Dua tahun Sitha dan Danu berpacaran sebelum akhirnya pertunangan itu berlangsung. Banyak yang berkata status mereka lah yang menghubungkan dua sejoli itu, tapi Sitha tidak masalah karena Danu mencintainya.
Namun, apakah cinta dan status cukup untuk mempertahankan sebuah hubungan?
Mungkin dari awal Sitha sudah salah karena malam itu, pengkhianatan sang tunangan berlangsung di depan matanya. Saat itu, Sitha paham cinta dan status tidak cukup.
Komitmen dan ketulusan adalah fondasi terkuat dari sebuah hubungan dan Dharma, seorang pria biasalah yang mengajarkannya.
Akankah takdir akhirnya menyatukan sepasang pria dan wanita berbeda kasta ini? Antara harkat martabat dan kebahagiaan, bolehkah Sitha bebas memilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Pramudya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langkah yang Berani
Usai mendengarkan semua pengakuan Sitha dan melihat sendiri setiap pesan yang Danu sampaikan. Rama kemudian menatap Satria. Selanjutnya Rama sendiri yang akan menyelesaikan masalah itu. Dia sudah berkeyakinan bahwa pangkat, derajat, hingga harta itu hanya sementara. Namun, hartanya yang paling berharga adalah keluarganya.
"Sat, ikut Rama mau?"
"Kemana Rama?"
"Kita sudah mendengar cerita Adikmu, kita sudah membaca pesan dari Danu. Jadi, kita harus ke rumah keluarga Sutjipta segera dan mengembalikan Seserahan Paningset," kata Rama Bima.
Satria langsung menganggukkan kepalanya. Dia pasti akan turut serta dengan sang Rama menuju ke kediaman keluarga Sutjipta. Selain itu, dalam tradisi Jawa ketika pernikahan gagal biasanya kaum calon pengantin perempuan akan mengembalikan Seserahan Paningset yang sebelum diberikan oleh Calon Mempelai Pria.
"Sebenarnya kalau memang diberikan dengan kerelaan itu tetap menjadi milik calon pengantin wanita, Rama. Kompilasi Hukum Islam juga mencatatnya demikian," kata Satria.
Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (Surat An Nisa ayat 4)
Dengan kata lain, secara harfiah, meskipun belum terjadi akad, saat sudah ada kesepakatan mengenai jumlah dan jenis dari mahar tersebut dan telah diberikan kepada calon mempelai wanita, maka hal tersebut merupakan hak kepemilikan calon mempelai wanita. Tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan untuk meminta kembali mahar tersebut.
"Supaya keluarga Sutjipta tidak mencibir keluarga Negara atas apa yang sebelumnya sudah mereka berikan," balas Rama Bima.
Sore itu juga, seluruh Seserahan Paningset yang sebelumnya diberikan oleh Keluarga Sutjipta dimasukkan ART ke dalam mobil Alph*rd milik Rama Bima. Lalu, Rama Bima dan Satria yang kali ini datang dan memiliki maksud khusus. Bahkan Rama Bima dan Satria tampil rapi dengan mengenakan kemeja batik lengan panjang. Satria sendirilah yang mengemudikan mobilnya, karena memang lebih baik hanya berdua saja menyambangi kediaman Keluarga Sutjipta.
Menempuh perjalanan lebih dari setengah jam. Akhirnya, mereka tiba di kediaman keluarga Sutjipta. Kedatangan Rama Bima yang tiba-tiba juga membuat keluarga Sutjipta kebingungan. Apalagi ini sudah beberapa hari menjelang akad.
"Assalamualaikum, kawula nuwun," sapa Rama Bima.
"Waalaikumsalam. Monggo, pinarak."
Bapak dan Ibu Sutjipta.
Saat mempersilakan Rama Bima dan Satria untuk duduk, Bapak Sutjipta juga bingung. Bahkan seketika perasaannya menjadi tidak enak.
"Ada apa nggih, Pak Bima?"
"Kami minta maaf terlebih dahulu, Pak Sutjipta karena datang tiba-tiba. Apakah Mas Danu juga ada? Kami ingin berbicara, didampingi Bapak dan Ibu sekaligus."
Akhirnya Bu Sutjipta memanggil Danu di kamarnya. Pemuda itu juga akhirnya turun dan menundukkan wajahnya, tak berani menatap Rama Bima dan Satria.
"Apa Danu melakukan kesalahan, Bapak?" tanya Pak Sutjipta.
Rama Bima tersenyum tipis. Setelahnya, Rama Bima berbicara. Kali ini termasuk rembugan tua.
"Saya datang kemari sebagai seorang Bapak, bapaknya Sitha. Sebelumnya saya meminta maaf kepada Bapak dan Ibu, kali ini saya kemari untuk membatalkan pernikahan Danu dan Sitha," kata Rama Bima.
Walau kesal sebenarnya, tapi Rama Bima tetap bertutur kata dengan lembut. Sebisa mungkin tidak menyakiti, walau memang kenyataan ini harus diterima oleh keluarga Sutjipta. Terlebih tak mudah membatalkan pernikahan yang hanya tinggal menunggu beberapa hari saja.
