Daniel Van Houten, mafia berdarah dingin itu tak pernah menyangka dirinya di vonis impoten oleh dokter. Meski demkian Daniel tidak berputus asa, setiap hari ia selalu menyuruh orang mencari gadis per@wan agar bisa memancing perkututnya yang telah mati. Hingga pada suatu malam, usahanya membuahkan hasil. Seorang gadis manis berlesung pipi berhasil membangunkan p3rkurutnya. Namun karna sikap tempramental dan arogannya membuat si gadis katakutan dan memutuskan melarikan diri. Setelah 4 tahun berlalu, Daniel kembali bertemu gadis itu. Tapi siapa sangka, gadis itu telah memiliki tiga anak yang lucu-lucu dan pemberani seperti dirinya.
____
"Unda angan atut, olang dahat na udah tami ucil, iya tan Ajam?" Azkia
"Iya, tadi Ajam udah anggil pak uci uat angkap olang dahat na." Azam
"Talau olang dahatnya atang agi. Tami atan ucil meleka." Azura.
_____
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Remaja01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Pahlawan
Tok tok tok!
"Ay, kamu sudah siap belum?"
Ayang yang masih menggunakan mukena berjalan membuka pintu kamar yang di ketuk dari luar.
"Lah, kok kamu belum siap juga?"
Kening Ayang berkerut melihat pemuda yang berdiri diambang pintu.
"Kamu lupa ya? Siang tadi kan aku sudah bilang ngajak kamu ke pasar malam. Cepat, ganti baju sana!"
Ayang menggeleng di sertai bibir yang mengerucut, menandakan menolak ajakan pemuda itu.
"Iiih, kamu jangan gitu dong. Kan kamu sendiri sudah janji. Pokoknya, sekarang kamu harus ikut aku pergi ke pasar malam." Lantas pemuda itu menarik tangan Ayang masuk kedalam kamar. "Buka mukenamu!" perintahnya yang telah berdiri di depan meja rias.
Ayang terpaksa menuruti perintah pemuda itu membuka mukenanya, lalu duduk di depan meja rias.
Mata pemuda itu liar, seperti mencari sesuatu. "Kamu gak ada make-up ya?"
Ayang menggeleng.
Pemuda itu masih mengedar pandangan. Tas selempang Ayang tergantung menjadi fokusnya, tas tersebut lansung di sambar dan di bukanya tanpa izin pemilik. "Wah, ternyata uangmu banyak juga? Kalau begitu nanti kamu aja yang traktir aku belanja ya?"
Ayang menoleh, melihat pemuda itu memeriksa tas selempang pemberian hajah Rodiah yang sama sekali belum di bukanya.
"Wah, ponsel kamu juga bagus, Ay! Aku dari dulu pengen banget memiliki ponsel ini!"
Ayang semakin keheranan melihat pemuda itu mengeluarkan sebuah ponsel dari dalam tas sandang tersebut.
"Udin! Kamu ngapain di kamar disini?" bentak pak Mamad yang sudah berdiri diambang pintu.
Udin lansung meletakkan tas beserta ponsel yang telah di keluarkannya dari dalam tas, lalu bergegas keluar kamar.
"Ayang, lain kali jangan biarkan Udin masuk ke dalam kamarmu!" peringat pak Mamad pada Ayang.
Ayang mengangguk, mulutnya juga mengucapkan kata maaf.
"Sekarang keluarlah, Ibu sudah menyiapkan makan malam," ucap pak Mamad, sebelum berlalu meninggalkan kamar.
Sebelum keluar kamar, Ayang melihat isi dalam tas yang di berikan Hajjah Rodiah. Disana terdapat uang tunai, ponsel beserta kartu ATM.
"Ya Allah, kenapa Bu Hajah memberikan semua ini untukku?"
Dalam hati Ayang bersyukur, meski cobaan menimpanya silih berganti, akantetapi Allah selalu memberikan pertolongan melalui orang-orang sekitar yang tulus menyayanginya.
Ayang menyimpan kembali barang-barang itu kecuali ponsel, lalu ia bergegas keluar kamar.
