Wilda Sugandi adalah seorang istri yang baik hati dan menurut pada sang suami, Arya Dwipangga. Mereka sudah menikah selama 5 tahun namun sayang sampai saat ini Wilda dan Arya belum dikaruniai keturunan. Hal mengejutkan sekaligus menyakitkan adalah saat Wilda mengetahui bahwa Arya dan sahabat baiknya, Agustine Wulandari memiliki hubungan spesial di belakangnya selama ini. Agustine membuat Arya menceraikan Wilda dan membuat Wilda hancur berkeping-keping, saat ia pikir dunianya sudah hancur, ia bertemu dengan Mikael Parovisk, seorang CEO dari negara Serbia yang jatuh cinta padanya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jebakan Sang Sahabat
Dengan langkah berat, Arya tiba di depan gedung apartemen Agustine. Perasaan campur aduk berkecamuk dalam hatinya. Ada keraguan, kecemasan, dan sedikit rasa penasaran yang membuatnya terus melangkah. Ia tidak yakin apa yang akan ditemuinya di dalam sana, tapi ia merasa harus memenuhi panggilan Agustine.
Setelah memarkir mobilnya, Arya berjalan menuju lobi apartemen. Ia menekan tombol lift dan menunggu dengan gelisah. Pikirannya dipenuhi pertanyaan tentang apa yang sebenarnya ingin Agustine bicarakan. Apakah ini benar-benar ada hal penting atau hanya akal-akalan saja?
Akhirnya, lift terbuka di lantai tempat unit apartemen Agustine berada. Arya keluar dari lift dan berjalan perlahan menuju pintu unit apartemen wanita itu. Ia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, dan menghembuskannya perlahan. Kemudian, dengan ragu, ia menekan bel pintu.
Tidak lama kemudian, pintu terbuka. Agustine berdiri di ambang pintu, hanya mengenakan bathrobe. Rambutnya yang basah dibiarkan tergerai, dan aroma parfumnya yang kuat langsung menyeruak masuk. Arya terkejut melihat penampilan Agustine yang menggoda.
"Masuklah, Arya," kata Agustine dengan suara yang dibuat-buat manja. Ia membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan Arya masuk.
Arya masih terdiam di tempatnya. Ia merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Namun, ia tetap melangkah masuk ke dalam apartemen Agustine.
"Silakan duduk," kata Agustine sambil menunjuk ke arah sofa. Ia berjalan menuju sofa dan duduk dengan posisi yang sengaja dibuat menggoda.
Arya duduk di sofa dengan perasaan yang semakin tidak karuan. Ia berusaha untuk tidak terlalu memperhatikan penampilan Agustine.
"Ada apa sebenarnya, Agustine? Kenapa kamu menyuruhku datang ke sini?" tanya Arya dengan nada yang sedikit tegang.
Agustine tersenyum misterius. "Aku kan udah bilang, ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu," jawabnya.
"Tapi, aku rasa ini tidak terlalu penting sampai aku harus datang ke apartemenmu malam-malam begini," kata Arya.
"Ini menyangkut masa depan kita," kata Agustine dengan nada yang semakin menggoda.
Arya mengerutkan kening. "Masa depan kita? Maksud kamu apa?" tanyanya bingung.
Agustine tidak menjawab. Ia malah berdiri dan berjalan mendekat ke arah Arya. Arya semakin gugup. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan Agustine selanjutnya.
****
Wilda baru saja selesai melipat sajadah setelah salat Isya. Ia melirik jam dinding, sudah lewat pukul 8 malam. Namun, Arya belum juga kembali ke rumah. Padahal, sore tadi Arya bilang sudah pulang dari rumah ibu mertuanya.
"Ke mana sih Mas Arya ini? Kok belum pulang juga?" gumam Wilda dengan nada khawatir.
Ia mencoba menghubungi nomor telepon suaminya, namun tidak diangkat. Wilda semakin gelisah. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk pada Arya.
"Ya Allah, lindungilah suamiku," doa Wilda dalam hati.
Ia terus mencoba menghubungi Arya, namun tetap saja tidak ada jawaban. Wilda mondar-mandir di ruang tamu, tidak bisa tenang. Ia membayangkan hal-hal yang tidak-tidak. Bagaimana kalau Arya kecelakaan? Atau mungkin ia sakit di jalan?
"Ah, tidak. Aku tidak boleh berpikir yang buruk-buruk," kata Wilda sambil menggelengkan kepala.
Ia mencoba untuk berpikir positif. Mungkin saja Arya sedang ada urusan mendadak di luar rumah. Atau mungkin saja baterai ponselnya habis.
