NovelToon NovelToon
Ketika Benci Menemukan Rindu

Ketika Benci Menemukan Rindu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Kiky Mungil

Perjodohan yang terjadi antara Kalila dan Arlen membuat persahabatan mereka renggang. Arlen melemparkan surat perjanjian kesepakatan pernikahan yang hanya akan berjalan selama satu tahun saja, dan selama itu pula Arlen akan tetap menjalin hubungan dengan kekasihnya.

Namun bagaimana jika kesalahpahaman yang selama ini diyakini akhirnya menemukan titik terangnya, apakah penyesalan Arlen mendapatkan maaf dari Kalila? Atau kah, Kalila memilih untuk tetap menyelesaikan perjanjian kesepakatan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiky Mungil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27. Seorang Suami

Meeting pagi ini berjalan dengan sangat baik, padahal ada beberapa masalah di kantor-kantor cabang yang cukup membuat para kepala cabang itu ketar-ketir sang CEO akan marah-marah seperti sebelum-sebelumnya. Tapi, justru Arlen memuji kerja keras para bawahannya itu yang telah berusaha mencari jalan keluarnya.

Itu sungguh luar biasa. Mereka seperti menemukan sosok lain yang baru dalam diri Arlen. Sisi yang selama ini tidak pernah terlihat ke permukaan. Bahkan dengan santai Arlen berdiskusi dengan para bawahannya sehingga menciptakan atmosfer yang lebih tenang. Benang merah masalah pun akhirnya bisa diketahui, dan solusi untuk permasalahan di kantor-kantor cabang pun di dapat.

Mereka keluar dari ruang meeting utama itu dengan wajah yang bersinar, padahal tadinya ketika masuk dan menunggu kedatangan Arlen, jiwa mereka sungguh tertekan dan berpikir mereka akan menyandang status pengangguran.

"Noe, bisa tolong pesankan aku kopi, sepertinya aku butuh kopi." kata Arlen begitu masuk ke ruangan kerjanya.

"Maaf Tuan, tapi Nona Kalila melarang saya membelikan kopi untuk Tuan kalau Tuan memintanya."

"Kapan Kalila menyuruhmu begitu?" Arlen mengerutkan kening.

"Nona mengirimkan pesan tadi, sekitar sepuluh menit lalu."

"Dia mengirimkan pesan padamu? Kenapa ga langsung ke aku saja." kata Arlen dengan nada seperti anak kecil yang merajuk.

"Nona Kalila mengirimkan pesan ke saya, karena pesan yang Nona kirim ke Tuan tidak mendapatkan balasan."

"Hah!" Seketika Arlen langsung menegakkan punggungnya. " Kalila mengirimkan pesan padaku?"

Noe mengangguk.

Senyumnya langsung terbentang seluas samudera begitu melihat satu notifikasi pesan dari Kalila.

"Kalila melarangku minum kopi selamanya. Hahaha! Lucu sekali. Padahal aku rindu kopi buatannya." Bibirnya terus menyunggingkan senyuman lebar itu sembari matanya menatap sederet kalimat yang dikirimkan Kalila.

"Noe,"

"Saya Tuan."

"Apa kamu setuju kalau aku adalah pria paling bodoh dan paling buta selama ini?"

"Apakah saya akan dipecat kalau saya menjawab jujur?"

"Baiklah ga usah dijawab, aku sudah tau jawabanmu." jawab Arlen dengan nada jengkel.

Noe mengangguk dengan perasaan lega.

"Menurutmu, bagaimana caraku untuk bisa membangun kepercayaan Kalila lagi kepadaku?"

"Tuan bisa melakukan apa pun selama Tuan melakukannya dengan tulus."

"Begitu, kah?"

Noe mengangguk. "Bagaimana kalau Tuan bisa memulainya dengan memberikan hadiah kepada Nona Kalila. Misalnya membelikan perhiasan, tas, atau sepatu." Noe memberikan saran. "Karena Nona Miranda dulu sangat senang dengan hadiah-hadiah seperti itu.

"Ah, engga-engga. Kalila bukan Miranda. Dia bukan tipe wanita yang gila dengan mode, perhiasan dan segala macamnya seperti Miranda."

"Ah, ya, benar juga. Nona Kalila sangat sederhana."

Arlen berpikir, dia memutar otaknya cukup keras. Bahkan ini lebih sulit dari pada menemukan solusi permasalahan di kantor cabang. Berbagai masukan diberikan oleh Noe, tapi rasanya tidak ada yang cocok dengan karakter Kalila yang sangat manis dan sederhana.

"Ha!" Arlen menggebrak meja sambil berseru kuat. Jika saja Noe mempunyai jantung yang lemah, mungkin saat ini Arlen harus membawa Noe ke rumah sakit.

"Aku tau! Aku tau! Aku tau!" Serunya dengan semangat. "Tapi aku perlu mencari tau dulu."

Noe tidak mengerti apa yang diketahui Arlen sampai membuat bosnya itu berseru dengan penuh semangat.

"Apa ada jadwal meeting sore ini?"

"Tidak ada Tuan, tapi nanti jam 7 malam ada pertemuan dengan-"

"Batalkan." Potong Arlen. "Aku harus ke kedai sebelum Kalila tutup kedai."

"Apa saya perlu memesan bunga yang lebih besar, Tuan?"

"Ga usah, eh, tapi boleh juga."

"Baik Tuan."

"Tapi, bukan untuk ke kedai."

"Lalu, kemana Tuan?"

* * *

Rintik hujan masih tersisa di luar jendela kedai, tetesannya masih menetes dari tepian kanopi yang menaungi jendela.

