Clara terpaksa menerima perjanjian nikah kontrak dengan Gery Rochstein, bosnya sendiri, demi membantu menyelamatkan perusahaan sang CEOyang terancam bangkrut. Semua itu berada dalam ancaman Gery yang mengetahui rahasia Clara yang divonis sulit memiliki anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon takiyaratayee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21 - Tak Sengaja Menginap
Pandangan Gery yang seperti korban tersakiti seolah bisa membuat Clara mengerti. Sontak Clara menggeleng-geleng kepala dan melambaikan kedua tangannya. Pertanda menepis tuduhan Gery yang tidak-tidak.
"Tuan, Anda jangan salah sangka dulu. Aku terpaksa harus membawamu pulang karena Anda terus menerus mengigau dan muntah di bar. Anda bahkan jatuh di depan wastafel bar. Aku nggak bisa bertemu asistenmu. Daripada semakin kacau, aku membawamu ke sini." kata Clara kemudian.
"Ka-kamu! Berani-beraninya kamu bungkus bosmu sendiri! Apa yang terjadi dengan bajuku?" tanya Gery mencoba menyembunyikan rasa malunya di depan Clara. Wanita berpenampilan rambut dikuncir kuda itu menggeleng cepat.
"Maafkan aku, Tuan. Baju Anda banyak muntahan, jadi aku menggantinya. Plis jangan marah, aku nggak ngapa-ngapain Anda kok!" kata Clara mengklarifikasi. Meski sebenarnya, Clara tidak bisa melupakan bagaimana tubuh atletis Gery yang indah itu.
Gery menarik selimut, dirinya mencoba menutupi tubuhnya dari penglihatan Clara. Seakan ingin membentengi diri agar tubuhnya tidak disentuh-sentuh oleh orang lain. Clara agak mundur ke belakang, dan menaruh sarapan yang telah ia siapkan untuk Gery.
"Tuan, ini makanlah makanan sederhana yang kubuatkan untuk Anda. Aku melihat, Anda sangat lemas, jadi sebaiknya Anda makan dulu sedikit. Aku sudah berhasil menghubungi Tuan Drew. Mungkin dia akan ke sini segera,” ujar Clara melaporkan. Gery memperhatikan bagaimana Clara melayaninya. Benar kata Clara, tubuh Gery terasa lebih lemas dari biasanya. Hal ini terjadi karena efek mabuk semalaman.
"Sarapanlah dulu, Tuan." kata Clara mempersilahkan bosnya untuk menyantap jamuan yang ia suguhkan. Gery melirik dingin ke arah Clara yang seperti berpura-pura baik padanya.
Mengingat keadaan kantor Spark sedang tidak baik-baik saja, kecurigaan Gery memiliki alasan yang pasti. Gery waspada pada karyawannya yang ingin menjilat dan cari muka padanya agar tidak jadi di PHK. Di samping itu, Gery menduga Clara hendak merayunya agar mencabut tuntutan atas kasus pencemaran nama baik.
"Tuan, saya nggak masukkin racun atau zat-zat berbahaya di dalam makanan itu. Saya tulus buatin sarapan untuk Anda."
Sayangnya, Gery tak berusaha menutupi kecurigaannya, ia justru membuang muka dari piring yang Clara suguhkan. Reaksi pria dewasa itu membuat Clara menyerah.
Seharusnya Clara tidak usah menolong Gery. Dia sudah tahu pasti ujung-ujungnya Gery akan menginjak-injak harga dirinya. Tubuh ramping Clara beranjak dari kursi, lalu berlalu dan menutup pintu kamar sembari membawa baskom berisi air hangat.
Gery berbaring lagi, keinginannya untuk tidur jauh lebih kuat ketimbang makan. Akan tetapi, perut keroncongan Gery tidak bisa berkompromi. Terlebih, menu telur orak-arik dicampur brokoli serta 3 lapis roti gandum tanpa pinggiran itu tampak melambai-lambai minta dimakan. Gery pun meraih piring melamin tersebut, ia makan dengan lahap masakan buatan Clara tanpa banyak berpikir.
Lidah Gery dimanjakan dengan masakan Clara yang enak. Di tengah menikmati sarapan yang terlalu pagi itu, ponsel Gery berbunyi. Nama Walt muncul di layar ponselnya.
“Tuan, saya minta maaf karena tidak bisa menemani Anda malam ini. Saya ditelepon Tuan Drew kalau Anda semalam pingsan. Apa Anda baik-baik saja?”
“Aku baik-baik saja. Cepat susul aku ke sini. Aku harus bekerja pagi ini,” ucap Gery singkat kepada sang asisten di telepon.
