Melisa, seorang gadis biasa yang sedang mencari pekerjaan, tiba-tiba terjebak dalam tubuh seorang wanita jahat yang telah menelantarkan anaknya.
Saat Melisa mulai menerima keadaan dan bertransformasi menjadi ibu yang baik, dia dihadapkan pada kenyataan bahwa dunia ini penuh dengan bahaya. Monster dan makhluk jahat mengancam keselamatannya dan putranya, membuatnya harus terus berjuang untuk hidup mereka. Tantangan lainnya adalah menghindari ayah kandung putranya, yang merupakan musuh bebuyutan dari tubuh asli Melisa.
Dapatkah Melisa mengungkap misteri yang mengelilinginya dan melindungi dirinya serta putranya dari bahaya?
Temukan jawabannya dalam novel ini, yang penuh dengan misteri, romansa, dan komedi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aif04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kevin
Wanita dengan rambut berwarna emas dan mata berwarna biru itu menatap nyalang padanya, dengan ekspresi wajah yang penuh kemarahan dan dendam. Suasana di sekitar mereka sangat tegang dan menakutkan, dengan udara yang terasa berat dan sulit dihirup.
"Kau seharusnya membantuku membalas dendam, bukan mengurus anak itu!" teriak wanita itu, tidak terima. Suaranya keras dan memecahkan telinga, membuat Melisa merasa tidak nyaman.
"Urus saja balas dendammu sendiri! Aku tidak mau melakukan apapun. Toh, kau juga jahat pada mereka, kan? Sebenarnya, ini lebih seperti karma untukmu," ujar Melisa, dia sebenarnya tidak begitu perduli jika harus terlahir kembali atau tidak.
"Sialan kau! Kembalikan tubuhku! Aku akan mencari orang lain saja!" geram wanita itu.
"Ya, lakukan saja! Aku juga malas hidup dalam tubuh wanita jahat seperti mu," jawab Melisa. Menurut Melisa, lebih baik ia tidak terlahir kembali daripada harus menjadi wanita jahat itu. Melisa merasa sangat muak dan jijik dengan wanita itu.
Mendengar jawaban Melisa, wanita itu justru sangat frustasi. Bagaimana tidak? Jika setelah sihir terlarang selesai, maka efeknya akan permanen. Dengan kata lain, dia sama sekali tidak memiliki hak apapun pada tubuh tersebut. Wanita itu merasa sangat kesal, tapi ia juga merasa sangat takut dan cemas saat ini.
"Akh, sialan!! Aku benar-benar membencimu!" teriak wanita itu, penuh amarah.
"Sama, aku juga membencimu, sialan!" ujar Melisa.
Tapi, sedetik kemudian, rasanya seluruh sesuatu yang dilihatnya perlahan menghilang. Tapi, sebelum semuanya benar-benar menghilang, Melisa bisa mendengar suara tawa dari wanita jahat itu.
"Hahaha, kau pikir hidupmu akan mudah, hahaha," tawanya. Namun, kemudian terdiam dengan wajah serius.
"Dia akan datang dan membunuhmu," lanjutnya dengan tatapan tajam di akhir.
Melisa sama sekali tidak perduli dengan apa yang dikatakan oleh wanita itu. Toh, yang akan terjadi biar saja terjadi. Melisa sama sekali tidak ingin memikirkan hal-hal yang merepotkan seperti itu. Melisa merasa sangat lelah dan tidak ingin memikirkan apa-apa lagi.
Hingga ia kembali membuka matanya, dan menyadari bahwa ia masih berada di dalam gubuk yang sama. Suasana di dalam gubuk itu sangat sunyi dan tenang, dengan cahaya matahari yang masuk melalui jendela kecil dan menerangi ruangan.
"Huh, wanita gila itu benar-benar menyebalkan," gumamnya dengan menatap lurus kedepan.
