Kisah Cinta Devanno dan Paula tidak berjalan mulus. Sang mama tidak setuju Devanno menikahi Paula yang bekerja sebagai waiters di sebuah diskotik. Sang mama berusaha memisahkan Devanno dan Paula. Ia mengirim Devanno ke luar negri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ara julyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab: 14
Paula melangkahkan kakinya masuk ke dalam diskotik. Dia mencari manager nya lalu meminta izin untuk tidak masuk kerja.
"Permisi pak," Paula masuk ke ruangan managernya.
"Iya ada apa Paula?" tanya sang manager.
"Pak, boleh kah hari ini saya izin tidak bekerja, saya kurang enak badan pak," ucap Paula sambil menundukkan wajahnya.
"Kamu sakit? wajahmu sangat pucat, kenapa tidak menelepon saja?"
"Saya pikir, tadi saya bisa kerja ternyata setelah sampai disini saya merasa kepala saya pusing sekali pak," alasan Paula.
"Baiklah kamu boleh pulang, istirahatlah beberapa hari sampai kamu benar-benar sehat."
"Baik, terimakasih pak."
"Apa kamu perlu di antar?"
"Tidak, terimakasih."
"Baiklah."
Akhirnya Paula keluar ruangan managernya dengan perasaan lega karena dirinya telah di izinkan pulang.
"Paula, kamu kenapa? sakit ya? wajahmu pucat," tanya Dina saat berpapasan dengannya.
"Iya din, aku kurang enak badan, barusan aku izin sama manager, aku mau pulang," jawab Paula.
"Pulang lah, apa perlu aku suruh Reza mengantar mu?"
"Nggak usah Dina, kalian kan lagi jam kerja, aku bisa kok pulang sendiri."
"Baiklah kalau begitu, hati-hati ya Paula," kata Dina.
Paula menjawab Dina hanya dengan anggukan wajahnya. Lalu dia melangkahkan kakinya keluar dari diskotik.
Di luar diskotik Paula memesan ojek online, lalu pulang le rumahnya.
Begitu sampai ke rumah sang ibu terkejut melihatnya sudah pulang.
"Paula, kenapa cepat sekali kamu pulang?" tanya ibunya.
"Paula tidak jadi masuk kerja bu, Paula nggak enak badan," jawab Paula sambil berlalu masuk ke kamarnya meninggalkan sang ibu.
Paula duduk di tepi ranjangnya. Ia menarik nafas panjang. Matanya nyaris tak berkedip dan tetap lurus menatap ke dinding kamarnya, menembus daya indra penglihatannya entah dimana.
Pikirannya terus berjalan dan berputar tanpa henti. Saat ini, Paula hampir tidak sanggup lagi menghadapi masalahnya seorang diri.
Tapi tidak mungkin dia menceritakan masalah nya ini pada siapapun. Apalagi pada Vania ataupun ibunya.
Apalagi kalau sampai sang ibu tahu apa yang telah terjadi dengannya. Paula yakin ibunya pasti sangat kecewa padanya. Ibunya pasti akan mengalami tekanan batin yang luar biasa.
Sebab, selama ini sang ibu sudah sering mewanti-wanti Paula agar jangan sampai salah pergaulan.
Selama ini sang ibu juga sangat menentang Paula kerja di tempat hiburan malam. Tapi Paula selalu meyakinkan ibunya bahwa dia berbeda dengan mereka yang sama-sama bekerja malam.
Seolah selama ini Paula menegaskan bahwa dia bisa menjaga diri dan kehormatannya walaupun dia kerja di tempat seperti itu.
Tapi apa yang terjadi, sekarang Paula merasa di tampar omongannya sendiri. Dia hamil. Dan bagaimana cara menjelaskan masalah ini pada ibunya.
Bahkan juga pada teman-temannya. Selama ini Paula menentang teman-temannya yang gaya pacarannya bebas.
Paula selalu menjadi penasehat teman-temannya. Dia sangat menentang gaya hidup modern dan bebas teman-temannya.
Paula mempunyai sikap dan prinsip hidupnya sendiri. Dia selalu berusaha memegang teguh nilai-nilai yang sesui dengan hati nuraninya.
Salah satunya adalah menjaga kesuciannya. Menjaga keperawanannya dan hanya akan di berikan kepada lelaki yang kelak menjadi suaminya. Namun nyatanya Paula gagal memegang prinsip nya sendiri.
Karena itulah Paula tak henti-hentinya menyesali malam dimana dia dan Devano lupa diri dan melanggar apa yang selama ini menjadi pegangan hidupnya. Tapi bagi Paula, nasi sudah menjadi bubur.
Dan naas nya bagi Paula, walaupun baru satu kali dia melakukan kesalahan itu, tapi begitu besar resiko yang harus di hadapinya. Padahal teman-temannya yang bebas berpacaran, tidak ada satu orang pun yang hamil di luar nikah seperti dirinya.
Paula merasa yakin, Devano pasti akan bertanggung jawab. Dan rela melakukan apa saja untuk menikahinya. Termasuk menentang mamanya kalau sang mama menentang niatnya itu.
Dan kalau seandainya itu terjadi, Paula tidak mau menimbulkan pertentangan antara ibu dan anak. Paula tidak ingin merusak hubungan mereka. Sebab dia menyadari betapa eratnya hubungan batin seorang ibu dan anaknya.
Pikiran-pikiran seperti itulah yang membuat batinya begitu tersiksa dan galau. Perang batin terus berkecamuk di kepalanya.
Tubuh Paula menggigil karena dia terus memikirkan sesuatu yang dia anggap tidak mungkin.
Dia sadar, apa yang terjadi padanya akan membuat perubahan besar dalam hidupnya. Paula berpikir ia tidak akan bekerja lagi, karena dia tahu semua orang tahu bahwa dia belum menikah.
Lalu apa jadinya kalau teman-temannya melihat dia bekerja dengan perut buncit. Betapa dia akan di permalukan nanti. Dan dia juga akan di lecehkan tamu-tamu di diskotik itu karena di anggap murahan.
Lalu bagaimana juga dengan skripsi yang selama ini sudah di tundanya? akan berapa lama lagi tertunda?
Dan bagaimana pula nanti masalah ekonomi keluarganya? Selama ini Paula lah tulang punggung keluarganya. Jika dia hamil dan tidak bekerja, bagaiman biaya nanti sekolah Vania?
Bagaimana nanti ributnya kalau sampai Vania dan ibunya jika mereka mengetahui kehamilannya. Belum lagi harus menghadapi reaksi keluarga besarnya di Surabaya. Dan juga sanksi sosial dari masyarakat di sekitarnya.
Paula sangat bingung memikirkan nasib dirinya ke depannya. Dia terus berpikir. Bahkan pernah sesekali terlintas di benaknya untuk menggugurkan kandungannya dan mengakhiri segala kesulitan dan bayangan gelap masa depannya itu.
Bersambung....
Semoga Paula bisa melewati masalah ini. Hrus bgt di support keluarga sih....
tidak semua waitress club malam itu berstatus wanita gampangan....keren....
Poor girl. Semoga Paula ttap bisa mmpertahankan bayinya. Tapi aku takut ngebayangin gimana reaksi ibunya Paula...
Ingat ya kamu habis ngapain sama Paula !! Jgn habis manis, sepah dibuang 😤😤