"Cah Ayu, mari makan dulu," panggil bu Parida dari arah meja makan.
Ayang mengangguk dan berjalan kesana.
"Pak, sana panggil Udin dulu. Dia pasti masih ngambek karna Bapak memarahinya tadi," ucap bu Parida pada suaminya.
Pak Mamat menghela nafas. "Dapat anak laki-laki, lembutnya mengalahkan perempuan."
"Pak, gak baik bicara seperti itu, Ibu yakin suatu hari nanti anak kita pasti berubah."
Pak Mamat menghembuskan nafas pelan, dari dulu istrinya memang selalu memanjakan putra mereka. Bukan ia tidak mensyukuri titipkan Allah pada mereka, hanya saja sebagai orang berilmu dan seorang tokoh agama di desa tersebut, pak Mamad terkadang malu dengan kelakuan aneh putranya yang menyerupai perempuan. Sering juga ia dengar bisik-bisik warga yang mengatakan anaknya penyuka sejenis.
.
.
.
Selesai membantu membereskan meja makan serta mencuci piring-piring kotor bekas makan malam, Ayang mencari keberadaan Syafarudin. Ia ingin meminta bantuan pria itu mengajarinya menggunakan ponsel yang di berikan hajah Rodiah, karna dari dulu ia tidaklah pernah menggunakan benda itu.
Diteras rumah, Ayang melihat Udin sedang memainkan ponsel. Ia lalu mendekat, memberikan ponselnya pada pria itu.
"Buat aku?"
Ayang menggeleng.
"Terus?"
Ayang menggunakan bahasa isyarat, meminta pria itu agar mengajarinya menggunakan benda tersebut, ia ingin mengucapkan terimakasih pada hajah Rodiah.
"Ya Ampun, Ay! Masa kamu gak bisa menggunakan ponsel sih? Mommy aku saja yang kerjanya kesawah masih bisa bermain sosmed," omel Syafarudin.
Ayang tersenyum kikuk.
"Baiklah aku akan mengajarimu. Tapi, ada syaratnya."
"Apa?"
"Kamu harus ikut aku pergi ke pasar malam."
Ayang berpikir sejenak dan mengangguk.
"Nah, gitu dong! Cuzz, kita berangkat sekarang." Udin berdiri dan lansung menarik tangan Ayang.
Ayang menahan tubuhnya.
"Kenapa lagi?"
Ayang memberikan isyarat agar mereka meminta izin dulu pada bu Parida dan pak Mamad.
"Gak usah! Yang ada Daddy gak akan mengizinkan kita pergi."
Ayang hanya pasrah mengikuti langkah pemuda gemulai yang terus saja menarik tangannya menuju motor matic yang terparkir.
.
.
.
Beberapa menit berselang, Ayang dan Udin tiba di lokasi pasar malam.
"Eh, Din, siapa ini? Cantik dan mulus banget." Seorang pemuda tiba-tiba merangkul bahu Udin dari sebelah kanan, sementara Ayang berjalan di sebelah kiri Udin.
"Hai, kenalan dong, cantik!" Pemuda itu mengulurkan tangan ke hadapan Ayang.
Udin lansung menepiskan tangan pemuda itu. "Roni! Pergi sana, jangan ganggu kami!" Lalu Udin menarik tangan Ayang, berjalan cepat meninggalkan pemuda itu.
"Ay, kita kesana dulu yuk!" ajak Udin sambil menunjuk tempat penjual aksesoris.
Ayang pasrah saja mengikuti kemana pemuda gemulai itu membawanya. Puas mengelilingi acara pasar malam dan mencoba beberapa arena permainan. Ayang mengajak Udin segera pulang.
Pemuda itu pun menurut, karna sejak tadi ia melihat Ayang tidak nyaman berada di tempat seperti ini.
Namun, dalam perjalanan pulang, motor yang di kendarai Udin nyaris jatuh, disebabkan dua pengendara motor lain berhenti tepat di depannya.
"Kau mau apa lagi sih, Roni?"
