NovelToon NovelToon
AKU BUKAN WANITA PEMBAWA SIAL

AKU BUKAN WANITA PEMBAWA SIAL

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Janda / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:329k
Nilai: 5
Nama Author: Cublik

“DASAR WANITA PEMBAWA SIAL KAU, DHIEN! Karena mu, putraku meninggal! Malang betul hidupnya menikahi wanita penyakitan macam Mamak kau tu, yang hanya bisa menyusahkan saja!”

Sejatinya seorang nenek pasti menyayangi cucunya, tetapi tidak dengan neneknya Dhien, dia begitu membenci darah daging anaknya sendiri.

Bahkan hendak menjodohkan wanita malang itu dengan Pria pemabuk, Penjudi, dan Pemburu selangkangan.

"Bila suatu hari nanti sukses telah tergenggam, orang pertama yang akan ku tendang adalah kalian! Sampai Tersungkur, Terjungkal dan bahkan Terguling-guling pun tak kan pernah ku merasa kasihan!" Janji Dhien pada mereka si pemberi luka.

Mampukah seseorang yang hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama itu meraih sukses nya?

Berhasilkah dia membalas rasa sakit hatinya?

Sequel dari ~ AKU YANG KALIAN CAMPAKKAN.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

W ~ Bab 32

...----------------...

Selepas kepergian Dhien, Dzikri duduk termangu di atas dedaunan kering, netranya masih menatap jauh pada barisan pohon karet, menghela napas panjang guna menenangkan hatinya yang masih berkecamuk.

“Betapa rumitnya hidup mu Dhien! Seandainya saja kau sudah betulan lepas dari si Badjingan tu, tak akan segan diri ni langsung menjebloskan nya ke dalam jeruji besi penjara!”

Sebagai lulusan sarjana hukum, sedikit banyaknya Dzikri paham akan UUD yang ada di negeri ini. Apalagi perlindungan bagi kaum wanita masih begitu lemah, ditambah Dhien dan Fikar belum resmi bercerai secara negara.

Ya, Dzikri mengambil jurusan hukum dikarenakan untuk pegangannya kala nanti hendak mengambil alih seluruh harta warisan peninggalan kedua orang tuanya yang saat ini masih dikelola oleh sang paman, pak lurah.

Selain menjadi asisten Agam Siddiq, dirinya juga berperan penting dalam memberikan masukan yang menyangkut dan bersinggungan dengan hukum negara ini kepada atasan rasa saudara.

Dzikri beranjak, berjalan mendekati Fikar, menendang kaki tidak terbalut celana, menatap jijik pada alat vital laki-laki yang tadi hendak melecehkan Dhien. “Tak bisa ku penjarakan dirimu, bukan berarti kau layak hidup enak. Dasar Bedebah!”

.

.

Terseok-seok Dhien melangkah, pikirannya kosong, tatapan mata hampa, serta air mata terus berguguran.

Begitu sampai di perkebunan karet sang sahabat, dia mencari keberadaan Nur Amala.

“Mala ….”

Amala yang sedang menderes getah langsung menoleh, betapa terkejutnya ia melihat penampilan sang sahabat. “Astagfirullah. Dhien! Kau kenapa …?”

“Tolong sembunyikan aku, Mala!” Dhien menjatuhkan dirinya, bersamaan dengan itu terdengar isakan lirih.

Tanpa berpikir panjang, Mala langsung menjatuhkan pisau deresnya, lalu berjongkok, membingkai wajah Dhien.

“Katakan padaku! Siapa yang melakukan ini! Apa Zulham?” Mendapati Dhien yang menggeleng, ia kembali bertanya. “Fikar kah?”

Dhien mengangguk lemah. “Aku malu Mala. Rasanya ingin pergi dari sini, tapi bagaimana dengan Emak? Kami tak punya tempat untuk bernaung selain rumah peninggalan Ayah.”

Amala mendekap Dhien, yang dibalas dengan pelukan erat, bersama mereka menangis, tanpa bertanya pun dirinya paham apa yang telah terjadi.

“Apa dia_?”

“Tak, Dzikri datang tepat waktu! Tapi, terlambat bagiku untuk menutupi tubuh nyaris setengah telanjang. Sungguh aku tak punya muka bertatap dengannya! Paling benci bila ada orang yang melihat diri ni tak berdaya apalagi dalam keadaan menjijikan! AKU MALU MALA, RASANYA INGIN MATI SAJA!”

Dhien meremat baju Amala, menyalurkan rasa frustasinya.

Tidak ada kata yang keluar dari bibir Amala, hanya dekapan erat serta tepukan di pundak Dhien.

Saat ini Dhien hanya membutuhkan dukungan, didengar, didekap, dikuatkan, serta dimengerti.

Lagipula apa ada kalimat yang pantas untuk menenangkan dikala seseorang hampir saja kehilangan mahkotanya bahkan nyawanya pun nyaris terbunuh.

“Ayo ikut aku! Kan ku pinta pertolongan pada Bang Agam, hanya dia yang dapat membantu!” Mala membantu Dhien berdiri.

