"
Suatu perkawinan pengganti, mengikatnya erat di sisinya.
Dave adalah pria yang membuat semua orang di kota ketakutan, dia kejam dan bengis, terutama membenci wanita.
Nadia adalah wanita kaya yang diintimidasi oleh orang lain, dan dia sama sengsaranya dengan Cinderella di rumah.
Awal berpikir kalau pernikahan ini akan segera berakhir, dan keduanya akan segera bercerai.
Tanpa diduga, setelah menikah, dia sangat memanjakannya!
""Apakah kamu pikir aku tidak akan tahu jika kamu menyembunyikan identitasmu? Gadis cupu.""
Nadia tampak terkejut, ""Bagaimana kamu bisa tahu?!”"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2. AKU TIDAK BOLEH CENGENG.
BAB 2.
Pelan-pelan sekali Nadia menidurkan tubuhnya di Sofa, hingga tidak terasa dia terbawa ke alam alam mimpi.
Hampir dua jam Nadia tertidur di sana hingga dia harus terbangun karena dia merasa lapar.
"Kenapa sampai ketiduran disini. Ini sudah pukul berapa?," Nadia kembali melihat jam kecil yang ada di pergelangan tangannya.
Seketika itu juga matanya melotot setelah melihat jam kecil tersebut.
"Astaga ini sudah jam tujuh malam. Kenapa Aku selalai ini, jika Aku pulang, ibu pasti memarahiku habis-habisan. Baiknya Aku tinggal saja disini, dari pada harus mendapat caci maki dari beliau. Besok siang saja baru Aku pulang," ucap Nadia bangun dari atas sofa dan melangkah menuju kamar mandi.
Ada sekitar lima belas menit Nadia di dalam bilik kecil itu hingga dia keluar berbalut handuk lalu menuju kesebuah kamar yang biasa dia gunakan untuk beristirahat.
Belum juga dia menutup mata, sebuah pesan notifikasi berbunyi. Nadia menyalakan handphonenya dan mendapati sebuah pesanan kue dari ibu Melati salah satu langganan kuenya selama ini.
Nadia kemudian membalas lalu mengirimnya. Nadia meletakkan handphonenya begitu saja diatas pembaringan.
Matanya memandang keatas plafon dan kembali bayangan Ibu, mawar Ayahnya menari-nari diatas sana.
"Apa mereka benar-benar tidak ada rasa peduli padaku! Apa Aku ini memang tidak ada artinya di keluarga itu. Kenapa tak satu pun diantara mereka ada yang menghubungiku dan Menanyakan kabarku. Di mana Aku sekarang?, Setidaknya menanyakan apa Aku sudah makan apa belum?" air mata Nadia kembali menetes. Keluarga yang selama ini dia miliki benar-benar tidak ada yang peduli dengan dirinya, dia bak orang asing di keluarga itu.
Terkadang Nadia bertanya dalam hatinya, apa dia benar anak dari Rudy dan Yunita?. Kalau iya, kenapa perhatian mereka benar-benar beda dari perhatian Rudy dan Yunita pada mawar.
Sedapat mungkin Nadia mencoba untuk menghilangkan pertanyaan itu dari pikirannya tapi tetap saja pertanyaan yang sama terus muncul dari dalam pikirannya.
Lama Nadia menatap keatas plafon hingga dia tak sanggup menahan air matanya.
"Aku tidak boleh cengeng seperti ini, Aku harus kuat,".
Nadia bangun lalu menuju kearah sebuah lemari kecil dan membukanya. Ada beberapa lembar pakaian yang sengaja dia simpan sebagai pakaian ganti saat dia berada di toko itu.
Setelah berpakaian, Nadia Menuju ke dapur dan merebus beberapa mie instant dan tak lupa mengocok telur dan memasukkan dalam rebusan mie instan tadi.
Setalah dirasa sudah masak, Nadia mematikan kompor dan menuang mie instant yang sudah masak kesebuah mangkok kecil.
Nadia membawa mangkok yang berisi mie instan itu ke sebuah meja kecil yang ada di ruangan dapur.
Ada beberapa menit Nadia menikmati makan mie instant itu, hingga dia kembali berdiri dan menuju ke wastafel untuk membersihkan semua piring dan wajan yang telah dia gunakan.
Setelah semua sudah bersih, Nadia melangkah menuju ke kamar dan membaringkan tubuhnya diatas pembaringan.
Tidak terasa matanya kembali terpejam dan terbawa kealam mimpi.
Kicauan burung-burung pagi dan kokok ayam jantan menandakan pagi sudah tiba. Mata hari pagi yang muncul di ufuk timur menyapu semua embun yang menempel di daunan.
Nadia pelan-pelan membuka kedua kelopak matanya dan merenggangkan otot-ototnya. Sebelum bangun dari tempat tidur Nadia mengambil handphonenya diatas kasur untuk memeriksa jangan sampai ada telepon atau setidaknya pesan singkat dari keluarganya.
Lagi dan lagi kekecewaan harus dia terima.