Pintu terbuka, menampilkan sosok anak laki-laki dengan pakaian kumuh. Anak itu memiliki mata yang besar dan bulat, dengan wajah yang pucat dan kurus. Ia terlihat sangat lelah dan lapar.
"Ibu sudah sadar?" tanyanya, terdengar jelas ketakutan dari nada bicaranya.
"Hem, ya... bisakah kamu mendekat..." ujar Melisa dengan nada lembut. Untungnya ia menerima ingatan dari pemilik tubuh ini, hingga ia bisa mengetahui apa yang terjadi pada tubuh ini serta orang-orang di masa lalu.
"Tapi aku kotor, bu..." jawabnya dengan memegang ujung baju yang terlihat begitu lusuh.
'Dasar wanita gila, kau bahkan lebih buruk dari pada binatang Alexa,' pikir Melisa dengan mencengram kedua tangannya, menahan emosi yang akan keluar.
"Huh...tidak apa, kamu kesini ya, sayang," bujuknya pada sang anak.
"Ba-baik, bu," jawab anak itu, lalu mendekat ke arah Melisa. Sesampainya di samping tempat tidurnya, anak laki-laki itu kembali terdiam dengan menundukkan kepalanya.
"Mulai sekarang, namamu Kevin, sayang. Maaf jika ibu baru memberikanmu nama sekarang," Ia benar-benar sudah bingung harus dengan kalimat apa lagi untuk mengumpat wanita itu. Anaknya sendiri bahkan tidak ia berikan nama.
"Hiks hiks..." Anak kecil itu justru menangis, membuat Melisa menjadi panik. Suasana tiba-tiba saja menjadi begitu menyedihkan dengan air mata yang mengalir dari matanya. "Eh, kenapa menangis? Apa tidak suka dengan namanya?" tanya Melisa dengan khawatir. Wanita itu berpikir mungkin dia salah bicara dan justru membuat anak ini menangis.
"Ti-tidak, hiks hiks, bu... Kevin senang karena akhirnya punya nama. Hiks hiks, selama ini orang-orang memanggilku dengan panggilan anak haram, sialan, tidak berguna, kotor, tapi sekarang mereka bisa memanggilku dengan panggilan Kevin, hiks hiks," jelas anak itu, dengan suara yang bergetar dan air mata yang mengalir.
Mendengar perkataan itu membuat hati Melisa terasa teriris. Dia benar-benar sangat sedih dengan apa yang dialami oleh anak sekecil ini.
"Hmm, sekarang Kevin, jangan menangis lagi ya, karena ibu akan menjaga Kevin dengan baik. Jadi, maukah Kevin memaafkan perlakuan ibu di masa lalu?" ujar Melisa dengan memeluk tubuh kecil itu. Ia merasa sangat lega karena bisa memeluk anak itu dan memberikan kasih sayang yang selama ini tidak pernah diberikan.
"Kevin selalu memaafkan ibu," ujarnya dengan sisa air mata di pipinya. Anak itu kemudian tersenyum lembut, dengan mata yang masih basah dengan air mata.
"Hiks hiks, Kevin benar-benar anak yang baik, ibu janji akan sangat baik kepada Kevin di masa depan," janji Melisa dengan lembut, bahkan tanpa terasa air mati mengalir begitu saja di pipinya.
"Kevin juga janji akan menjadi anak baik," balasnya.
"Kevin, ibu benar-benar menyayangi mu, dan maaf untuk segalanya."
"Kevin juga sayang ibu."
Mereka akhirnya berpelukan, dengan perasaan yang hangat. 'Rasanya benar-benar nyaman, ternyata pelukan dari ibu benar-benar sangat hangat dan nyaman,' pikir Kevin. Selama ini ia hanya sering melihat bagaimana warga desa yang terkadang menggandeng tangan dan memeluk anak mereka. Ia pikir hal itu tidak mungkin bisa terjadi padanya, tapi siapa sangka saat ini sang ibu benar-benar memeluknya. Ini seperti mimpi yang sangat indah.