Usai membabat habis sarapan pagi itu, Gery merasa punya energi. Namun, aroma floral yang pekat, serta ruangan bersuhu dingin membuat tubuh Gery rileks berada di kamar Clara yang simpel dan rapi itu. Dalam beberapa detik, mata Gery kembali terkantuk. Ia tertidur lagi dan mengabaikan suara hentakan kaki yang mendekat ke arah kamar. Di saat itu pula, Gery terbuai dengan mimpi indah.
Drew berdiri di ambang pintu kamar Clara. Dia menemukan Gery sedang tertidur nyenyak di atas kasur berukuran single. Dasar Gery sialan, kutuk Drew dalam hati. Drew bahkan rela meninggalkan apartemen Ginny, gebetannya saat ini, demi menjemput Gery. Tapi, yang dijemput malah enak-enak tidur diselimuti motif estetik. Bisa-bisanya Gery bisa terlelap seperti beruang kutub di saat genting seperti ini.
Mata Drew menyusuri ruangan tersebut, ia melihat ada piring bekas makanan tak bersisa di samping meja bufet kecil. Drew berniat membangunkan Gery, akan tetapi tangan Clara mencegah adik bosnya itu masuk ke dalam kamar.
“Biarkan Tuan Gery tidur dulu, Tuan Drew.” Ujar Clara. Drew mengurungkan niatnya, suara lembut Clara yang mencegah dia membangunkan Gery. Saat Drew balik badan, Clara tidak sengaja menemukan beberapa bekas gigitan di leher Drew. Sontak Clara merasa khawatir.
“Tuan Drew, apa Anda baik-baik saja? Sepertinya Anda digigit sesuatu, itu lehernya merah-merah..” celetuk Clara polos. Mendengar kesaksian Clara, Drew mendadak membeku. Dia langsung mengusap lehernya dan menaikkan kerah hoodie-nya untuk menutupi lehernya. Betapa malunya Drew kepergok Clara ada bekas gigitan-gigitan sensual di leher.
Sialan! Kutuk Drew pada dirinya sendiri. Drew menyalahkan wanita cantik di klub yang berperilaku terlalu liar padanya semalaman. Drew berjanji dia tidak akan menemui gadis manja itu lagi setelah ini.
“Ehm... Nggak papa kok ini. Abaikan aja,” bantah Drew menyembunyikan wajah malunya di depan Clara. Sementara wanita polos itu masih menatap Drew khawatir.
"Aku minta maaf sudah menganggu malammu dengan... Kekasihmu. Karena aku nggak tahu lagi harus menghubungi siapa," ujar Clara, mengingat-ingat suara wanita yang mengangkat teleponnya.
"Dia, bukan pacarku. Dan... Ini nggak menganggu sama sekali, kok."
“Sambil menunggu Tuan Walt dan Tuan Gery, sebaiknya Anda istirahat dulu aja di sini. Apa Anda ingin teh? Atau kopi?”
“Kopi boleh juga,” Drew berdehem sedikit, dia mencoba memecah kecanggungan di antara dirinya dan Clara. Sang pemilik rumah menyuguhkan kopi hangat, ia mempersilahkan Drew untuk menikmati suguhannya.
“Nona Clara, apa kamu baik-baik saja?”
“Ya, aku baik-baik saja.”
“Pasti sangat sulit menjalani kehidupan setelah mengalami kejadian itu, waktu kamu mengklarifikasi masalah itu,” tanya Drew basa-basi, membuka obrolan dengan Clara.
“Ya, bisa dibilang seperti itu. Ada kesulitan, tapi aku baik-baik aja. Aku bisa melaluinya,” kata Clara tersenyum. Ia harus menjaga sikapnya di depan Drew.
“Kenapa kamu nggak menelponku setelah kejadian itu? Aku berhutang banyak ke kamu. Kenapa kamu nggak berusaha menagihnya?”
“Aku... Aku lupa.”
Drew mendelik, ia terkekeh. Seorang Drew, dilupakan oleh wanita? Selama ini, tidak pernah Drew dilupakan oleh wanita setelah ia memberi nomor teleponnya. Selama ini, wanita-wanita yang berkenalan dengan Drew akan langsung nempel dan genit padanya. Bagaimana bisa Clara melupakannya? Apakah Drew tidak berhasil membuat Clara terpesona?
Tanpa aba-aba, Drew tiba-tiba mencondongkan tubuhnya, mendekat ke arah Clara. Jarak meja di antara Drew dan Clara cukup dekat, sehingga pergerakan Drew membuat Clara cukup terkejut. “Nona Clara, boleh aku bertanya?”
“Iya, silahkan.”
“Apa kamu nggak tidur semalaman ini?”