Kalila menghela napas lega setelah kesibukan telah berlalu. Dia tidak mengeluh, hanya saja karena mesin kopinya kembali ngadat, pekerjaannya yang mudah menjadi cukup menguras waktu dan tenaga. Dia harus meracik kopi dengan alat pres manual, dan menghangatkan susu juga dengan cara yang manual di atas kompor.

"Mbak, apa kita belum bisa beli mesin kopi yang baru? Kasihan aku lihat Mbak tadi kewalahan."

"Belum kekumpul uangnya, Sri." jawab Kalila dengan seulas senyumnya.

"Oven juga udah sering rusak, Mbak."

"Iya, kita nabung dulu, ya, Sri. Nanti mudah-mudahan bisa kebeli peralatan-peralatan baru."

Asri hanya mengangguk. Dia kembali mengelap meja ketika pintu kedai di dorong hingga terbuka.

"Selamat dat- eh, Mas Arlen." Sapa Asri yang lebih dulu melihat kedatangan pria itu. Barulah setelah itu, Kalila keluar dari dapur dan terkejut melihat kedatang pria itu di kedainya.

"Lho, kok, kamu ada di sini? Memangnya dari kantor jam berapa?" tanya Kalila dengan nada heran.

"Aku pulang cepat."

"Loh, kenapa? Gerd-nya kambuh?" Kalila langsung menunjukkan raut wajah khawatir.

"Nggak, kok, tapi aku sedikit pusing."

"Pusing kenapa? Udah makan siang belum?"

"Bukan, bukan pusing yang pusing."

"Terus?"

"Maksudnya, kepalaku pusing karena permasalahan di kantor cabang. Jadi, pusing memikirkan itu."

"Oh, aku pikir kepalamu sakit."

Noe menahan senyumnya. Padahal tadi, bosnya itu mendapatkan solusi untuk permasalahan di kantor cabang dengan sangat mudah.

"Lalu, apa ga apa-apa kamu pulang secepat ini?"

"Ga apa-apa, kan, aku bosnya."

Kalila mencebik.

"Please, aku butuh sesuatu supaya mumetku hilang. Tapi seseorang menyuruhku untuk ga boleh minum kopi selamanya."

"Wah, untung Mas Arlen dilarang ngopi, karena kebetulan mesin kopinya lagi ngadat, Mas. Rusak lagi." Asri nyeletuk. "Kasihan Mbak Lila dari tadi ngepres kopinya manual."

Kalila langsung melemparkan lirikan tajam pada Asri yang kadang suka nyeletuk dengan kata-kata yang tak terduga kepada orang yang tak semestinya.

"Mesin kopinya rusak, La?" Arlen bertanya.

"Mesin oven juga, Mas. Sering ngadat." Asri seolah tidak melihat lirikan bombastis dari Kalila.

"Ovennya juga belum ganti, La?"

"Eh, iya. Biasanya Rafa yang betulin mesin kopinya setiap pagi. Tapi, ga tau kenapa tadi tiba-tiba ngadat."

"Rafa?" Nada Arlen mulai berubah.

"Iya. Mesinnya cuma mau dibetulin sama Rafa."

"Sepertinya mesin kamu udah bosan sama Rafa, buktinya dia rusak sekarang."

Kalila hanya menggaruk tengkuknya.

"Jadi," Kalila mencoba mencairkan suasana yang tiba-tiba tegang. "Aku buatkan kamu jus buah aja, ya, lebih sehat untuk lambungmu."

Arlen mengangguk, kemudian memilih untuk duduk pada kursi yang dekat dengan jendela.

Sementara Noe memilih untuk berada di meja yang terpisah.

Sepuluh menit kemudian, Kalila datang dengan membawa dua gelas jus buah, dan dua piring Mille Crepes. Yang satu diberikan kepada Arlen, yang satu lagi untuk Noe.

"Jadi, Rafa selalu datang setiap pagi ke sini?" tanya Arlen sembari jemarinya mengaduk jus alpukat di dalam gelasnya.

"Ya, dia selalu membeli kopi dan mengecek apakah mesin kopiku menyala atau ga."

Arlen mengangguk. Tapi ekspresinya sulit digambarkan oleh Kalila. Dia terlihat kesal. Tapi juga terlihat seperti sedang berpikir.

"Bagaimana kalo kita beli mesin kopi dan oven baru untuk kedai mu ini?"

"Apa?"

"Sekarang juga kita beli."

"Eh?" Kalila mengerjapkan matanya. "Enggak perlu, Ar. Besok pagi, mesin kopinya juga bisa lagi dibetulin Rafa."

"Kenapa harus mengandalkan Rafa untuk sekadar membetulkan mesin kalau kamu punya suami yang bisa membelikan peralatan yang baru?"

"..." Lidah Kalila kelu. Barusan Arlen mengakui dirinya apa? Suami?

"Mulai sekarang, kamu harus bilang dan minta kepadaku apa pun yang kamu butuhkan."

"Tapi, Ar-"

"Kali ini, aku memaksa."

.

.

.

Bersambung.

1
Kiky Mungil
Yuk bisa yuk kasih like, komen, dan ratingnya untuk author biar tetep semangat update walaupun hidup lagi lelah lelahnya 😁

terima kasih ya yang udah baca, udah like karya aku, semoga kisah kali ini bisa menghibur teman-teman semuanya ❤️❤️❤️

Saranghae 🫰🏻🫰🏻🫰🏻
Ana Natalia
mengapa selagi seru2nya membaca terputus ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!