Menyukai seseorang adalah hal yang pribadi. Zea yang berumur 18 jatuh cinta pada Saga, seorang tentara yang tampan.
Terlepas dari perbedaan usia di antara keduanya, Zea adalah gadis yang paling berani dalam mengejar cinta, dia berharap usahanya dibalas.
Namun urusan cinta bukanlah bisa diputuskan personal. Saat Zea menyadari dia tidak dapat meluluhkan hati Saga, dia sudah bersiap untuk mengakhiri perasaan yang tak terbalaskan ini, namun Saga baru menyadari dirinya sudah lama jatuh cinta pada Zea.
Apakah sekarang terlambat untuk mengatakan "iya" ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MANUVER CINTA~ PART 14
Dean masih menatap dengan alis menukik ke arah Zea, si gadis pujaan hati. Nukik mirip tikungan mantan yang ngebet-ngebetnya kawin.
"Ze, kamu gila?! Kamu tuh udah malu-maluin diri sendiri! Sadar Zea, toh---ngga mungkin abangnya Clemira mau sama anak SMA kaya lo, lo masih bocah untuk ukuran seseorang kaya bang Sagara." Ucapnya berapi-api, entah api asmara, api cemburu atau api unggun yang ia koarkan.
Bukan Sagara yang menyadarkan Zea, namun Dean yang dengan teganya menampar sebuah kenyataan menohok pada diri Zea, seolah ia ingin membuat Zea terbangun dari mimpinya itu. Sampai negri diatas langit runtuh nimpa kepala, Dean tak rela Zea nembak Sagara terus mereka jadian.
"Gue sadar De, ngga usah lo buka mata gue selebar pintu masjid juga gue sangat sadar..." jawab Zea tak kalah sewotnya dengan mpok Alpa.
"Terus ada yang salah dari ucapan gue barusan? Gue ngga minta bang Sagara buat jadi pacar gue De. Gue cuma mau menyampaikan isi hati yang akhir-akhir ini bersarang dan makin numpuk di dadha, dah! Itu aja!"
"Jatuh cinta ternyata sekamvreett ini," Zea mengalihkan pandangannya pada Saga, menatap dengan getir lelaki kebanggan keluarganya dan kesatuan.
"Kalo mau tidur, ingetnya muka orang yang disuka. Mau kemana-mana mau ngapain juga kaya gitu..."jelas Zea lagi.
"I don't care about him. Because this is about me! My self, not him!" tunjuk Zea pada Saga.
"Zea mau, pas Zea fokus latihan dan berangkat nanti, Zea udah ngga punya beban hati dan bisa fokus sama tujuan. Ze, ngga peduli abang bakalan bilang apa karena Zea lebih peduli dengan apa yang Zea ucapkan sekarang!" ia menghirup udara rakus dan berseru gembira, "Zea sudah tau, sosok Ze tuh ngga ada setai kuku pun dari kriteria sosok cewek idaman bang Saga..."
"Dan untuk lo, De. Zea belum sejauh itu menganggap seseorang yang lain lebih dari siapapun. Tak ada penolakan dari Zea bukan berarti Zea terima kamu, tapi karena Zea ngga bisa nolak kamu gini di depan orang banyak sebelumnya..."
Zea sudah selesai dengan Dean dan semuanya, ia menoleh lagi pada Saga, tanpa bahasa isyarat yang berarti angin seolah menyapukan seluruh rasa kesedihan atas kejadian hari ini, seperti Zea tak pernah ditakdirkan untuk bersedih-sedih ria, ia menolak gamon---galau---gelisah, "Sekali lagi, bang Saga....Zea sangat---sangat menyukai abang!" ucapnya lagi lantang nan tegas penuh penghayatan, kemudian Zea memutar badannya dan berniat meninggalkan tempatnya sekarang, namun ia cukup terkejut ketika ternyata beberapa teman sekelasnya ada disana pula.
