Cinta memang tak memandang logika. Cinta tak memandang status. Suami yang ku cintai selama ini, tega menikah dengan wanita lain di belakang ku.
"Maafkan aku Ris! Tapi aku mencintainya. Dan sebenarnya, selama ini aku tak pernah mencintai kamu!"
"Jika memang kamu mencintai dia, maka aku akan ikhlas, Mas. Aku berharap, jika suatu saat hatimu sudah bisa mencintaiku. Maka aku harap, waktu itu tidak terlambat."
Risma harus menerima kenyataan pahit dalam rumah tangganya, saat mengetahui jika suaminya mencintai wanita lain, dan ternyata dia tak pernah ada di hati Pandu, Suaminya.
Akankah Pandu bisa mencintai Risma?
Dan apakah saat cinta itu tumbuh, Risma akan bisa menerima Pandu kembali? Dan hal besar apa yang selama ini Risma sembunyikan dari semua orang, termasuk Pandu?
Simak yuk kisahnya hanya di Novel ini.
JANGAN LUPA TEKAN FAV, LIKE, KOMEN DAN VOTENYA... KARENA ITU SANGAT BERHARGA BUAT AUTHOR🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berhenti berjuang
"Sudah, jangan jadikan itu beban. Tetap kuat dan istirahat lah, karena nanti sore kamu harus melewati sesuatu yang menyakitkan. Baik baik ya."
Abas meninggalkan Risma di ruangan kusus dan kembali menjalankan tugasnya sebagai seorang dokter.
Risma mencoba memejamkan matanya, meskipun sulit untuk tertidur, berusaha menguatkan hati dan dirinya sendiri, juga karena pengaruh obat, akhirnya Risma bisa tertidur dengan lelap. Sehingga telepon dari Pandu, terabaikan begitu saja. Yang membuat Pandu semakin gelisah dan cemas. Apalagi perasaan bersalah mulai mengusik diri Pandu.
Pukul empat sore namun Risma juga belum kunjung pulang ke rumah, Pandu yang sudah sejak pukul dua siang dirumah, merasa khawatir.
Apalagi Risma tidak bisa dihubungi.
Saat Pandu menelpon salah satu teman Risma dirumah sakit, temannya bilang Risma sedang sibuk dan akan ada jam lembur hari ini. Tapi entah kenapa Pandu merasakan perasaan yang tak enak sedari tadi, gelisah dan cemas yang tak biasa.
"Ada apa denganku? kenapa dari tadi pagi perasaan ini rasanya gak enak banget, seperti mencemaskan sesuatu tapi tidak tau itu apa.
Ya Tuhan! Semoga ini bukan firasat yang buruk, Astagfirullah."
Pandu mengusap wajahnya kasar, kemelut di hatinya kian tak bisa dikendalikan. Tiba tiba pikirannya dipenuhi dengan wajah teduh sang istri, padahal selama ini, sedikitpun Pandu tidak pernah memikirkan sosok Risma sedalam hari ini.
"Apa yang kamu sembunyikan, RIS? Aku merasa kamu sedang menyimpan hal besar dariku, tapi apa itu aku tidak bisa menebaknya, hanya firasat ku yang berkata demikian."
Pandu menatap kosong ke depan, pikirannya berkelana entah kemana, hingga ponselnya berdering saja dia tidak menyadarinya.
"Papa, ada telepon tuh, dari mama!"
tiba tiba suara Cinta membuyarkan lamunannya Pandu.
Pandu menatap putrinya penuh sayang dan mengusap kepalanya.
"Makasih ya sayang, papa tadi gak dengar." sahut Pandu lembut dan meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja.
"Cinta temani adik main gih, habis itu mandi. Sudah sore."
Kembali Pandu meneruskan kalimatnya dan langsung di iyakan oleh anak perempuannya.
"Asalamualaikum." suara lembut diseberang sana menyapa kecemasan Pandu.
Entahlah, setelah mendengarnya Pandu menemukan ketenangan dan merasa lega.
"Waalaikumsallm. Alhamdulillah, akhirnya kamu kasih kabar juga. Aku sempat cemas kamu kenapa kenapa-kenapa." Balas Pandu jujur yang mengutarakan kecemasannya.
"Alhamdulillah, terimakasih Mas! Insyaallah aku baik baik saja. Tadi masih sibuk, sedang bertugas menemani dokter di ruang operasi." Sahut Risma lirih dengan kesedihan yang membuncah, namun sekuat tenaga ditahannya agar terlihat tetap baik baik saja. Membohongi suami dan tetap untuk tetap terlihat tegar, itu tidaklah mudah.
"Pulang jam berapa?
apa perlu aku jemput?"
balas Pandu memberi sedikit perhatian, namun secepat kilat Risma menggeleng yang tentu tak bisa dilihat oleh Pandu.
"Gak mas, aku kan bawa motor. Insyaallah jam delapan sudah sampai rumah." Sahut Risma pada akhirnya.
