Rahim Milik CEO Tampan

“Saya curiga jika ini adalah sebuah rencana dalam pengambil alihan harta keluarga Park. Tapi sebelum menyimpulkan saya ingin bertanya satu hal lagi pada Anda?” Ucap Pengacara Jo.

“Ya, silahkan.” Jawab Kai.

“Apakah nenek Anda benar-benar mengalami penyakit jiwa berupa kepribadian ganda? Maksud saya apa ada bukti yang menguatkan hal itu?” Tanya pengacara Jo.

“Aku tidak yakin sebenarnya, aku hanya mendapat keterangan dari dokter psikeaternya. Entah itu atau benar atau tidak, aku mungkin harus menanyakannya kembali. Tetapi perilaku yang ditunjukkan oleh nenek, memang mirip dengan gejala gangguan kejiwaan itu.” Jawab Kai dengan sedikit ragu.

“Ya, saya rasa anda memang harus memastikannya kembali. Tapi, transparansi dokter psikeater pribadi Nyonya Kim patut diragukan. Bisa jadi ia dibayar untuk membuat diagnosis seperti itu. Saya curiga jika penyakit yang diderita oleh nenek anda adalah sebagai penutupan isu atas kasus kejahatan yang telah ia perbuat.”

“Belum lagi, bisa jadi itu sebagai senjatanya dalam menyelakai anda dan istri anda. Jika benar, maka Nyonya Kim bisa dihukum dengan seberat-beratnya. Nenek kandung anda, kakek dan orang tua anda, saya rasa Nenek Kim yang telah merencanakannya. Tapi, kecurigaan itu perlu bukti yang kuat.” Jelas pengacara Jo.

“Astaga, mengapa selama ini tidak terfikirkan olehku. Apa aku terlalu naif? Sehingga menutup mata akan hal ini?”Kai tampak sangat frustasi.

“Tidak, saya rasa itu karena Nyonya Kim berhasil menutupi rencananya dengan sangat mulus Tuan, maksud saya..Kai.” Ucap Pengacara Jo.

“Ya, mungkin begitu.” Kai tertunduk.

“Tak usah merasa sedih Tuan...Kai, kita pasti bisa menemukan bukti dan mendapat titik terang.” Pengacara Jo mencoba menyemangati Kai.

“Bukan itu yang aku khawatirkan saat ini. aku sudah bukan siapa-siapa lagi. Aku juga tidak bisa membayarmu lagi. Bahkan untuk biaya hidup sendiri pun aku bingung. Jadi, rasanya aku harus berjuang untuk hidup saat ini.” Ucap Kai.

“Oh, ya...saya mengerti. Tapi Tuan sangat hebat dalam bisnis, bukankah Kasanlanca grup menjadi lebih besar berkat Tuan? Dengan latar belakang Tuan, dan kemampuan yang Tuan miliki, saya yakin Tuan akan mendapat pekerjaan yang sama bagusnya dengan sebelumnya.” Ujar Pengacara Jo.

“Apa yang lebih bagus daripada menjadi CEO? Entahlah, untuk saat ini aku tak memiliki gambaran apapun. Aku rasa diriku hanya pandai dalam satu bidang, ya, menjadi CEO. Lain dari pada itu, aku tak bisa.” Kai mulai pesimis.

“Tidak Tuan, maksud saya Kai, anda pandai dalam dunia bisnis. Oh, begini saja, saya memiliki kenalan di sebuah perusahaan, ya memang bukan perusahaan yang besar. Bisa dikatakan perusahaan itu baru merintis, tapi mereka sedang mencari orang untuk general manager, saya yakin anda pasti diterima di sana.” Jelas Pengacara Jo.

“Kau serius? Kebetulan sekali. Baiklah, akan kucoba. Terima kasih pengacara Jo.” Kai kini lebih bersemangat.

“Ya, sama-sama Tuan..maksud saya Kai. Oh, dan ini kartu nama HRD nya. bilang saja saya yang merekomendasikannya.” Pengacara Jo menyerahkan kartu nama itu.

“Baik,” Kai menerima kartu itu.

“Kalau begitu saya pamit sekarang, ada klien yang harus saya temui. Sampai jumpa di lain waktu Tu...maksud saya Kai.” Pengacara Jo pun beranjak.

“Ya, sampai jumpa lagi pengacara Jo.” Kai menjabat tangan Pengacara Jo.

Pengacara Jo pun beranjak pergi.

Setelah itu, Kai memutuskan untuk keluar membeli makanan. Karena sekarang ia hanya memiliki sedikit uang, Kai memutuskan untuk membeli makanan di sebuah toko ritel. Ya, ia hanya akan membeli ramen, makanan beku dan beberapa gulung gimbab dari nenek-nenek yang menjualnya di pinggir jalan.