Alisnya mengernyit keriting, "kalian ngapain disini? Awas bubar! Disini ngga ada pembagian BLT atau hiburan topeng mon yet!" usirnya galak menerobos teman-teman dan pergi dari sana meninggalkan punggung kecil bertutupkan surai panjang bergelombang yang coklat, secoklat kayu manis miliknya di pandangan Sagara.
Langkah Zea semakin mantap meski ada rasa kecewa, namun ia merasa dadhanya sudah lega.
Dan justru, tanpa ia sadari beban itu ia pindahkan ke hati Sagara dan Dean. Meninggalkan goresan luka di hati Dean meski caranya begitu sopan. Mereka ikut bubar jalan ketika Zea sudah tak ada disana, meninggalkan bayangan jelas gadis cantik di hati dan pikiran Sagara.
"Jamilaaahh!" Clemira pamit pada Sagara namun Saga mencegahnya, "kamu biar pulang bareng abang." tahannya di lengan Clemira.
"Ck. Rencananya Cle mau nge-mie bareng ah, sama Zea!" ketusnya ngambek ditarik Sagara.
"Mie instan terus! Lama-lama badan kamu keriting kaya mie, apa kata abi Ray? Kata umi Eyi?" tanya Saga bawanya melewati Tama yang terkekeh ketika juniornya itu menarik Clemira macam guguk pudel.
"Hidup kau, Ga...Ga! Dikelilingin bocah-bocah cantik! Lah, kasian itu korban kau!" tunjuk bang Uday ke arah tadi Zea menghilang.
"Sadis abang euy!" ujar Gita.
"Thanks bro, kau relakan gadis secantik Zea untuk ku kejar!" imbuh Luki ditertawai Izan dan Tama.
"Tau!" Clemira menggeplok punggung Saga yang baginya tak terasa seperti ditepok, lebih mirip lagi dinina boboin.
"Nyesel loh bang, nolak Zea!" gidikan bahu Clemira tanda ia membela sahabatnya itu.
"Abang ngga nolak." Saga menoleh ke belakang membuka suit penerbangnya menyisakan kaos hijau army lalu menyambar seragam lorengnya untuk ia pakai kembali.
"Berarti abang terima?" gestur tubuh yang menunjukan manja-manja anak remaja dengan memiringkan badannya setengah menempel di bahu kiri Saga.
"Engga juga," gidiknya acuh, "minggir abang mau ambil kunci motor dulu."
"Dasar galak! Mana ada cewek yang mau sama abang kalo kaya gini, plin--plan! Harusnya abang contoh abi!" serunya bangga pada sang ayah.
"Bang, ijin antar adik dulu..." Saga berkata pada Uday.
"Iyalah, silahkan." jawab Uday.
"Abimu yang ceweknya banyak? Atau abi Ray yang pinter gombalin cewek?" tanya Saga berjalan pamit pada setiap rekannya termasuk Tama yang senantiasa menatap Clemira dalam diam.
"Hey! Kisanat, jaga ya ucapan anda...gitu-gitu dia abinya Cle! Berarti berbakat buat naklukin dan bikin cewek nyaman!" debatnya berjalan mengekori Saga sambil menusuk-nusuk punggung Saga dengan jari telunjuk, untung ngga pakai belati.
"Cari tas kamu, sekalian pamit sama temen dan guru sekolah. Udah selesai kan?" tanya Saga memerintah. Clemira mengangguk, "abang tuh denger ngga sih yang Cle bilang?"
"Denger." jawabnya singkat. Kedua sepupu ini lantas ribut sampai suara mereka sayup-sayup hilang dari radar teman-temannya.
"Lucu ya...bang Saga kan orangnya datar, dingin kaya batu es, tapi dikelilingin sama orang yang absurd bin gemesin gitu!" kekeh Gita. Tama menyadari sikap diamnya yang terkesan tak berani ambil sikap macam pecundang, ia yang notabenenya seorang tentara kalah telak oleh Zea yang hanya seorang remaja tanggung.
