AREA DEWASA!!
Empat tahun menduda pada akhirnya Wira menikah juga dengan seorang gadis yang bernama Mawar. Gadis yang tidak sengaja Wira tabrak beberapa waktu yang lalu.
Namun, di balik pernikahan Wira dan Mawar ada seorang perempuan yang tidak terima atas pernikahan mereka. Namanya Farah, mantan karyawan dan juga teman dari almarhum istri Wira yang bernama Dania. Empat tahun menunggu Wira pada akhirnya Farah lelah lalu menyerah.
Tidak berhenti sampai di sini, kehidupan masa lalu Wira kembali terusik dengan kehadiran iparnya yang bernama Widya, adik dari almarhum Dania. Masalah yang sudah terkubur lama namun nyatanya kembali terbuka semua kebenarannya setelah kehadiran Widya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 03
Satu minggu berlalu, keadaan Mawar sudah jauh lebih baik. Namun tidak dengan keadaan Andini yang semakin memburuk. Selama satu minggu ini juga Wira tiba-tiba menghilang tanpa kabar.
Tidak masalah bagi Mawar, Wira sudah mau bertanggungjawab saja sudah sangat bersyukur. Bekas luka mungkin masih ada, Mawar juga masih bisa menutupinya dengan menggunakan pakaian yang berlengan panjang.
"An, kakak akan berangkat kerja loh!" kata Mawar yang sebenarnya tidak tega mau meninggalkan adiknya seorang diri.
"Kak, jangan pergi kerja ya. Temani Andini, kali ini saja!" lirih gadis itu dengan sorot mata kosong.
"Kalau kakak gak kerja, kita mau mau makan apa?"
Mawar melengos sedih, hatinya benar-benar koyak mendengar permintaan sang adik yang tak mampu di kabulkan ini.
"Hari ini aja kak, Andini mohon," gadis lemah tak berdaya itu mengulurkan tangannya pelan. Berharap bisa menahan langkah kakaknya.
Mawar menghela nafas pelan, memandang sejenak binar mata adiknya yang hampir menangis.
"Ya sudah, hari ini kakak gak masuk kerja loh. Tapi, besok kakak harus kerja ya?"
Andini tersenyum, manis sekali meskipun tulang wajahnya nampak terlihat.
"Terimakasih kak," ucap gadis itu.
Mawar duduk di samping adiknya, mengusap rambut tipis sang adik dengan penuh kasih sayang.
"Cukup hari ini Andini merepotkan kakak, besok gak lagi. Andini janji kak!" ucap gadis itu seketika membuat hati Mawar sedih.
"Kau ini bicara apa? selama ini adakah kakak mengeluh tentang sakit mu?"
"Andini tidak tega jika harus melihat kakak kerja keras seperti ini, Andini sudah lelah kak!"
"Kakak masih kuat, jangan bicara lagi. Istirahat!"
"Kak, lihatlah....!" sorot mata Andini menatap ke atas.
"Ada apa And,?" tanya Mawar bingung.
"Andini melihat ibu dan ayah. Mereka ingin menjemput Andini," ucap gadis itu membuat hati Mawar langsung berdebar sangat kencang.
"An, kau ini bicara apa?"
Mawar melambaikan tangannya di depan wajah adiknya.
"Kak, Andini lelah. Andini ingin tidur," suara Andini semakin pelan terdengar.
"Tidurlah, kakak janji akan menjaga mu," ucap Mawar sambil membenar selimut adiknya.
"Kenapa udara pagi ini begitu dingin kak?"
"Kau kedinginan kah?"
"Andini kedinginan kak, bisa peluk Andini?"
Mawar berbaring di samping adiknya, memeluk gadis itu hingga terlelap. Sungguh, jika boleh berkata jujur, Mawar sudah sangat lelah dengan keadaan seperti ini.
Melihat Andini yang sudah terlelap, Mawar langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Di tatapnya wajah sang adik, Mawar langsung mengerutkan kening dalam.
"Wajah mu sangat pucat namun bercahaya sayang. Tidurlah adik ku," ucap Mawar lalu hendak mengusap wajah adiknya.
Deg,....
Mawar terkejut, wajah Andini sangat dingin. Jantungnya kembali berdebar kencang. Mawar menyentuh tangan adiknya, sungguh dingin dan kaku.
"Andini,...An,...bangun...!" Mawar mencoba membangunkan adiknya.
Semakin panik, Mawar mencoba merasakan hembusan nafas Andini dengan jari yang di tempelkan ke hidung Andini.
"An,...Andini,...bangun. Katanya kau hanya tidur, kenapa malah meninggalkan kakak?"
Mawar memeluk tubuh adiknya yang sudah dingin dan kaku.