Kai membeli gimbab terlebih dahulu, sebenarnya ia juga ingin membeli makanan lain seperti odeng, tteokpokki, dan gorengan, tetapi ia tak memiliki uang yang cukup. akhirnya ia hanya membeli satu gulung gimbab. Untunglah gimbab itu masih panas.

Saat hampir masuk ke toko retail, Kai kaget melihat banyak orang yang berkerumun. Nampaknya ada artis yang sedang berebelanja, makanya mereka mengerumuninya. Kai pun memutuskan untuk tetap masuk, toh ia hanya akan berbelanja sedikit dan tak memiliki urusan dengan kerumunan itu.

Tetapi saat Kai hendak masuk Kai melihat orang yang sedang di kerumuni itu ketakutan dan panik. Benarkah ia seorang artis? Atau justru pencuri? Kai merasa penasaran. Ia pun ikut dalam kerumunan itu.

“Permisi, ada apa ini?” Tanya Kai pada orang-orang.

“Idol Lily ada di sini, tapi kami bingung dengan perubahannya. Masa ia bilang ia bukan idol? Jelas-jelas ia iadalah idol Lily.” Ucap salah satu orang dari kerumunan itu.

“Apa? Lily?” Kai langsung menghampiri orang itu.

“Lily!” Kai langsung melindungi Lily dari kerumunan itu.

“Kau, mengapa kau ada di sini?” Lily tampak masih ketakutan.

“Jangan banyak tanya dulu sekarang, kita harus segera terbebas dari kerumunan ini.” Ucap Kai.

“Hey, kau menghalangi kami dari mengambil fotonya!” Ucap salah seorang dari kerumunan itu.

“Dengar kalian semua! Aku dari agensinya, kalian harus dengar baik-baik, kalian tidak bisa sembarangan mengambil foto Lily atau kalian akan kena pasal. Jika kalian ingin berfoto dengannya maka kalian harus izin terlebih dahulu pada Lily. Dan Lily juga tidak sedang mengadakan jumpa Fans jadi kalian harus membayar untuk setiap foto yang telah kalian ambil.” Ucap Kai dengan lantang.

“Apa? Yang benar saja! Huuuuu....” Ucap semua orang.

“Lily kebetulan berbelanja di sini, salah kami dari tim agensi karena telah kecolongan dalam pengawasan. Jadi mohon untuk segera bubar! Bubar!” Ucap Kai. Untunglah saat itu Kai mengenakan masker, jadi tidak ada yang menegtahui bahwa ia adalah mantan dari CEO Kasablanca group.

“huuuuu! Tidak seru!” Mereka pun bubar satu persatu.

“Te—terima kasih.” Ucap Lily dengan gemetar.

“Ya, sama-sama. Aku memang berkewajiban untuk menjagamu Dreeyana.” Jawab Kai.

“Bagaimana kau tahu namaku?” ucap Lily dengan penasaran.

“Panjang ceritanya, dan mungkin kau tidak akan mampu mengingatnya.” Jawab Kai.

“Aku...aku harus pulang sekarang.” Ucap Lily dengan canggung.

“Ya, akan kuantar.” Jawab Kai.

“Tidak perlu, rumahku dekat dari sini. aku bisa sendiri.” Lily menolak.

“Apa kau ingin kejadian seperti barusan terulang kembali?”

“Tidak.”

“Kalau begitu mari aku antar.”

Lily hanya diam. Kai pun mengantar Lily untuk pulang.

Mereka berjalan berdua di malam yang hangat itu. Saat itu bulan purnama, Kai kembali teringat pada malam pertama mereka. Kai kemudian menatap Lily. Ya, Kai sadar, Lily yang ada di depannya bukan Lily yang dulu. Bahkan ia tak tahu jati dirinya. Kai merasa ada sesuatu yang menikam hatinya. Rasanya sakit, mengingat istrinya seperti orang asing. Apakah Lily bisa kembali seperti dulu lagi?

“Aku sudah sampai. Ini rumahku.” Ucap Lily.

“Ya, aku tahu. lantai enam nomor lima puluh empat.” Ucap Kai.

“Bagaimana kau tahu? apa kita pernah kenal atau dekat sebelumnya?” Lily tampak bingung.

“Ya, dulu kita sedekat ini.” Kai menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya yang dirapatkan.

“Benarkah?” Lily tampak penasaran.

“Dreeyana, Kau dari mana saja?” Tiba-tiba ibu keluar.

“Kai.” Ibu kini melirik ke arah Kai.