Clemira pamit pada teman-teman sekolahnya, namun ia tak mennemukan sosok Zea lagi disana, hingga suara dering ponselnya berbunyi tanda pesan masuk.
Cle, gue pulang duluan ya. Mendadak papih kirim pak Cokro buat jemput gue, katanya uti gue masuk ruang operasi, batu ginjal.
Sejak terakhir acara bela negara, Sagara belum melihat kembali wajah Zea, ataupun sosok hadirnya si gadis yang terakhir kali bertemu menyatakan perasaan sukanya. Seperti saat ini, ia dengan sengaja menjemput Clemira ke sekolah, namun ia tak bertemu Zea.
"Kok abang yang jemput?" Clemira meneliti penampilan Sagara dari atas hingga bawah, jelas-jelas pakaiannya masih lengkap menggunakan seragam lengkap sepaket sepatu deltanya.
"Ngga usah bawel, om Maliq ada tugas. Cepet naik!" pintanya pada Cle. Namun pandangannya jelas menatap jauh ke dalam sekolah, mulut boleh berkata tidak, namun hati dan mata mencari dimana *sosok yang menarik hati*.
"Bang! Cle udah naik, buruan panas!" tepuknya di pundak Saga, lelaki itu cukup tersentak dan kemudian menyalakan mesin motornya.
Mama Rieke mengangkat dress-dress milik Zea dan menimbang-nimbang, bukan dari berat namun dari model dan warnanya.
"Ngga usah beli lagi lah ya! Ini juga jarang kamu pake!"
Zea terpaksa pulang cepat dari jadwal latihannya karena mama dan papa memintanya untuk pulang, demi mendatangi jamuan makan atas undangan seseorang yang berpengaruh.
"Acara makan temen mancing papih aja mesti ikut sekeluarga, mau ngapain sih?!" tanya Zea bernada ketus sambil bermain game online, menggerakan kursor kesana kemari menyerang hero orang lain yang menjadi musuhnya, sesekali ia misuh-misuh dan menghardik saat hero miliknya kena serang.
"Biar semuanya ikut makan, jadi awet beras di rumah!" jawab ngasal mama Rieke.
Zea menghentikan permainannya, rasanya malas sekali dengan acara pertemuan orang dewasa, cuma bisa mesam-mesem jijay kaya odgj, cengar-cengir ngga jelas kaya lagi drama komedi dan nahan ngantuk saat tema obrolan mulai berat.
"Cepet mandi, siap-siap!"
"Ngga usah mandi lah mih, masih wangi! Takut luntur cantiknya!" jawab Zea langsung disambar oleh tepukan di pan tat oleh mama Rieke.
Zea tertawa tergelak, "mamih ngga tau kalo muka Zea tuh dipakein susuk?!"
"Susuk buat masak apa gimana?" tanya mama Rieke menaruh dress yang akan dipakai Zea di atas ranjang.
"Susuk mih, susuk emas. Kalo siang kan Zea tuh Zea Jamilah...padahal mamih ngga tau aja kalp malem Zea jadi Zae...Zaenuddin!" ocehnya dari kamar mandi.
Kapten Ankara berlari di sore hari untuk menjaga kebugaran, ditatapnya lapangan yang masih menampakan sisa panas sorot matahari, membuat keringat yang mengucur tampak kemilau di pelipis melewati rambut cepaknya.
"Ga!" sapanya ketika Sagara baru saja pulang menjemput Clemira dan mengantarnya pulang.
"Siap kapt?!" ia menghormat sejenak lalu mengangguk sopan.
"Ntar malem abis isya, komandan undang ke rumah!" ia mengelap keringat kasar dengan lengan jaket.
"Siap kapt, ada apa kalau boleh tau?" tanya nya.
Kapten Ankara tersenyum tipis, "datang saja! Kamu berani nolak undangan atasan?" tanya nya.
"Siap salah kapt! Tidak!"
"Bagus, kita tunggu kedatangannya. Yo! Saya jalan lagi..." ia kembali berlari dan meninggalkan Sagara.
.
.
.
.
.