Pemuda yang bertemu dengan Udin di pasar malam tadi turun dari motornya, berjalan mendekati Udin dan lansung mencengkram pipi Udin. "Lihat bro, banci sialan ini ternyata punya cewek juga." ejek pemuda itu.
Mata Udin liar membaca pergerakan pemuda itu yang berjalan mengitari motornya. Secepat kilat tangannya menepiskan tangan pemuda itu yang akan menyentuh Ayang dan lansung memelintirnya.
"Auwh! Banci sialan! Lepaskan tanganku!" Pemuda itu meringis menahan sakit di tangannya.
"Ay, kamu turun dulu!"
Ayang yang sejak tadi ketakutan, segera turun dari motor.
Udin juga bergerak turun dari motornya, tanpa melepaskan kuncian tangan pemuda itu.
"Woi! Kalian kenapa hanya diam! Cepat habisi banci sialan ini!" ucap pemuda itu pada tiga orang temannya.
Tiga orang teman pemuda itu bergegas turun dari motor, menggepung Udin dari segala arah.
Udin tersenyum sinis. "Beraninya main keroyokan, dasar banci!" sinisnya meledek mereka.
"Gak usah banyak bacot kau banci!" geram pemuda yang tangannya masih di pelintir Udin.
"Baiklah." Udin memelintir lebih keras lagi tangan pemuda itu hingga terdengar tulang bergelatuk.
Kreeek!
"Aaaakh!"
Sejurus kemudian Udin mendorong pemuda itu hingga jatuh tersungkur.
"Sekarang giliran kalian, majulah!" tantang Udin yang sudah memasang kuda-kuda. Meski gerakannya gemulai, tapi kuda-kudanya tetap kokoh.
"Jangan sok kau banci!"
Satu dari tiga orang yang menggepung Udin lansung menyerang.
Dengan gerakan gemulai, Udin menangkis serangan pemuda tersebut, lalu mendorong ke arah Roni yang masih terduduk di tanah.
"Kalian! Cepat habisi banci itu!" perintah Roni pada dua orang temannya.
"Ba-baik Bos."
"Hiat!" Kudua pemuda tersebut secara bersamaan menyerang Udin.
Namun, serangan mereka dengan mudah di tangkis oleh Udin. Hingga akhirnya kedua pemuda itu juga tumbang.
"Masih mau lagi?" Udin memasang ancang-ancang ingin memukul mereka.
"Am-ampun Din," ucap dua orang yang baru saja di jatuhkan Udin.
"Kamu masih mau lagi, Ron?"
Pemuda itu tidak menjawab, hanya matanya menatap tajam pada Udin.
"Cepat, singkirkan motor kalian!"
"Ba-baik Din." Salah seorang pemuda disana bergegas menyingkirkan kendaraan mereka.
"Ayo Ay, kita pulang." Udin segera naik ke motornya.
Ayang masih terpaku di tempat, ia tak percaya pemuda gemulai itu dengan mudah mengalahkan lawan-lawannya. Padahal dibandingkan fisik, empat pemuda itu lebih besar dan berotot.
"Ay, ayo!"
Ayang tersentak, lalu bergerak naik ke atas motor matic yang di kendarai Udin.
"Dadah banci!" ledek Udin sebelum meninggalkan empat pemuda itu.
Setelah sampai di rumah, Ayang mengacungkan dua jempolnya sembari tersenyum.
"Pasti tadi kamu mengira aku gak bisa melawan mereka kan?"
Ayang mengangguk dan tersenyum bangga.
"Dari kecil, aku sudah diajari Daddy ilmu bela diri. Katanya, laki-laki harus bisa berkelahi," Udin terkekeh sendiri sambil menutup mulut dengan kedua tangan. Mungkin janggal saat menyebut dirinya laki-laki.
Ayang ikut tertawa, lalu mereka masuk kedalam rumah.
yg ada ayang tambah stres dan membenci danil
lanjut kak/Drool/
hadirkan kebahagiaan untuk ayang
sudah 3 THN kok masih asih Tor...?
Ayahnya Ayang ada sangkut sama si Daniel?
vote untuk mu thor