Gibran harus merelakan kisah cintanya dengan Shofiyah yang telah dia bina selama 8 tahun kandas karena orangtua Shofiyah tak menerima lamarannya dan membuatnya harus menyaksikan pernikahan kekasih yang begitu dicintainya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menemani Nenek Sakaratul Maut
Setelah acara makan-makan bersama merayakan diterimanya judul skripsi, mereka pun akhirnya pulang kerumah masing-masing begitupun shofiyah.
Sesampainya dirumah Shofiyah menghampiri sang nenek yang tengah berbaring tak berdaya.
"Bagaimana keadaan nenek?? Tanya Shofiyah membelai rambut sang nenek dengan sayang.
" Maafin nenek nak, nenek tidak bisa menemani kamu lebih lama". Sang nenek berbatuk dan mengeluarkan darah.
"Ya Allah nek, ayo kita kerumah sakit, nenek jangan ngomong seperti itu". Tangis Shofiyah mendengar penuturan sang nenek.
Shofiyah menelpon sang tante memberitahukan keadaan neneknya agar neneknya bisa dibawah kerumah sakit karena tantenya memiliki kendaraan.
Tut. Tut.. Hallo kenapa nak??
"Tante bisa izin kerumah tidak, ayo bawah nenek kerumah sakit, nenek batuk mengeluarkan darah". Shofiyah dengan panik memberitahukan keadaan neneknya.
" Kamu serius nak??
"Iya tante, aku akan panggil taksi saja kesini jika tante repot, nanti kita ketemu dirumah sakit saja". Ucap Shofiyah yang tengah menangis menyaksikan keadaan sang nenek yang lemah.
" Iya nak, panggil taksi saja, kalau tante nanti lama". Ucap sang tante, tidak kalah paniknya.
Sang nenek menggelengkan kepalanya tanda tak ingin dibawah kerumah sakit, "suruh saja tante dan ayahmu kesini nak, nenek harap bisa ketemu mereka". Sang nenek kembali berbatuk.
"Tante kesini saja sekarang, kata nenek dia tidak mau kerumah sakit, dia ingin ketemu tante, nenek bilang semoga bisa ketemu tante". Ucap Shofiyah menangis tiada henti.
" Tunggu nak, tante kesana sekarang". Ucapnya tergesa-gesa langsung mematikan telponnya secara sepihak.
Shofiyah kemudian menghubungi ayahnya untuk membawa semua adik-adik nya kerumahnya.
Tut.. Tut.. Hallo Assalamualaikum nak".
"Waalaikum salam ayah". Ucap Shofiyah sambil menangis
" Kamu baik-baik saja nak?? Tanyanya dengan panik
"Ayah kerumah sekarang bisa??, tapi ayah singgah ke sekolah adikku dan tolong telpon Nazwa untuk segera pulang, nenek ingin bertemu kalian untuk terakhir kali". Shofiyah menangis histeris karena tak bisa menahan dirinya.
" Iya nak, kamu tunggu dirumah yah, ayah kesana sekarang". Sang ayah mematikan sepihak telponnya.
"Nenek minta maaf yah nak, selalu merepotkanmu". Sang nenek membelai lembut pipi sang cucu dengan lemah.
Shofiyah menangkap tangan sang nenek yang berada di pipinya kemudian menggenggam dan menciumnya dengan linangan air mata yang tak berhenti mengalir. Dia tak ingin kehilangan sang nenek yang telah merawatnya selama 15 tahun ini.
"Nenek bangga memilikimu nak, dibanding semua anak nenek, kamu lah yang mengurus nenek, sejak nenek merawatmu sampai kamu dewasa, maafkan nenek jika selama ini nenek ada salah padamu dan adik-adik mu". Ucapnya dengan terbata-bata dan nafas terputus-putus.
Shofiyah menggelengkan kepalanya bahkan suaranya saja tak mampu keluar karena dia sangat terpukul. Dia tidak cukup bodoh untuk mengetahui jika neneknya tengah berada di Fase akan Sakaratul maut karena nafasnya yang tersenggal-senggal
"Asshadu Allah ilaha illallahu wa asshaduanna muhammadarrulosulullah". Tuntun Shofiyah kepada sang nenek dengan air mata yang terus mengalir deras menatap sang nenek dan menggenggam tangannya dengan sayang.
" Asshadu Allah ilaha illallahu". Ucap sang nenek terbata dan kemudian terputus dan menutup matanya.
Shofiyah menundukkan kepalanya menyaksikan dan mengantar sang nenek menghadapi sakaratul maut.
Tubuhnya bergetar hebat memeluk sang nenek dengan tangis pecah dan menyayat hati.
"Assalamualaikum". Ucap sang tante masuk kedalam rumah dengan tergesa-gesa.