"Yasudah, hati hati ya, kami menunggu mu dirumah. Jangan lupa makan." Balas Pandu dengan lancar, perhatian yang jarang ia tunjukkan pada Risma selama ini, tapi hari ini dia mengatakan semua itu dengan sangat lancar, yang membuat Risma tak kuasa menahan tetesan bening untuk tidak turun dari kedua matanya.
"Iya, Mas!"
sahut Risma singkat, dan membuat Pandu mengerutkan wajahnya, yang Pandu tau Risma sosok yang periang saat dengannya, pasti dia akan banyak bicara, tapi kali ini seolah dia seperti menjaga jarak dengannya.
"Asalamualaikum." akhirnya hanya kata salam yang keluar dari mulut Pandu dengan bermacam pertanyaan yang berkeliaran di kepalanya, tentang perubahan sikap istrinya yang tak biasa. Pandu menarik nafasnya panjang, dan memejamkan matanya beberapa saat. Belum pernah dia merasa insecure seperti ini sebelumnya.
"Sudah sore. Mbak cinta! dek Galang!
sudah dulu mainnya, mandi dulu, Nak!" Pandu memanggil anak anaknya untuk segera mandi, karena kari sudah mulai sore. Dengan lucu Cinta maupun Galang berlarian ke arah Pandu dengan keringat yang membanjiri tubuh mereka, mereka habis bermain kejar kejaran dengan sepedanya.
"Wah, tuh pada bau keringat. Duduk dulu biar keringatnya hilang lalu mandi. Bentar papa ambilkan air minum dulu. Mau minum air putih atau gimana ini?"
Sambung Pandu mencium pucuk kepala anak anaknya dengan gemas.
"Galang mau susu, Pa!
"Cinta, mau air dingin saja." mereka mengutarakan keinginan masing masing dan disambut kekehan oleh Pandu, merasa gemas dengan tingkah kedua anaknya.
"Yasudah, tunggu sebentar ya, Papa mau ambilin dulu sebentar." sahut Pandu tenang dan beranjak pergi ke dapur, mengambilkan minuman untuk anak anaknya.
Mbak Romlah sudah dimintanya pulang saat tadi Pandu baru pulang dari kantor, setelah menyiapkan makan buat anak anaknya.
Pandu ingin menjaga anaknya sendiri, lagian Cinta dan Galang bukan tipe anak yang suka rewel, justru mereka anak yang pintar dan mandiri. Jadi bukan sesuatu hal yang sulit untuk menjaga mereka.
"Pa, tadi Cinta lihat mama nangis sambil pegangin kepalanya."
tiba tiba Cinta mengutarakan apa yang tadi dilihatnya. Saat bangun tidur Cinta berniat ingin menemui mamanya di kamar, tapi sebelum masuk ke dalam kamar mamanya, Cinta mendengar suara isakan dan rintihan dari dalam kamar mamanya. Dengan pelan pelan Cinta membuka pintu kamar mamanya dan Cinta melihat, Risma sedang memegangi kepalanya meringkuk di atas kasur menangis menahan sakit.
Dan Cinta melihat itu sendiri lalu berniat ingin memanggil mbak Romlah dan mau minta tolong untuk melihat dan membantu mamanya. Tapi saat Cinta kembali ke kamar dengan mbak Romlah, Risma sudah tidak ada di kamarnya dan terdengar suara gemericik air dari arah kamar mandi.
"Mama nangis? kapan itu nak?" sahut Pandu penasaran.
"Tadi pagi pas aku bangun tidur dan mau ke kamar mama, tapi pas mau masuk, lihat mama nangis sambil pegangin kepalanya. Waktu aku tanya, katanya cuma pusing, minum obat terus sehat lagi." Cinta menjawab jujur apa yang tadi ia tahu.
"Yasudah, nanti biar papa tanya ke mama ya!" balas Pandu merasa semakin gelisah.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Pukul delapan malam, Risma baru pulang dan langsung masuk kedalam kamarnya setelah melihat anak anaknya sudah tidur semua di tempat biasa. Kasur depan televisi yang jadi tempat favorit mereka.
Risma menatap punggung Pandu dari balik pintu, Biasanya dia akan datang menghampiri Pandu tapi untuk kali ini tidak ia lakukan, Risma memilih langsung masuk ke dalam kamarnya, mengganti pakaiannya setelah membersihkan diri.
Duduk termenung menatap ke arah luar jendela, entahlah ada rasa perih dan kecewa akan sikap Pandu yang sudah mengabaikannya kemarin. Risma tak lagi ingin berniat menarik perhatian Pandu seperti niat awalnya. Harapannya ia kubur dalam dalam, sekuat apapun dia berusaha, Pandu tak akan bisa menerima kehadirannya. Risma tak ingin lagi mengejar sesuatu yang hanya membuatnya semakin terluka.