Kejadian malam itu membuatku hampir gila. Dia mengira kalau aku adalah seorang jal*ng. Dia merebut bagian yang paling berharga dalam hidupku. Dan ternyata setelah aku tau siapa pria malam itu, aku tidak bisa berkata-kata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heyydee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Aku tidak bisa tidur jadi aku duduk di luar tengah malam sendirian.
"Huh, kok gue gak bisa tidur ya?" tanyaku kesal.
Angin malam berhembus kencang. Aku memakai Hoodie agar tidak terlalu dingin. Suasana tampak hening dan sepi juga sedikit menyeramkan.
"Huh, agak seram juga ya," ucapku sedikit was-was.
"Ngomong-ngomong si Revandra kok belum balik ya?" tanyaku khawatir.
Saat tengah menikmati malam yang sepi, tiba-tiba aku mendengar sesuatu.
Gresek
Gresek
"E-eh apaan tuh?" tanyaku panik.
"Suara apaan tuh?" aku semakin panik.
Aku melihat sekeliling yang tampak sepi dan menyeramkan. Suara itu kembali bunyi dan membuatku ketakutan. Saat aku akan masuk, Beberapa mobil tiba di rumah.
Langkahku terhenti kala melihatnya. Semua anak buah keluar dari mobil dan juga Revandra. Dia segera berjalan mendekatiku.
"Kenapa kau masih di luar?" tanya Revandra.
"Aku-
Aku di buat salah fokus dengan lengan kemejanya yang ternodai oleh dar4h.
"Rev, lengan kamu kok-
"Huh, bukan apa-apa!" ucapnya.
"Tapi itu-
"Ayo masuk," dia menarik tanganku masuk ke dalam rumah.
Aku dengan sengaja memukul lengannya yang terluka agar dia melepaskan tanganku.
"Ssshh....kau-
Revandra tampak kesal karena Naura memukul lengannya.
"Sakit? Emangnya lengan lo kenapa sih?" tanyaku penasaran.
"Lo juga kenapa pulangnya tengah malam gini?" tanyaku heran.
"Khawatir ya?" tanya Revandra.
"Enggak sih, cuma gue penasaran aja," jawabku.
"Sudahlah, jangan banyak bicara! Ini sudah malam, sebaiknya kau tidur!" ucap Revandra.
"Aku sudah lelah, aku juga mau tidur! Apakah kau mau tidur bersamaku?" tanya Revandra.
"Apaan sih, ogah gue tidur sama lo," tolak ku.
"Ya udah pergi ke kamar mu sekarang! Atau kau mau aku menggendong mu ke kamar?" tanya Revandra.
"Enggak perlu, gue bisa jalan sendiri!" aku langsung masuk dan mengunci kamar.
"Cih, dasar bocah!" Revandra pun pergi ke kamarnya.
Keesokan harinya, aku telah bersiap untuk pergi ke kampus. Aku keluar dari kamar dan duduk di kursi meja makan.
Suara hentakan kaki terdengar jelas di telingaku.
"Loh, tumben di Revandra masih di rumah? Biasanya pagi-pagi buta udah ke kantor?" tanyaku heran.
Dia turun dengan pakaian yang sudah rapi. Aku membuang pandangan ke arah lain dan pura-pura tidak lihat. Revandra mendekat ke arahku dan menarik kursiku menjadi menghadap ke arahnya.
"E-eh," aku jantungan.
Tatapan kami saling bertemu satu sama lain.
"Hari ini aku akan mengantarmu," ucap Revandra.
"Hah, kok tiba-tiba?" tanyaku.
Dia hanya diam saja dan duduk di sampingku.
"Kalau kau tidak segera makan, kau bisa terlambat!" ucap Revandra.
Setelah selesai sarapan, Revandra benar-benar mengantarku. Tatapannya masih dingin dan datar.
Tak berapa lama, kami sampai di depan kampus.
"Makasih ya," saat hendak turun, Revandra menarik tanganku.
"Haduh, dia mau apa lagi sih?" batinku kesal.
Dia mengelus rambutku lalu mencium keningku.
"Pergilah," ucapnya lalu melepaskan tanganku.
Aku segera keluar dan melambai kepadanya kala dia melajukan mobilnya.
"Kenapa sih dia?" tanyaku heran.
"Woyy, Naura!!" panggil Nina dengan suara melengking nya.
Aku segera menghampiri Nina dan Karina.
"Lo ngapain bengong disana?" tanya Nina heran.