Dirinya langsung jatuh terduduk menyaksikan Shofiyah yang memeluk sang ibu dan menangis dengan tubuh bergetar hebat.
" Ibu, kenapa ibu meninggalkanku begitu cepat, aku bahkan belum bisa membahagiakan ibu dengan baik". Tangis Kartini pecah mengingat dirinya yang jarang bertemu dnegan ibunya hanya seminggu sekali karena pekerjaannya.
Tidak lama ayah dan saudara-saudaranya pun datang dengan reaksi yang sama seperti tantenya.
Mereka menangis histeris memeluk sang nenek, mereka begitu terpukul mendapati sang nenek dipanggil oleh Allah.
"Aku akan membalas apa yang kau lakukan pada ibu kak, tak akan kubiarkan kau menikmati sesuatu yang bukan milikmu sampai membuat ibu kepikiran sampai pergi seperti ini". Kartini mengepalkan tangannya menahan amarah dan tangisannya.
" Kita akan siapkan penguburannya nak, ayah akan memberitahu RT setempat untuk mengetahui kabar nenek kalian".
"Iya besok kita akan mengubur nenek, jika tante ingin mengabarkan semua saudara dan keluarga tante silahkan, aku akan mengurus tenda dan kawan-kawan nya". Shofiyah menghapus air matanya kasar dan berjalan dengan kaki gemetaran bahkan hampir limbung andai tak ditangkap oleh ayahnya dia pasti jatuh.
"Kamu di sini saja nak, biar ayah saja yang mengurusnya, kamu bahkan tak mampu berdiri". Pak Abdullah memeluk sang anak memberikan kekuatan, dia sangat tahu jika anaknya itu terpukul dan terluka.
" Maafkan aku yah, merepotkan ayah".
"Tidak nak, nenekmu adalah ibu ayah juga, ayah berutang budi padanya selama ini. Dia ibu yang baik yang mau menerima menantu tak punya seperti ayah bahkan sukarela merawat kalian". Airmata Abdullah terjun bebas tanpa bisa dia tahan, dia juga sangat kehilangan.
"Pergilah kak, urus secepatnya, takutnya warga nanti bingung dengan keadaan apalagi anak-anak masih mengontrak". Kartini mengeluarkan suaranya sejak tadi diam saja.
" Iya dek, kamu tolong temani anak-anak dan kabarkan pada keluarga yang lainnya". Abdullah kemudian keluar dan menghapus air matanya, dia menghubungi RT dan Rw setempat dan meminta izin pemilik rumah kontrakan anaknya untuk melakukan pemakaman untuk ibunya.
Warga berbondong-bondong datang untuk melihat jenazah, bahkan RT dan RW setempat bekerjasama dengan warga membangun tenda dan ibu pemilik kontrakan malah datang menangis karena dia dekat dengan nenek Shofiyah itu selama ini.
"Ibu sakit apa nak??, kok mendadak sekali?? Tanya Ibu kontrakan itu.
" Aku juga tak tahu tante, nenek keadaannya dalam keadaan hampir sakaratul maut saat aku datang, seolah-olah nenek memang sengaja menungguku untuk pergi". Shofiyah menundukkan kepalanya dan kembali menangis.
"Kamu yang sabar nak, nenekmu orang yang sangat baik dan suka memberi, semoga Allah memberikan tempat yang baik untuk dirinya nanti".
" Amin, makasih bu karena mau mengizinkan kamu menerima tamu kematian nenek dirumah ini".
"Tidak apa nak, kematian tidak ada yang tahu, lagian nenekmu orang yang baik, tante sangat senang padanya, dia selalu memberi tante makanan karena katanya kamu memasak makanan kebanyakan".
" Iya nak, nenekmu suka memberi kepada tetangga makanan dan itu sangat enak, apa kamu yang memasaknya??
"Iya tante, aku memang selalu memasak banyak karena nenek suka lupa jika sudah makan makanya makanan dirumah aku masak banyak dan setiap siang aku pasti menemani nenek makan".
" Kamu pintar masak padahal kamu masih muda??
"Nenek yang mengajariku tante, aku tidak punya ibu, makanya nenek mengajarkanku memasak agar kelak aku bisa mengurus diriku sendiri".
" Kamu beruntung nak, nenekmu sangat baik kepada semua orang, dan tadi dia juga memberikan kami semua lauk pauk untuk kami".
Kartini tersenyum mendengar apa yang dikatakan para warga tentang ibunya, dia tidak menyangka keponakannya sangat peduli sampai ibunya bisa banyak berbagi seperti itu.
Dia akan membuat perhitungan pada sang kakak karena membuat ibunya kepikiran hingga sakit seperti ini dan meninggal