"Baiklah, mulai sekarang, Aku harus kuat. Sampai kapanpun mereka tidak akan pernah peduli padaku. Dan Aku tidak akan membuang air mataku lagi untuk mendapat belas kasihan dari mereka," Nadia meletakkan handphonenya kembali diatas kasur dan melangkah menuju ke kamar mandi.
Setelah melakukan ritual mandinya, Nadi bergegas menuju dapur untuk membuat pesanan kue ibu melati semalam. Wajah sudah tidak semuram kemari. Nadia sudah menetapkan hatinya untuk tidak mau bersedih lagi karena tidak dianggap.
"Ini hari baru bagiku, hari bahagia bagi seorang gadis cupu sepertiku. Ah...bukan cupu, tapi unik itu beda bukan ha ..ha .ha," Nadia tertawa senang sambari mengaduk adonan dalam loyang.
Sejak kecil Nadia membantu Bi Oda di dapur. Mulai dari memasak makanan sehari-hari sampai membuat berbagai jenis kue, baik kue kering maupun kue basah.
Inilah yang menjadi modal besar untuknya untuk bisa bertahan hidup dan membiayai karyawannya.
Tidak lama kemudian terdengar pintu terbuka. Rita membuka pintu toko dengan kunci yang selama ini dia bawa.
Alangkah terkejutnya Rita saat mencium aroma kue dari arah dapur.
"Siapa yang membuat kue sepagi ini?, Apa Nona Nadia yang melakukanya?. tetapi kok pintunya terkunci atau semalam Nona Nadia bermalam karena tidak mau terlambat seperti kemarin?," pertanyaan demi pertanyaan muncul di benak Rita sebelum melangkah masuk.
Tidak lama kemudian Rita pun melangkah menuju dapur dan mendapati Nadia sedang memasukkan kue buatannya kedalam oven.
"Apa Nona Nadia semalam menginap di sini ya?," tanya Rita sambil meletakkan tas dan kunci toko diatas meja.
"Kamu sudah datang Rit!. Iya semalam Aku menginap disini karena takut terlambat seperti kemarin-kemarin," balas Nadia sambil menutup oven kue.
"Terus kue-kue itu pesanan dari siapa?," tanya Rita lagi.
"Pesanan ibu Melati, semalam beliau mengirim pesan singkat padaku. Untuk di bikinkan kue dan harus diantar siang hari ini juga," balas Nadia.
"Oh seperti itu!, baiklah, Apa ada yang bisa Saya bantu?,"
"Tolong kamu buatlah adonan yang sama yang Aku buat tadi. Takarannya seperti sebelum-sebelumnya. Tidak kurang dan tidak lebih," balas Nadia mengeluarkan tepung terigu dan beberapa bahan kue dari dalam lemari.
"Beres Nona, biar chef Rita yang membuatnya," Rita sembari tertawa diikuti oleh Nadia.
Hampir tiga jam mereka berdua bergelut dengan adonan-adonan yang ada di dapur hingga akhirnya keduanya pun mengumpulkan beberapa loyang, piring dan alat mengaduk kue yang sempat mereka gunakan.
"Baiknya Nona Nadia yang mengemas kuenya, biar Saya yang membersihkan semua ini," ucap Rita sambil membawa loyang, piring dan alat pembuat kue menuju kearah wastafel.
"Tidak apa-apa nich!, Kamu nyuci sendiri semua itu?"
"Nona kayak tidak tahu Saya saja. Apa Nona Nadia lupa kalau sebelum Saya bekerja di sini, Saya dulunya bekerja sebagai pencuci mobil dan sepeda motor,".
"Iya juga sih!, kalau begitu terima kasih ya Rit. Kamu memang karyawan teladan. Entah apa jadinya usahaku ini tanpa dirimu," Nadia mulai memasukkan beberapa kue kedalam toples.
"Sama-sama Nona, Nona Nadia juga begitu baik pada Saya dan wajarlah kiranya bila Saya membantu Nona. Lagian gaji Saya disini cukup tinggi jadi Saya tidak mau Nona mengganggapku makan gaji buta," balas Rita mulai membersihkan perabotan tadi.
"Hii ...kamu ini. Aku tu memberi gaji sesuai dengan kerja kerasmu. Kalau untung kita banyak ya pendapatan kamu juga banyak,".
"Saya tahu Nona makanya Saya sangat betah berkerja dengan Anda,"
Nadia sudah tak menjawab lagi, dia hanya tersenyum mendengar penuturan ikhlas dari Rita sembari menutup toples yang isinya sudah di penuhi oleh kue buatan mereka.
"Rit, Aku pergi dulu mengantar kue ini, mungkin sore baru Aku balik kemari karena Aku ingin membeli bahan-bahan kue yang mulai menipis," Nadia yang saat itu menenteng kantong plastik berisi beberapa toples.
"Baiklah Nona, hati-hati di jalan. Urusan di toko biar Saya yang urus. Bila ada pesanan kue tolong kabari biar Saya membuat segera agar pelanggan tidak menunggu lama," balas Rita.
"Oke," Nadia membulatkan jarinya membentuk huruf 0 dan bergegas meninggalkan Rita di sana.