Aku yang dikhianati sahabat dan suamiku kembali ke masa lalu. Aku tidak ingin memiliki hubungan apapun dengan mereka lagi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sia Masya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14(Pov Dinda)
Saat mobil memasuki perkarangan sekolah, semua mata tertuju pada Dinda dan kakaknya. Dinda merasa malu untuk keluar dari dalam mobil. Saat akan membuka pintu Mas Dino menahan Dinda.
"Etssss... Tunggu dulu! Diam di tempatmu!"
"Ada apa, mas?"
Mas Dino keluar lebih dulu dan membukakan pintu mobil untuk Dinda. Hal itu Justru membuat Dinda semakin merasa malu.
"Apa yang mas Dino lakukan." Bisik Dinda.
"Ayo keluar Dinda. Berapa lama kamu akan duduk di sana." Dinda keluar dari dalam mobil tapi ia hanya menatap mas Dino saja. Saat ini ia sedang berusaha menahan rasa malunya serta menghindari tatapan anak-anak lain yang masih mengarah ke dirinya dan mas Dino.
"Ya sudah, mas pulang dulu. Yang semangat belajarnya." Mas Dino menepuk kepala Dinda memberi semangat.
"Aduh mas, nggak usah lakukan itu. Malu dilihat anak-anak." Bisik Dinda sekali lagi.
"Biarin. Aku kan abangmu, jadi suka-suka aku lah. Dan ngapain juga kamu mesti malu."
"Ya sudah, aku masuk dulu. Cepat pergi sana."
"Teganya kamu mengusir abangmu ini." Dinda tidak peduli dengan perkataan mas Dino. Ia berusaha meloloskan diri dari kerumunan anak-anak, mereka begitu mengagumi ketampanan kakaknya. Dinda pun mengakui kalau wajah kakaknya itu sangat tampan. Mas Dino sangat cocok kalau jadi aktor. Fans wanita nya akan sangat banyak. Saat ini saja dia sudah dikelilingi oleh para wanita.
Dinda melihat sekeliling dan menemukan Sita serta Loly yang berdiri tak jauh dari kerumunan itu. Ia segera menghampiri mereka.
"Sita, Loly, tunggu!"
Huh, akhirnya bisa lolos juga.
"Siapa tuh, Dinda? Pacar kamu ya?" tanya Sita.
Dinda terkekeh mendengar perkataan Sita.
"Hahaha...,pacar? Itu Kakakku. Masa, mas Dino, pacar aku sih."
"Abangmu ya, wah ganteng banget. Kenalkan dong, Dinda." pinta Loly, Sita juga mengangguk setuju dengan perkataan Loly.
"Eh... ingat sekolah dulu. Yuk, masuk." ajak Dinda.
"Tapi kan..."
"Iya, nanti aku kenalkan, tapi jangan sekarang. Lagian, emangnya kalian mau sesak-sesakan di sana. Mending kita masuk sekarang. Selagi gurunya belum datang."
Dinda melihat kebelakang untuk memastikan apakah kakaknya sudah pulang atau belum. Tapi mas Dino masih mengajak para siswi untuk berbicara. Dinda hanya berharap semoga mas Dino tidak mengatakan hal yang aneh.
"Dinda, makan siang bareng yuk!" ajak Loly dan Sita saat bel istirahat berbunyi.
"Tapi aku bawa bekal." kata Dinda sambil mengeluarkan kotak bekalnya dari dalam tas.
"Kalau gitu, kamu makan di kantin, bawa saja bekal itu."
"Baiklah." Dinda mengikuti mereka berdua dengan membawa kotak makan siangnya. Padahal di kehidupan sebelumnya ia selalu menolak ajakan mereka dan memilih makan di kelas saja.
Di sekolah mereka memiliki 4 kantin khusus, yaitu kantin khusus guru, murid kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Itu karena siswa di sekolahnya terbilang sangat banyak. Serta sekolah ini adalah salah satu sekolah elit. Kebetulan sekali kantin mereka berdekatan dengan kelas, jadi sangat mudah dijangkau. Hal yang sama pun terjadi dengan kelas 2 dan 3. Kelas mereka ada di tingkat atas, jadi kantinnya pun harus dekat dengan kelas mereka. Bukan hanya itu, ruangan kesehatan, kesenian, lab biologi, serta toilet juga dibagi sama rata untuk setiap tingkatan.
"Kita duduk di mana?" Tanya Dinda setelah melihat bangkunya yang penuh karena telah ditempati anak-anak lain. Mereka melihat sekeliling, mencari tempat yang terlewatkan dari pandangan. Mata Dinda akhirnya tertuju pada bangku yang masih ditempati satu orang saja. Masih tersisa tiga yang kosong.
"Oh itu, di sana," kata Dinda menunjukkan tempat itu kepada Loly dan Sita. Mereka pun berjalan mendekati tempat itu. Seorang pria duduk dengan tenang membaca bukunya tanpa mempedulikan sekitarnya.
"Hai, apa kami boleh duduk di sini?" Pria itu seakan-akan dapat menelan seisi ruangan dengan lensa kacamatanya yang besar itu. Ia diam tanpa menjawab pertanyaan Dinda dan memilih untuk membaca bukunya lagi.
"Ngapain pake tanya Dinda. Langsung duduk saja. Lagian semua fasilitas di sini milik sekolah. Dan kita berhak duduk dimanapun yang kita mau."
Dinda mengikuti perkataan Sita dan duduk di samping pria itu, sedangkan Sita dan Loly duduk bersebelahan dan menghadap mereka.
"Din, tunggu sebentar ya, kami pesan makanannya dulu."
"Ah, iya."
Dinda menunggu dengan tenang bersama pria asing tadi. Suasananya sangat canggung diantara mereka berdua.
"Hai, kenalin aku Dinda." Dinda menyodorkan tangannya mengajak berkenalan. Ia berharap mendapat balasan darinya, karena tidak mungkin mereka akan berdiam diri seperti ini. Namun tidak ada pergerakan sedikitpun darinya. Dia hanya menatap tangan Dinda sebentar lalu melanjutkan kembali aktivitas membacanya.
Sungguh, pria yang sombong dan menyebalkan. Dinda menarik kembali tangannya, ia berusaha menahan rasa malu akibat diabaikan. Dinda melirik ke tempat pemesanan, berharap Sita dan Loly segera kembali.
"Leo." Suara pria itu begitu dingin saat mengucapkan namanya. Ia tetap fokus pada bukunya dan tidak menoleh.
Perkenalan macam apa itu? Apa orang tuanya tidak mengajarkan dia sopan santun? Sungguh, sangat disayangkan. Biasanya orang kalau mengajak berkenalan pasti melihat lawan bicaranya. Ini berbeda. Dia berbicara seolah-olah tidak ada aku di sampingnya. Sungguh tidak ada rasa hormat sama sekali.
"Maaf, apa ada yang salah dengan wajah saya?" Tanpa sadar Dinda menatapnya dengan sangat lama.
Malunya karena ketahuan kalau aku sedang menatapnya. Tapi kok dia bisa tahu? Kan, dari tadi dia hanya fokus pada buku yang dibacanya.
"Tidak ada. Aku sedang memikirkan sesuatu, dan tidak sadar melihatmu. Maaf jika hal itu mengganggu mu."
"Saya harap, bukan hal aneh yang anda pikiran tentang saya."
Iiiiiiiiiih, sungguh pria menyebalkan. Aku juga tak sudi tahu. Aku hanya memikirkan dari mana sikap burukmu ini berasal.
ansk perempuan klu pacaran RUSAKKKK.