Duka Dua Garis Merah
🔊 Hallo. Ini cerita pertama kali yang aku tulis. Masih banyak banget kekurangannya. Harap dimaklumi, ya. Semoga penulis bisa terus mengembangkan tulisan yang lebih baik dan mudah dimengerti. Novel ini bersifat Alur Mundur (Flashback Novel). Terimakasih😊
...*...
Kriiiiiinnggggg..!!!
Bunyi alarm di tengah keheningan memaksa kelopak mata Zaira terbuka. Melihat jam kecil itu menunjukkan pukul 5 pagi membuatnya langsung memadamkan bunyi alarm.
Ia membalikkan badan dan memandang lelaki yang tengah terlelap di sebelahnya. Tak bergerak meski bunyi alarm memekik di telinga.
Ah.. dia pasti kelelahan karena harus begadang akibat pekerjaannya. Pikir Zaira.
Ia mengelus pipi suaminya yang terasa agak kasar karena bulu halus di sekitar rahangnya yang membuat suaminya itu terlihat tegas dan berwibawa.
"Sayang, bangun.." ucapnya dengan suara lemah lembut. Zaira kenal betul dengan suaminya. Takkan ampuh membangunkannya hanya dengan ucapan dan perlakuan lemah lembut.
Ia pun sedikit mengguncangkan tubuh suaminya yang hanya memakai kaus tanpa lengan hingga menunjukkan sedikit lekukan yang keras.
"Bangun sayang.. katanya mau jogging"
"Hmm..." matanya kini mulai sedikit membuka. Jari telunjuknya mengacung di depan wajahnya. Menujukkan angka satu.
Zaira paham betul maksudnya. "Ya sudah. Satu jam lagi aku bangunin, ya.." katanya sambil beranjak dari tempat tidur untuk mulai memasak.
Ia pun memulai aktivitasnya seperti biasa. Sebenarnya dirumah sudah ada asisten rumah tangga. Namun untuk urusan masak, ia tak memberikan itu kepada Mbok Inah. Karena menurutnya, ia harus memanjakan lidah suaminya dengan masakannya sendiri. Karena suaminya sangat menyukai masakannya.
Satu jam berlalu. Zaira menuju kamar untuk membangunkan suaminya. Tetapi suaminya tidak ada di tempat tidur. Namun sayup-sayup terdengar suara air di kamar mandi.
Pintu kamar mandi pun terbuka. Suaminya keluar dengan hanya memakai handuk dari pinggangnya hingga menunjukkan bentuk tubuh yang atletis.
"Loh kok cepat bangun?"
"Iya sayang. Andre telfon katanya pagi ini klienku mau langsung masukkan gugatan ke pengadilan. Gak tahan lagi katanya" jawabnya sambil memakai bajunya.
Zaira mengerutkan dahi. "Gugatan cerai? Kenapa?"
"Aku belum cerita, ya? Istrinya udah 3 tahun tidak hamil-hamil. Katanya sih, dia sangat ingin punya anak. Padahal ya, menurutku itu cuma alasannya saja. Punya selingkuhan sih kayanya." Kata Brian yang tiba-tiba berhenti menyisir rambutnya dan memandang istrinya yang terdiam menunduk.
Brian merasa sudah mengatakan sesuatu yang menyinggung istrinya. "Ah sayang.. maafkan aku." Brian mendekati istrinya. "Aku gak bermaksud..."
"Tidak apa sayang" Ucap Zaira sambil tersenyum. "Ayo, cepat. Nanti nasi gorengnya dingin. Aku buatin spesial kesukaanmu biar semangat hari ini." Katanya sambil menarik lengan suaminya.
Namun Brian menahan dan memeluk istrinya.
"Aku benar-benar minta maaf sayang. Demi Tuhan aku tidak bermaksud apa-apa."
"Tidak apa-apa Mas, Bian. Aku tahu kok.." Kata Zaira sambil membalas pelukan suaminya.
Zaira telah menikah dengan Brian selama 7 tahun. Namun selama itu pula mereka belum dikaruniai anak. Brian berulang kali mengatakan kepada istrinya bahwa ia sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Karena perasaannya pada Zaira yang tulus. Mengingat bukan gampang ia mengejar cinta Zaira yang berulang kali jatuh bangun demi menyematkan namanya di hati Zaira.