“Tapi, kau belum selesai menderes ‘kan?” tanyanya dengan suara serak.

“Kau lebih penting dari apapun, Dhien!” Sosok berhijab lebar itu memapah sahabatnya, bersama mereka saling merangkul, berjalan diantara ribuan pohon, melewati jalanan sepi.

***

“Tunggulah di kamar mandi ni! Aku balik ke rumah sebentar mengambil baju ganti.” Setelah menimba air dan mengisi ember besar, Mala keluar dari kamar mandi, membiarkan Dhien seorang diri membersihkan badannya.

Wanita yang baru saja mengalami hal menjijikan sekaligus mengerikan itu, mengambil gayung dan menyiram kepalanya.

Rasa perih, nyeri, begitu menggerogoti sekujur tubuhnya. Dhien tidak mengindahkan rasa sakit, dia terus mengguyur badannya, menggosok bagian yang tadi diremas Fikar.

Argh.

Hiks hiks … lagi dan lagi tubuhnya luruh, terduduk di atas papan mandi, meraung menangisi perjalanan hidupnya yang sedari kecil sampai sedewasa ini, lebih banyak derita daripada bahagia.

“Ayah … salah apa anakmu ni? Mengapa tak sudah-sudah cobaan datang silih berganti? Sakit Yah, sungguh menyakitkan!”

“Yah … tahu tak? Tadi untuk pertama kalinya ada seorang laki-laki mengelus pucuk rambut Dhien, dibalik rasa malu, tersimpan perasaan haru dan hangat, oh ... ternyata macam tu ya rasanya dikasihi, diperlakukan manusiawi ….”

“Tapi, Dhien tak suka … Yah! Mengapa harus dia yang menolong? Kenapa diri ni tak bisa lolos seperti yang sudah-sudah? Dhien … Dhien ….”

Dhien tidak mampu meneruskan kalimatnya, bibirnya bergetar hebat, bahunya naik turun.

Amala membekap mulutnya, dia mendengar semuanya. ‘Dzikri, terima kasih telah menyelamatkan Dhien.’

Tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu, Mala masuk, meletakkan baju di tempat kering, lalu kembali mendekap Dhien, seketika bajunya ikut basah.

“Menangis lah, menjerit lah, mengamuk pun tak apa, bila tu bisa sedikit membantu menghilangkan sesak di dada. Ayo Dhien!”

“Aku lelah, Mala. Aku ingin menyerah, tapi tak bisa! Kalau memilih mundur, macam mana dengan nasib Emak nanti? Siapa yang akan merawat dan menemaninya di masa tua?”

"Kalau kau menyerah, lantas aku macam mana? Dhien, kau tak lupa kan akan janji kita? Kau sendiri yang cakap, ingin sukses menjadi dukun manten, agar bisa melengkapi cita-cita ku yang ingin sekali punya usaha dekorasi pesta serta menjadi seorang penjahit baju pengantin. Masih ingat ‘kan?” Mala mengusap lembut pipi Dhien.

“Ya,” jawabnya dengan linangan air mata.

“Ayo kita bersama-sama melangkah mewujudkan mimpi menjadi nyata, tak apa tertatih, bahkan sampai jatuh berkali-kali pun tak mengapa, asal jangan menyerah apalagi putus asa! Kesuksesan tu hanya milik mereka yang pantang mundur, Dhien!”

Dhien kembali mengangguk, memeluk erat Amala, setelahnya dirinya benar-benar mandi, mengenakan pakaian ganti milik Mala.

.

.

“Bismillahirrahmanirrahim. Ya Rabb, hamba mohon hilangkan sebentar rasa malu ni!” Tangannya menengadah, berdoa, meminta sedikit belas kasih Sang Pencipta, agar dirinya punya muka berhadapan dengan sosok laki-laki yang kapan hari memergokinya.

“Assalamualaikum.”

“Walaikumsalam.” Agam yang sedang di dalam warung, memperhatikan sekilas penampilan Amala.

“Em … itu, saya hendak minta tolong, Bang,” tanpa berani menatap, ia berusaha keras merangkai kalimat.

Agam masih diam, tetapi dirinya sudah berdiri dua langkah dari wanita yang senantiasa menunduk, kini mereka terasa begitu jauh, jarak tak kasat mata benar-benar terbentang, memisahkan dua insan yang sebelumnya masih terlihat sesekali bertegur sapa.

“Nyak!” Agam memanggil sang ibu yang ada di belakang warung, dia tahu betul kalau Mala tidak mungkin bisa lancar mengucapkan kata-kata.

“Ada apa, Nak?” Nyak Zainab masuk, keningnya mengernyit kala mendapati Amala yang tidak mengenakan sandal, tapi masih memakai kaos kaki hitam, baju bagian depan basah.

“Mala, kau kenapa?”

Sebelum menjawab Mala memperhatikan sekitar, memastikan tidak ada yang mendengar perkataannya, setelahnya Amala menceritakan garis besarnya saja.

