Karya ini murni karangan author sendiri ya guys 😘 maaf bila ada kesamaan nama tokoh, atau banyak typo 🙏
Karya ini lanjutan dari novel "Ku Penuhi Janjiku"
Kisah percintaan Bara dan Gala yang cukup rumit, rasa enggan mengenal yang namanya 'CINTA' membuat Bara memutuskan untuk menyendiri dan fokus bekerja.
akankah Bara menemukan cinta yang bisa menggetarkan hatinya?
Apakah Gala dapat menemukan kembali belahan jiwanya yang mampu menyembuhkan lukanya?
Yuk, simak terus ceritanya sampai habis ya😘
HAPPY READING 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Bara
Bara melajukan mobilnya setelah memastikan Alea memasuki gerbang sekolah, wajahnya nampak sangat berseri karena bisa mengantarkan Alea.
Beberapa menit kemudian.
Bara memarkirkan mobilnya di depan rumah Hamzah, dilihatnya Gala tengah murung tidak ada raut wajah senang, ataupun senyum walaupun hanya sedikit. Hamzah bangkit dari duduknya melihat Bara turun dari dalam mobil, ia membisikkan sesuatu di telinga majikan sekaligus temannya itu.
Mata Bara mulai menajam, dia mengepalkan tangannya dengan erat sampai urat di tangannya pun terlihat dengan jelas.
"Hubungi Ramdan, kirim satu atau dua orang untuk memantau gerak-geriknya. Pastikan juga perusahaan Gala dalam kondisi baik-baik saja, bilang pada Darren untuk menghandle semuanya selama 5 hari ke depan. Aku tidak mungkin kembali dengan cepat, aku sudah berjanji pada bunda akan mengembalikkan Gala seperti semula." Ucap Bara dingin.
"Baik." Sahut Hamzah seraya mengeluarkan ponselnya.
Bara melangkahkan kakinya menghampiri Gala, ia menepuk bahu adiknya itu dengan pelan. Melihat sorot mata Bara membuat nyali Gala menciut, ia tahu jika sang kakak sedang menahan emosi.
"Jika sampai kau goyah, aku tidak akan segan-segan menendangmu keluar dari keluarga Bramasta. Baik bunda maupun daddy tidak akan ada yang berani mencegahnya, meskipun kau memohon pada kak Vio tidak akan ada yang mendengarkanmu. Paham!" Tegas Bara.
Gala menganggukkan kepalanya lesu, entah apa yang tengah ia rasakan saat ini. Dadanya terasa sesak dan bergemuruh, apalagi ancaman saudara kembarnya membuat dirinya tak berkutik.
"Ramdan sudah menjalankan tugasnya, Darren pun sudah menyetujuinya dan mengatakan kalau ia akan mengurus semuanya." Lapor Hamzah pada Bara.
"Kerja bagus, ayo kita pergi." Ucap Bara dingin.
Ketiganya pun langsung berjalan menuju mobil, Hamzah langsung menempati kursi kemudi, sedangkan Bara dan Gala duduk di belakang dan sibuk mengotak-atik ponselnya.
*
*
Suara bel berbunyi dengan begitu nyaringnya, para siswa dan siswi berhamburan keluar menuju sebuah kantin. Jam istirahat adalah waktu yang paling di tunggu oleh semua murid, mereka bisa menenangkan sejenak kepalanya dari beberapa pelajaran agar perutnya juga terisi dan bisa berpikir kembali.
Alea and the geng menempati sebuah meja, terlihat mereka tertawa cekikikan saling melempar candaan. Jena menatap Alea dari kejauhan, inilah saat yang paling ia tunggu untuk melancarkan aksinya.
"Let's see." Ucap Jena menyeringai.
30 menit berlalu.
Jam istirahat sudah habis, kini waktunya para siswa kembali kedalam kelasnya masing-masing. Saat Alea dan teman-temannya hendak keluar dari kantin, panggilan Bagas menghentikan langkah Alea.
"Alea." Panggil Bagas.
Alea menoleh ke arah sumber suara, dia dapat melihat penampilan Bagas dan juga wajahnya yang masih terlihat ada beberapa bagian luka, ia bisa menebak kalau luka itu hasil karya kakaknya sendiri.
"Apa?" Tanya Alea cuek.
"M-maaf, maaf karena sudah menamparmu dan juga menghinamu." Ucap Bagas gugup.
"Apa karena semua fasilitasmu di sita, kau baru menyadari salahmu? Apa karena kakakku yang menghajarmu kau meminta maaf padaku? Rasanya sungguh aneh sekali, seorang Bagas tiba-tiba meminta maaf kepada orang yang ia anggap benalu. Baru kali ini aku mendengarmu minta maaf, beberapa tahun ke belakang kemana? Bahkan salahmu itu lebih banyak loh?" Sindir Alea dengan dengan senyum manisnya.