"Siapa yang bengong? Gue gak lagi bengong kok," ucapku.
"Ohh, gue kira lo lagi bengong! Takutnya nanti Lo kerasukan, kan bisa bahaya!" ucap Nina.
"Apaan sih? udah yuk kita masuk kedalam," ajakku.
Kami masuk ke dalam kelas. Sambil menunggu dosen datang, Naura, Nina dan Karina pun bergosip.
"Eh, bukannya lo bilang gak bakal masuk dalam beberapa hari ya? Kenapa hari ini lo udah masuk?" tanyaku.
"Karena gue gak mau ketinggalan mata kuliah! Nanti gue gak tau apa yang mesti di pelajari, apalagi sebentar lagi kita bakal sidang buat kelulusan," ucap Karina.
"Oh iya, ada yang mau gue kasih tau," ucap Karina membuat Nina dan Naura penasaran.
"Apa?" tanyaku kepo.
"Gue di jodohkan sama mama papa," ungkap Karina.
"What? Lo serius?" tanyaku tidak percaya.
"Iya,"
"Wah, emang zaman sekarang perjodohan masih berlaku?" tanya Nina.
"Ya masih lah," jawab Karina.
"Terus lo terima?" tanyaku.
"Ya mau gimana lagi? Mama sama papa gue ngebet banget pengen gue nikah secepatnya," ucapnya.
"Kalian udah saling kenalan atau ketemuan?" tanya Nina.
"Udah. Pertama gue memang belum yakin sih. Tapi setelah ketemu dan kenalan, kayaknya dia cocok sama gue! Dia juga tipe gue banget," ucap Karina.
"Gimana mukanya? Gue mau lihat dong! Lo punya foto nya kan?" tanyaku.
"Hmm, ada sih!"
"Lihat dong, kita penasaran banget!" ucap Nina.
Karina mengambil ponsel dan menunjukkan foto lelaki yang akan menjadi suaminya.
"Wah, ganteng banget! Ini beneran calon lo?" tanya Nina.
"Iya,"
"Tapi....lo yakin dia baik?" tanyaku.
"Hmm, gue rasa dia cowok baik-baik! Apalagi dia anak dari kenalan dekat papa. Papa gak mungkin ngasih anaknya cowok gak baik," ucap Karina.
"Lo beneran yakin mau nikah sama nih cowok?" tanyaku.
"Iya," jawabnya serius.
"Kita juga udah netapin tanggal tunangan sama nikahan," ucapnya membuat kami terkejut.
"Apa?" kami sama-sama kaget.
"Kapan?" tanyaku.
"Hmm, semuanya bakal di laksanakan di bulan ini," ucapnya.
"Ya ampun cepat banget! Baru aja kemaren Aura nikah," ucap Nina.
"Ya kan lebih cepat lebih baik. Nanti kalau kelamaan malah gagal," ucap Karina.
"Huh, Ini kalau Aura tau pasti dia langsung heboh," ucapku.
"Aura udah nikah, terus di susul Karina juga mau nikah!? Berarti tinggal gue sama dong Nau?" tanya Nina.
"Maksudnya?" tanyaku kurang paham.
"Ya tinggal kita berdua yang jomblo," ucap Nina.
"Huh, emangnya lo juga pengen cepat nikah?" tanyaku.
"Iya lah, apalagi umur gue juga udah cukup banget," ucap Nina.
"Ya udah, kalau gitu minta sama orang tua lo aja! Siapa tau mereka punya kenalan yang bisa jadi calon lo," ucapku.
"Ah gak mau! Gue mau nyari cowo idaman gue sendiri aja," ucapnya.
"Oh iya, ngomong-ngomong abang lo masih jomblo kan?" tanya Nina.
"Gak usah macam-macam deh lo!" ucapku.
"Ihh, gue kan pengen kenalan sama abang lo! Siapa tau kita jodoh," ucapnya.
"Jangan mimpi deh," ketusku.
"Hmm, lo kayaknya gak suka banget ya kalau abang lo ada yang mau deketin?" tanya Nina.
"Ya bukan gitu," ucapku bingung mau jawab apa.
"Oh gue tau nih, jangan-jangan lo suka ya sama abang lo?" tanya Nina.
"Lo apa-apaan sih? Gimana ceritanya gue suka sama abang sendiri? Jangan ngada-ngada deh," ucapku kesal.
"Ya kalau lo suka sebenarnya gak papa sih! Lagian lo sama dia kan cuma saudara tiri," ucap Naura.