Ganti judul: Bunda Rein-Menikah dengan Ayah sahabat ku
"Rein, pliss jadi bunda gue ya!!" Rengek Ami pada Rein sang sahabat.
"Gue nggak mau!" jawab Rein.
"Ayolah Rein, lo tega banget sama gue!"
"Bodo amat. Pokok nya, gue nggak mau!!" tukas Rein, lalu pergi meninggalkan Ami yang mencebik kesal.
"Pokoknya Lo harus jadi bunda gue, dan jadi istri daddy gue. Titik nggak pake koma!" ujarnya lalu menyusul Rein.
Ayo bacaa dan dukung karya iniii....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mey(◕દ◕), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ami & Rein
"Yuhu, pagi Rein-ku sayang," sapa Ami pada sahabatnya. Ia baru saja tiba di kontrakan Rein.
"Pagi. Ngapain lo jam segini udah nongol aja di sini?" tanya Rein heran. Maklum saja, ini baru jam enam pagi dan Ami sudah berdiri di depan kontrakannya.
"Mau ngajak bareng. Lo udah siap, kan? Ayo langsung berangkat. Daddy gue udah nunggu di depan," ucapnya antusias. Ami langsung menarik tangan Rein dan menyeretnya menuju sebuah mobil mewah yang terparkir anggun di depan kontrakan kecil itu.
"Ish, pelan-pelan kenapa sih!" gerutu Rein saat Ami mendorongnya masuk ke dalam mobil dan menyuruhnya duduk di kursi depan.
"Ehem!"
Deheman itu berhasil menghentikan gerutuan Rein. Seketika ia terdiam.
Ami, yang duduk di belakang, menatap berbinar ke arah ayahnya dan Rein yang kini saling bertatapan. Astaga, mereka cocok banget, batinnya sambil senyum-senyum sendiri.
"Eh, m-maaf, Om," ucap Rein kikuk saat ayah Ami menatapnya sambil menaikkan alis, tampak heran.
"Kamu kenapa?" tanya Davin, ayah Ami, melihat Rein yang gugup bukan main.
Rein hanya menggeleng, lalu melirik ke arah Ami yang kini menahan tawa.
"Dasar sahabat laknat!" gerutu Rein dalam hati. Wajahnya tampak sangat dongkol melihat Ami begitu bahagia di atas penderitaannya. Lebay memang, tapi itulah Rein.
"Lo cocok banget sama Daddy gue, Rein!" seru Ami sambil tersenyum lebar, mata berbinar penuh semangat.
Rein memutar bola mata malas. Ia sudah muak mendengar kalimat itu hampir setiap hari.
"Gue nggak mau. Lagi pula, bokap lo mana mungkin mau sama gue," tukas Rein. Ucapannya masuk akal juga kalau dipikir-pikir.
"Loh, kenapa nggak mau sih? Daddy gue kurang ganteng? Kurang kaya? Kurang hot?" tanya Ami bertubi-tubi sambil membayangkan wajah ayahnya sendiri. Enggak, wajah Daddy tuh paket komplit, ujar batinnya puas.
Rein hanya menggeleng dan berjalan meninggalkan Ami yang masih terdiam bengong di tempat.
"Ish, Rein! Tungguin!" teriak Ami begitu sadar ditinggal.
Lorong kampus masih sepi. Waktu baru menunjukkan pukul 06.45.
Rein berjalan menuju kantin, mengabaikan Ami yang terus memanggilnya dari belakang.
Sesampainya di kantin, Rein langsung memesan semangkuk mie ayam dan segelas teh hangat.
"Kampret lo, main tinggal-tinggal aja!" gerutu Ami yang baru tiba.
"Peace," ucap Rein sambil terkekeh.
"Udah makan belum?" tanya Rein. Inilah yang Ami suka dari Rein: perhatian terhadap hal-hal kecil. Membuat Ami semakin bertekad untuk menjadikan sahabatnya itu sebagai bunda sekaligus istri untuk sang daddy.
Ami menggeleng, lalu menatap Rein sambil tersenyum manis.
"Rein… jadi bunda gue, ya," ucapnya memelas, membuat Rein memutar bola mata, lagi.
"Bi, pesen nasi uduk sama teh hangat satu lagi," kata Rein ke penjaja kantin.
"Gue nggak mau nasi uduk, gue mau bakso," celetuk Ami tiba-tiba.
"Nggak! Lo kira gue nggak tahu, kemarin lo baru aja makan mie," tukas Rein galak.
"Sekali-kali, Rein. Ayolah, gue pengen banget makan bakso," rengek Ami, mencoba merayu.
Rein hanya mengabaikan Ami yang terus merengek sampai akhirnya pesanan mereka datang.
"Nih, makan. Nggak usah banyak ngeluh!" ucap Rein, menyodorkan makanan.
Walau sempat menolak, Ami tetap melahap nasi uduk itu sampai tandas. Rein hanya bisa mengulum senyum melihatnya.
"Lo juga makan mie ayam. Kok gue nggak boleh!" protes Ami sambil meneguk teh hangatnya.
"Gue baru kali ini makan mie lagi. Lah lo? Tiap hari mie terus. Mau kena usus buntu baru tau rasa,"
"Ya, ya, ya..." Ami mengangguk asal.
Kini Rein dan Ami duduk di kelas, menatap dosen yang sudah sejak tadi mengajar. Ami menguap bosan, lalu melirik ke arah Rein yang tampak serius menyimak.
"Rein, gue ngantuk," bisiknya pelan sambil mencolek lengan sahabatnya.
"Sstt... diam, Mi, kalau nggak mau dikeluarin dari kelas!" gumam Rein, cukup pelan tapi tegas. Ami memutar mata malas.
"Nggak asik," keluhnya.
Rein hanya menggeleng pelan melihat kelakuan sahabatnya yang tidak ada habisnya.
bukanx tdi kata dokterx anak ke 1& 2 laki2, baru yg nomor 3 nya cewek.
lah terus knp ketika menyusui si Rein bilangx anak yg nomor 3 cowok .??!!??
Sungguh mantap 🌹🌹🌹🌹🌹
Terus berkarya dan sehat selalu ✌️