Bagas menundukkan kepalanya. "Maafkan aku, aku akui semua kesalahanku." Ucap Bagas dengan lirih.
"Aku bisa saja memaafkanmu Bagas, tapi aku ingin kau merenungi semua salahmu. Bukan hanya karena fasilitasmu, atau pun karena abang. Aku ingin kau introspeksi diri, lihatlah dirimu yang sudah berubah banyak seperti bukan Bagas yang aku kenal." Ucap Alea.
Bagas terdiam mendengarkan ucapan Alea, benar. Dia sudah banyak berubah semenjak menjalin hubungan dengan Jena, bahkan prestasinya pun menurun drastis karena sering bolos hanya untuk menuruti kemauan Jena. Alea berjalan meninggalkan Bagas, ketiga temannya mengekor di belakang Alea.
"Kau benar Al, aku memang harus berubah." Ucap Bagas dengan pelan.
Saat Alea memasuki kelasnya, terlihat orang-orang berkerumun dan menggeledah satu persatu tas murid. Salah seorang guru datang menghampiri kerumunan tersebut di susul oleh Bagas.
"Ada apa ini?" Tanya Alea.
"Ini, hp sama uang bendahara ada yang ngambil." Jawab salah siswi yang bernama Dira.
"Kok bisa." Heran Leona.
"Coba kalian cek satu persatu tas murid yang lain, kalau terbukti ada yang mencuri. Ibu akan bawa dia ke kantor, pencurian tidak bisa di biarkan." Titah wali kelas- Iis.
Ketua murid dan juga wakilnya menggeledah semua tas yang ada di kelasnya, kini tinggal tas Alea dan juga Leona yang beluk di periksa. Begitu ketua murid membuka tas Alea, beberapa lembar uang dan juga hp berwarna hitam ada disana. Mata Alea membulat sempurna, dia menyilangkan tangannya seraya menggelengkan kepalanya tidak percaya.
"Loh, kenapa ada di tas ku? Aku tidak mencurinya kok, bahkan sekarang aja baru balik dari kantin." Ucap Alea berusaha membela dirinya.
Jena masuk ke dalam kelas Alea bersama salah satu temannya, dia membawa buku matematika yang di tugaskan oleh guru untuk mengantarkannya ke kelas Alea. Dia yakin kalau di dalam kelas itu sudah terjadi sesuatu, buktinya wajah Alea panik dan juga pias.
"Loh bu, ada apa ini?" Tanya Jena.
Bukan guru yang menjawabnya, melainkan Dira. "Si Al udah nyuri uang bendahara, dia juga nyuri hp ku juga." Jawab Dira ketus.
"Loh Al, gue tahu lu itu kekurangan dan juga udah gak punya orang tua. Tapi, gue gak nyangka loe bisa nekat nyuri kek gitu." Ucap Jena.
"Gak mungkin Alea yang mencuri, ini pasti ada yang udah jebak dia bu." Seru Bagas.
"Issh, apaan sih kamu Bagas? Kenapa belain penjahat." Kesal Jena.
"Iya bu, gak mungkin Alea pelakunya orang kita dari tadi di kantin kok." Sambung Mutiara.
"SIAPA YANG SUDAH MENARUH HP DAN UANG KE DALAM TAS ALEA?!" Ucap bu Iis dengan suara lantangnya.
Hening.
Tidak ada yang mengaku, mereka semua diam terkecuali Jena yang menyembunyikan senyum liciknya. Alea mengepalkan tangannya, matanya sudah memerah dan dia juga sudah menyiapkan ide agar sebuah kebenaran terbongkar. Dia tidak mungkin diam saja kala orang lain ada yang ingin memfitnahnya, sudah cukup Alea menjadi pribadi yang lemah, tapi untuk sekarang TIDAK.
"Ngaku aja Al, satu kelas gak ada yang ngaku loh." Desak Dira.
"Bawa aja bu ke ruang BK, kalo hal kayak gini di biarin takutnya bakalan ada hal yang sama terulang lagi." Seru Jena.
Para murid setuju dan mulai menyoraki Alea, mereka ikut mendesak Alea agar mau mengakui kejahatannya.
"Alea, ikut ibu ke kantor. Jelaskan semuanya disana, salah benarnya kita putuskan disana." Tegas bu Iis.
Alea tidak akan tinggal diam, dia mengambil sesuatu dari atas meja. Dan..
Sreett..