"Bangun Andini,...jangan membuat kakak sedih. Katanya hanya ingin beristirahat, kenapa malah beristirahat selamanya? ayah, ibu,...ini tidak adil untuk ku. Kenapa kalian hanya menjemput Andini, kenapa aku kalian tinggal?"
Isak tangis terdengar menyayat hati, Mawar terus memeluk adiknya yang sudah tak bernyawa itu. Ini kah maksud dari Andini yang tidak mengizinkan kakaknya untuk pergi bekerja?
Di ruangan sepetak ini, tangis Mawar pecah. Membuat para tetangga kontrakan penasaran apa yang sudah terjadi pada kedua kakak beradik itu.
Sepasang suami istri yang tinggal tepat di samping kontrakan Mawar menerobos masuk kedalam.
"Mawar, kenapa kau menangis? ada apa?" tanya bu Wati.
"Andini bu,...Andini meninggalkan ku!" jawab Mawar dalam isaknya.
Bu Wati langsung mengusap dada, menghampiri Mawar untuk memastikan apa yang baru saja di bilang Mawar.
"Bagaimana pak?" tanya bu Wati pada suaminya.
"Yang sabar ya Mawar, adik mu sudah tidak merasakan sakit lagi," pak Rahman menepuk pundak Mawar.
Di temani bu Wati, Mawar mengurus jasad adiknya sedangkan pak Rahman memanggil para tetangga. Hari itu juga, pemakaman Andini di langsungkan.
Sungguh pilu menyayat hati, kini Mawar seorang diri. Tiada keluarga tiada saudara, dirinya sebatang kara. Mawar tidak tahu siapa saudaranya, karena kedua orangtuanya hanya pendatang di kota ini.
"Ikhlas Andini, ya Mawar. Andini sudah tidak sakit lagi, doakan saja yang terbaik untuk adik mu," bu Wati memberikan semangat pada Mawar.
"Terimakasih pak, bu, udah bantu Mawar!" ucap Mawar dengan suara seraknya.
"Ya udah, kalau gitu kami pulang dulu," pamit bu Wati dan suaminya.
Di atas gundukan tanah merah, Mawar duduk bersimpuh lelah. Hanya air mata yang bisa menggambarkan isi hatinya sekarang. Bibir yang sejak tadi bergetar, tak mampu terucap sepatah kata pun. Di bawah awan kelabu, Mawar rapuh.
"Kakak pulang dulu An, tidurlah dengan damai. Sakit mu telah sembuh, doakan kakak dari atas sana semoga kakak kuat melewati hari tanpa mu," ucap Mawar sambil mengusap nisan adiknya.
Tiga hari setelah kepergian Andini, Mawar merasa kesepian dan kosong. Tidak ada lagi yang bisa di ajaknya berkeluh kesah atau sekedar bercanda penghibur lelah.
Mawar belum lagi masuk bekerja, untuk makan sehari-hari dirinya hanya mengandalkan uang sumbangan para tetangga.
Kedatangan pemilik kontrakan sudah bisa di tebak Mawar.
"Maaf Mawar, aku tahu kau sedang berduka. Tapi, kau sudah dua bulan tidak membayar kontrakan. Aku juga butuh uang," ucap sang pemilik kontrakan sambil mengedipkan sebelah matanya hingga membuat Mawar merasa risih.
"Maaf jika saya sudah telat membayar kontrakan pak. Saya janji setelah tujuh hari, saya akan usahakan membayarnya," kata Mawar tidak enak hati.
"Sebenarnya, kau tidak perlu membayar kontrakan ini asal kau mau menjadi istri keempat ku!" ujar pak Agus yang terkenal genit itu.
"Maaf pak Agus, saya tidak mau!" tolak Mawar sangat risih.
"Ya sudah kalau gak mau. Di kasih enak malah nolak. Sekarang juga pergi kamu dari kontrakan ku!" usir pak Agus dengan mata melotot. Hatinya panas, sudah lama lelaki paruh baya ini mengincar Mawar yang terkenal sangat cantik.
Buru-buru Mawar mengemasi semua barang-barangnya. Pak Agus terus mengawasi Mawar sambil mengoceh tidak jelas.
"Aku sumpahkan kau berjodoh dengan duda," ucap pak Agus dengan lantang namun tidak di hiraukan Mawar, "cepat, pergi sana....!"
Pak Agus yang sakit hati mendorong tubuh Mawar, hampir saja Mawar terjatuh namun dirinya masih bisa menyeimbangkan diri.
Mawar tidak punya tujuan, langkah kakinya gontai menuju pemakaman Andini. Untung saja pemakaman Andini masih berada satu tempat dengan pemakaman kedua orangtuanya. Sore ini, Mawar menumpahkan semua keluh kesahnya di atas pusara orang-orang yang di cinta.