"Loh, kok begitu. Memangnya kenapa nggih?" tanya Bu Sutjipta.
Sedangkan Danu masih menunduk. Beberapa jam yang lalu, Sitha membalas bahwa dia akan membatalkan pernikahan. Rupanya itu benar-benar terjadi. Sekarang, Rama Bima sendiri dan Satria yang datang dan juga membatalkan pernikahan itu.
"Coba, Ibu tanyakan kepada Mas Danu. Bagaimana cerita versinya Mas Danu," balas Rama Bima.
"Sebenarnya ada apa sih, Dan? Kamu bertengkar dengan Mbak Sitha? Jangan bercanda. Akad tinggal menghitung hari lagi loh," balas Bu Sutjipta yang sudah terlihat emosi.
"Danu tidak kenapa-napa kok, Bu," balasnya.
Satria tersenyum tipis. Ah, rupanya calon adik iparnya itu gak ubahnya seorang pria yang tidak dewasa. Hal itu terbukti dengan ketidakberanian Danu mengakui salahnya. Pria yang sudah dewasa akan berani mempertanggungjawabkan ucapan dan tindakannya.
"Danu berkata tidak ada apa-apa loh, Pak Bima. Lalu, kenapa pernikahan yang hanya tinggal beberapa hari harus batal?" tanya Bu Sutjipta.
"Yakin tidak mau berbicara dengan jujur, Mas Danu?"
Lagi-lagi Danu hanya diam dan menunduk. Sekadar menatap wajah Rama Bima dan Mas Satria saja tidak berani.
"Mungkin Mbak Sitha yang salah," tuding Bu Sutjipta.
"Baiklah. Kalau Mas Danu tidak berani berbicara, biar saya sampaikan semuanya. Tadi siang Mas Danu mengirimkan pesan kepada Sitha dan mengajukan serta meminta untuk melakukan hubungan se-ksual sebelum akad. Dalihnya dia pasti akan menikahi Sitha, tidak akan kabur. Apakah tidak mampu menahan hasrat hingga usai akad? Bukankah tindakan Danu sudah melanggar pernikahan yang sebaiknya sah dan sakral. Seorang pria baik-baik dan bijaksana tidak akan melakukan itu, mereka akan benar-benar menjaga wanitanya."
"Danu tidak mungkin demikian," balas Bu Sutjipta.
Rama Bima menunjukkan screenshot pesan antara Danu dan Sitha. Ada ancaman Danu juga di sana. Pak Sutjipta membelalakkan matanya. Tidak mengira bahwa putranya akan meminta HS sebelum akad.
"Benar, Dan?" tanya Pak Sutjipta yang tampak marah.
"Hm, itu ... itu."
"Bapak benar-benar tidak mengira, Danu. Kenapa melakukan seperti itu. Ayo, minta maaf kepada Pak Bima!"
"Mm ... maafkan Danu."
"Mohon maafkan Danu, Pak Danu. Namun, apakah tidak bisa supaya pernikahan itu tidak dibatalkan?" Pak Sutjipta berusaha untuk bernegosiasi. Bagaimana pun jika pernikahan batal akan bersangkutan dengan nama baik mereka.
"Nyuwun pangapunte, Pak Sutjipta. Kali ini tidak bisa. Sitha sudah berketetapan bahwa tidak ingin melanjutkan pernikahan ini. Saya juga berpikir dua kali kepada Danu. Cinta itu menjaga dan melindungi, bukan merusak bukan? Lalu, Danu itu motifnya sungguh-sungguh mencintai Sitha atau bagaimana?"
"Mohon dipertimbangkan lagi, Pak Bima," balas Pak Sutjipta.
Rama Bima dan seluruh keluarga Negara sudah berada di keputusan mereka untuk membatalkan pernikahan ini. Lalu, Satria berdiri dan mengembalikan semua Seserahan Paningset yang semula diberikan keluarga Sutjipta.
"Bersama ini pula, saya mengembalikan Seserahan Paningset Sapengadeg dari keluarga Sutjipta. Supaya tidak menjadi beban di kemudian hari. Mungkin memang takdirnya Sitha dan Danu tidak berjodoh. Baiklah, kami mohon pamit. Saya mewakili Sitha dan keluarga Negara memohon maaf, dan Mas Danu hingga bulan ini selesai Mas Danu juga selesai bekerja di Pabrik Jamu. Gaji dan pesangon akan saya berikan. Kami mohon undur diri. Assalamualaikum," kata Rama Bima.
Begitu sudah berada di dalam mobil, Rama Bima menghela napas panjang. Lega rasanya, walau memang ini adalah pengalaman pertama baginya mengembalikan Seserahan Paningset seperti ini. Satria memilih mengemudikan mobilnya, nanti kalau Ramanya sudah membaik pasti Rama akan bercerita kepadanya.
tetap semangat ✊
Gusti Allah tansah mberkahi 🍀🌸❤🌸🍀
disyukuri walaupun hanya ada selintas ingatan yang masih samar di benak Shita
Terlebih didalamnya banyak terdapat sentuhan wawasan Budaya Jawa yang tentunya akan memperkaya pengetahuan si pembaca.
Saestu...sae sanget 👍