bisa menahan perasaannya melihat begitu banyak orang yang masih menjadi budak di negeri ini. Setiap pagi, mereka diiringi ke tempat kerja mereka dengan penuh keterpaksaan. Ketidaktaatan akan dihukum dengan cambukan keras dari majikan mereka. Di seberang jalanan, para bangsawan berkendara dengan santainya di atas kereta kuda, merasa sangat superior dan jauh terpisah dari penderitaan rakyat kecil.

Begitu banyak kebijakan dan wewenang dari pemerintah yang menyebabkan kelaparan dan kematian di antara penduduk. Namun, Vincent merasa tidak bisa berlama-lama lagi di kota ini. Risiko penyamarannya terbongkar oleh penjaga-penjaga yang curiga semakin besar. Maka, lebih baik segera meninggalkan tempat ini sebelum situasi menjadi semakin berbahaya.

Caspian memimpin jalan di depan, dan ketiga orang itu mulai bergerak dengan penuh semangat. Mereka meninggalkan gerbang ibukota dengan langkah mantap. Kuda-kuda yang mereka tunggangi terlihat dalam kondisi prima, meskipun mereka telah berlari sepanjang hari kemarin. Tidak ada tanda kelelahan pada binatang tersebut, yang membuat hati Vincent terasa lega dan bersemangat.

Mereka memacu kuda-kuda mereka dengan cepat, mengetahui bahwa hanya dalam beberapa jam lagi mereka akan tiba di kota yang menjadi tujuan mereka. Tidak ada halangan yang menghalangi perjalanan mereka dari Eudenville hingga ke kota Domrand.

...****************...

Beberapa jam berlalu, akhirnya Vincent beserta pengawalnya tiba di depan pintu gerbang kota tersebut. Dari kejauhan, terlihat sebuah kota yang cukup besar berdiri kokoh, dengan bangunan-bangunan khas suku Dwarf yang menambah kesan artistik di sekitar kota itu.

Vincent kemudian menoleh ke arah David, yang berada di belakangnya sejak tadi. "Dimana rumah temanmu yang kamu sebutkan?" tanya Vincent, matanya penuh perhatian saat ia mengamati kota yang menghampirinya.

"Sekitar pinggiran desa di arah selatan, yang mulia"balas David menjawab pertanyaan Vincent tersebut.

Akhirnya, Vincent memutuskan bahwa David akan memimpin perjalanan mereka, dan dengan hati-hati David menuntun mereka menuju rumah temannya. Selama perjalanan, David beberapa kali disapa oleh penduduk kota kecil itu, menunjukkan betapa akrabnya David dengan kehidupan di sana.

Setelah beberapa waktu, mereka tiba di rumah sahabat kecil David. David dengan hati-hati mengikat kudanya dan turun dari punggungnya, diikuti oleh Caspian dan Vincent. Mereka kemudian mengetuk pintu rumah tersebut dengan sopan, menunggu dengan penuh harap di depan pintu yang tertutup rapat.

...****************...

Sedikit Informasi:

Dalam mitologi, khususnya mitologi Nordik, dwarves (dikenal juga sebagai dwarfs) adalah makhluk mitologis yang kecil, sering kali terkait dengan tambang, kerajinan logam, dan kekayaan. Dwarves dalam mitologi Nordik memiliki beberapa ciri khas yang sering muncul dalam cerita-cerita mereka:

1.Pekerja Keras: Dwarves sering digambarkan sebagai makhluk yang sangat ahli dalam kerajinan logam dan tambang. Mereka dianggap sebagai pandai besi yang ulung dan sering kali menciptakan senjata, perhiasan, dan artefak magis.

2.Pencipta Artefak Magis: Dwarves dalam mitologi Nordik sering kali terlibat dalam penciptaan artefak magis yang penting. Contohnya adalah cincin kekuasaan dalam cerita tentang Thor dan cincin Nibelung dalam mitologi Jerman.

Kekayaan dan Harta Karun: Dwarves dianggap sebagai penjaga harta karun yang melimpah di dalam gunung-gunung. Mereka dikenal karena kekayaan dan harta karun mereka yang besar, yang sering kali menjadi sumber perselisihan dan petualangan dalam cerita mitologi.

4.Kecerdasan dan Kelihaian: Meskipun kecil dan pendek, dwarves dalam mitologi Nordik sering digambarkan sebagai makhluk yang pintar, cerdik, dan bijaksana. Mereka juga dikenal karena kelihaian mereka dalam berdagang dan berunding.

5.Hubungan dengan Dewa: Dwarves sering berinteraksi dengan dewa-dewa di dalam mitologi Nordik. Mereka sering membuat perjanjian atau kesepakatan dengan dewa-dewa, terlibat dalam pertukaran barang atau jasa, dan terlibat dalam berbagai cerita mitologi yang melibatkan dewa-dewa.

Dwarves dalam mitologi Nordik memiliki peran yang penting dalam cerita-cerita mitologi dan sering kali menjadi karakter yang menarik dan berwarna dalam warisan mitologi Nordik yang kaya.

Terdengar suara sahutan dari dalam rumah, suara yang sedikit berat dan serak. "Ya, sebentar," jawab suara dari dalam. Kemudian, pintu rumah terbuka lebar, menampakkan seorang laki-laki kurcaci yang muncul dari balik pintu. Dengan riang, laki-laki kurcaci itu langsung berteriak ke dalam rumah, "Ayra! Ada David berkunjung kemari... silahkan masuk, nak!" Sambutan hangat dari laki-laki kurcaci tersebut menyambut kedatangan David beserta teman-temannya.

Mereka melangkah masuk ke ruang tengah, tempat di mana mereka akan dijamu oleh tuan rumah. Kurcaci itu sibuk memanggil istri dan anak-anaknya untuk menyiapkan hidangan untuk para tamu mereka. Setelah beberapa menit, Caspian dengan sopan menanyakan identitas kurcaci tersebut.

"Kalau boleh tahu, nama Anda siapa, Tuan?" tanya Caspian dengan penuh perhatian.

"Ah, nama saya Harves, Tuan Muda," balas Harves sambil duduk di hadapan mereka.

Caspian duduk bersila di depan, sementara David dan Vincent duduk di belakangnya dengan penutup kepala masih terpasang. Meskipun beberapa kali pandangannya tertuju pada Vincent, namun dalam asyiknya percakapan, Vincent tampaknya tidak begitu memperhatikan. Suasana ramah dan hangat pun tercipta di antara mereka.

"Jadi, apa maksud kedatangan tuan-tuan kemari berkunjung kepada saya?" tanya Harves dengan nada lembut.

"Ah, begini paman... kami datang kemari mengenai masalah ajakan saya untuk bekerja untuk raja di kota Astoria, beberapa waktu lalu," jawab David menjelaskan maksud kedatangan mereka.

"Hmm... saya agak kurang setuju dan ragu, karena keluarga saya telah lama tinggal di kota Astoria," sahut Harves dengan ekspresi kekhawatiran.

Vincent pun melepas penutup kepalanya, dan mulai berbicara mengenai kekhawatiran Harves akan meninggalkan keluarganya dalam waktu yang lama.

"Tuan Harves, Anda diperbolehkan untuk membawa keluarga Anda bersama jika perlu, ketika pergi ke Astoria. Jika Anda khawatir akan mendapatkan perlakuan yang tidak layak, saya memberikan jaminan atas nama kerajaan bahwa hal tersebut tidak akan terjadi," ucap Vincent dengan senyuman lembut di wajahnya.

"Ya... yang Mulia Gabriel!"