Namun, tetap saja rasa khawatirnya tidak hilang. Ia terus menunggu dengan cemas. Setiap kali mendengar suara mobil berhenti di depan rumah, ia selalu berlari ke arah jendela, berharap Arya sudah pulang. Namun, harapannya selalu pupus. Mobil yang berhenti bukan mobil Arya. Wilda semakin putus asa. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi.
"Apa aku harus telepon Ibu?" pikir Wilda.
Namun, ia ragu. Ia tidak ingin membuat ibunya khawatir. Ia juga tidak ingin Arya dimarahi oleh ibunya karena pulang terlambat.
Akhirnya, Wilda memutuskan untuk menunggu saja. Ia berharap Arya akan segera pulang. Ia terus berdoa agar suaminya selalu dalam lindungan Tuhan.
****
Agustine semakin berani. Ia merangsek mendekat ke arah Arya, dengan sengaja membuka bathrobe yang dikenakannya. Arya terkejut melihat tubuh Agustine yang menggoda. Jantungnya berdebar kencang, dan dirinya mulai terpengaruh.
"Kamu... kamu kenapa, Agustine?" tanya Arya dengan suara bergetar.
Agustine tersenyum menggoda. Ia tidak menjawab pertanyaan Arya, melainkan semakin mendekat dan melingkarkan tangannya di leher Arya.
"Aku kan udah bilang, ini soal masa depan kita, Arya," bisik Agustine di telinga Arya.
Arya semakin tidak karuan. Ia tahu, apa yang dilakukan Agustine adalah salah. Ia adalah suami dari sahabatnya sendiri. Namun, di sisi lain, ia tidak bisa memungkiri bahwa ia juga tertarik pada Agustine.
"Agustine, jangan seperti ini," kata Arya, mencoba untuk menjauhkan diri dari Agustine.
Namun, Agustine tidak menyerah. Ia semakin erat memeluk Arya dan menempelkan bibirnya di bibir Arya. Arya terkejut, namun ia tidak bisa menolak ciuman Agustine. Ciuman itu semakin lama semakin panas dan membara.
Arya membalas ciuman Agustine. Ia tidak bisa berpikir jernih lagi. Ia hanya mengikuti apa yang diinginkan olehnya dan oleh Agustine.
Mereka berdua saling berciuman dengan penuh nafsu. Tangan Arya mulai menjelajahi tubuh Agustine. Agustine pun membalas sentuhan Arya.
"Aku menginginkanmu, Arya," bisik Agustine di sela-sela ciuman mereka.
"Aku juga menginginkanmu, Agustine," jawab Arya dengan suara yang serak.
Mereka berdua tidak bisa menahan diri lagi. Mereka terbawa oleh nafsu dan keinginan masing-masing.
****
Arya terbangun di pagi hari dengan perasaan bersalah dan malu. Ia melihat dirinya dan Agustine yang tidur berdua tanpa mengenakan busana. Keringat masih membasahi tubuh mereka karena aktivitas yang baru saja mereka lakukan. Agustine terbangun dan sedang memandangi wajah tampan Arya dengan senyum kemenangan. Ia mengusap lembut rambut Arya dan membuat Arya terbangun.
"Selamat pagi, Arya," sapa Agustine dengan suara manja.
Arya terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia masih bingung dengan apa yang telah terjadi semalam.
"Maafkan aku, Agustine. Aku tidak seharusnya melakukan itu," kata Arya dengan nada menyesal.
"Kenapa minta maaf? Kita kan sama-sama menginginkannya," balas Agustine sambil tersenyum menggoda.
Arya menggelengkan kepala. "Ini salah. Aku sudah mengkhianati Wilda," katanya dengan nada frustrasi.
"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Yang penting, kita sudah puas," kata Agustine sambil memeluk Arya.
Arya melepaskan pelukan Agustine. Ia bangun dari tempat tidur dan memakai pakaiannya.
"Aku harus pulang sekarang," kata Arya dengan nada dingin.
"Kenapa terburu-buru? Kita kan masih bisa bersenang-senang," goda Agustine.
"Tidak. Aku harus segera pulang," jawab Arya dengan tegas.
Ia meninggalkan Agustine di apartemennya dengan perasaan bersalah dan menyesal.
Sementara itu, di rumah, Wilda masih menunggu Arya dengan perasaan khawatir. Ia sudah tidak tidur semalaman. Ia terus memikirkan apa yang terjadi pada suaminya. Tiba-tiba, ponsel Wilda berdering. Sebuah nomor asing tertera di layar. Dengan ragu, Wilda mengangkat telepon tersebut.
"Halo?" sapa Wilda.
"Hihihi."
"Siapa ini?"
"Kamu gak perlu tahu siapa saya. Saya punya kejutan untuk kamu."