“Astagfirullah. Lalu di mana Dhien sekarang, Mala? Malang betul nasibnya.” Nyak Zainab mendekap tubuh Amala, air mata sudah membasahi pipinya.

“Ada di sumur, Nyak. Nya tak mungkin pulang dalam keadaan babak belur macam tu, saya pun tak mungkin menyembunyikan sosoknya di rumah, takut kalau nantinya Mamak ataupun Nirma sampai kelepasan bicara.”

“Kau betul Mala. Apalagi ni bukan lagi hal remeh, tapi menyangkut kehormatan dan nama baik Dhien! Tindakanmu sudah benar, Nak.” Nyak Zainab menepuk lembut pucuk kepala Amala.

Agam memanggil Makcik penjaga warung, yang tadi dipinta keluar sebentar. Keputusan pun diambil, Dhien akan bersembunyi di rumah Makcik, sampai bekas luka-lukanya tersamarkan.

“Nak, tunggu sebentar! Nyak ambilkan dulu beberapa stel baju untuk Dhien.”

“Nur ….” panggilnya lirih.

Amala tidak berani mendongak. “Ya, Abang?”

“Masuklah ke warung! Ambil apapun yang diperlukan oleh Dhien!”

“Tapi, saya tak ada bawa uang, Bang?”

“Apa saya ada cakap, suruh bayar …?”

.

.

“Mengenai pembukaan lahan di pelosok kota kecamatan, apa akan dilanjut, Bang? Kalau ya, saya bersedia menjadi pengawas dan tinggal di sana!”

“Mengapa tiba-tiba setuju, sebelumnya kau masih meragu …?”

.

.

Bersambung.

Alhamdulillah cover nya udah balik lagi, setelah kemarin minggat 🤣

Sebenarnya saya pengen nulis Trio Cebol dan genk Intan, tapi bingung mau di letak pada genre apa ... Soalnya NT banyak kali mangkas genre. Chikclit, Remaja, Percintaan manis udah nggak ada lagi sekarang.

Nirma pun bingung mau tak kirim ke genre apa.

1
Andri Yani
klo kalian belum baca novel ini bisa dipastikan kalian adalah orang yg merugi krn ni novel keren abizzzz gaessss💗💗💗
wasiah miska nartim
horeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee
Khairani
cerita ini secara tidak langsung mengajarkan perempuan harus menjunjung tinggi rasa malu, malu adalah mahkotanya perempuan, makasi author sudah menulis novel yg sangat menarik
Aisyah Madani
/Smile/
wenni efriani
suka dengan ceritanya, bukan hanya konflik, tapi keseruan menjalani hari2 nya sangat menyenangkan. jadi teringat kenangan masa kecil dulu
Lasri Anariya
Baru ada kesempatan buat ke sini, dah penasaran bnget sama cerita Dhien
Irma
kamu wanita yg sangat kuat dan tangguh Dhien sungguh luar biasa segala cobaan yg telah kamu lalui Dhien tak heran kamu tegar di masa depan cobaan hidupmu saja sudah seberat ini kamu wanita yg luar biasa Dhien luar biasa
narti bintang
bagus...suka banget sama ceritax👍👍👍
Iis Yuningsih
ceritanya luar biasa kereen
Iis Yuningsih
kalo boleh saran, gabung aja cerita nirma sama dhien,saya jg berharp bgt nirma sm byakta soalnya sabar bgt,syng sm nirma&anaknya nirma,anaknya jg ga mau jauh dari byakta,nirma sm dzikri aja author jg sm yg lain semangat ya author jg gantung ceritanya di tunggu up nya banyak²💪🏻💪🏻💪🏻🥰🥰🥰🥰
bunga cinta
trio cebol tetap sisipin di sini aja, biar tambah berwarna
SAL💞🇲🇾
bertabahlah dhien...akan ada hr bahgia untuk mu....
jawir
lebay ga sih klu aku ampe keluar air mata dgn kisah Dhien ini,,di Cerita Gamala dia sosok yg tengil das des ceria .....sedang di sini teryata penderitaannya sungguh terlalu kau buat kak thor
semangaat Dhien doaku meyertaimu
Bang Fay
kk tolong kenapa sy gak bisa buka episode berikutnya
Bang Fay
kenapa gak bisa buka episode berikutnya, waktu gamala aman aman aja gak kaya gini ini baru baca 1episode, berikut ny gak bisa di buka, Dhien..... gimana ini,
Bang Fay
kenapa gak bisa buka episode 32 dan seterusnya /Sob//Sob//Sob/
bunda fafa
cie cie babang ikram mau melamar dedek meutia oey... qiw qiw 😘
Tiffany_Afnan
Mampir bentar Dien.. nitip sendal !!
tar kembali lagi skalian bawa tiker sm kupi , klo dh End yak. 🤩😘🤗
bunda fafa
awww.. totong... ada lg nama baru 😆😆😆jelas lah suami yuni jadi malu dengernya haha.. 1 barang sejuta nama 🤣🤣
Ani
kan kan gimana gak baper bang Agam sweet banget...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!