Baginya, Zaira bersamanya saja sudah lebih dari cukup. Walau tak dipungkiri dalam hati kecilnya menginginkan buah hati.
Zaira pun menyadari itu. Ia tahu suaminya sangat senang dengan anak-anak. Walau berulang kali bibirnya mengatakan tidak masalah, namun Zaira bisa melihat mata Brian yang menginginkan sosok anak hadir di kehidupan mereka.
Zaira pernah meminta izin untuk mengadopsi anak. Namun Brian menolak dan mengatakan jika tidak ada anak, mereka tidak perlu mengadopsi. Tapi jika Zaira benar-benar ingin anak, Brian memberikan opsi Bayi tabung. Karena Briyan ingin anak hasil dari darah dagingnya.
Satu jam setelah itu, mereka pun siap-siap berangkat kerja.
"Sayang. Kamu hari ini naik mobil sendiri aja ya. Soalnya aku buru-buru banget" ucap Brian sesaat setelah menenggak air putihnya dan mengecup kening istrinya.
"Iya. Hati-hati kamu mas." ucap Zaira sambil menatap suaminya sampai sosoknya hilang dari padangannya.
Agaknya ucapan spontanitas Brian tadi membekas dihatinya. Sedih dan senang beradu. Sedih karena sulitnya ia mendapatkan anak. Senang karena sampai detik ini suaminya tidak berubah kepadanya. Namun terbesit di benaknya, bagaimana bila Brian meninggalkannya sama seperti kasus yang tengah di hadapi suaminya ini? Ah.. Zaira bahkan tidak bisa membayangkannya. Ia memijit-mijit kepalanya.
"Kenapa Non? Non Ira sakit?" Tanya Mbok Inah tiba-tiba.
"Oh, Tidak Mbok. Tidak apa-apa. Hmm.. Mbok, saya.. mau tanya sesuatu.. boleh?" Zaira merasa ingin mendengar pendapat orang lain perihal kesedihannya ini.
"Silakan Non, tanya saja.."
Sebenarnya ia agak ragu. Namun karena Mbok Inah sudah bersamanya bahkan dr ia masih lajang, ia pun bertanya.
"Mbok, kalau saya tiba-tiba memang tidak bisa punya anak, bagaimana ya, Mbok?"
"Walah Non.. gak boleh ngomong gitu. Tuhan cuma menunda saja. Non harus banyak sabar dan berusaha." Ucap Mbok Inah yang agak kaget mendengar pernyataan Zaira. "Non, mohon maaf Mbok nanya. Apa Non belum pernah periksa kesuburan?"
Zaira menggelengkan kepalanya pelan. Banyak yang menyarankan dia untuk cek kesuburan dengan suaminya. Namun Zaira sangat takut kalau dokter memvonisnya infertil dan membuatnya semakin tertekan.
"Non, bukannya Non Hani itu dokter kandungan ya?" Tanya Mbok Inah lagi. Hani adalah sahabatnya. Sebenarnya ia sering konsultasi dengan Hani tapi Hani enggan banyak komentar karena Zaira sendiri tidak mau periksa kesuburan.
Zaira mengangguk-angguk. "Makasih Mbok. Saya siap-siap dulu". Ia pun segera ke kamar dan bersiap.
*****
Zaira kini tengah berada di kantornya. Ia duduk bersandar di kursi beroda berwarna hitam pekat. Memejamkan matanya sambil menimbang-nimbang sesuatu. Di atas mejanya ada plang bertuliskan namanya. dr. Zaira Bastany, Sp.BTKV., FIHA.
Ya, Zaira adalah seorang dokter bedah Thorax & Kardiovaskular atau biasanya orang menyebutnya dokter bedah jantung. Zaira dikenal hebat oleh teman-teman juga pasien-pasiennya. Pasalnya, ia belum pernah kehilangan nyawa pasiennya. Semua pasien yang ia tangani selalu berhasil. Oleh sebab itulah Zaira mendapat banyak permintaan bedah dan Kepala rumah sakit pun kerap memberikan apresiasi besar kepada Zaira.
Sekitar 30 menit lagi Zaira akan melakukan operasi. Sebelumnya di mobil, ia menelfon sahabatnya, Hani, untuk datang ke ruangannya.
Tok..tok..tok
Pintu langsung terbuka tanpa aba-aba dari Zaira. Hani pun langsung duduk di depan mejanya.
"Ada berita apa, nih?" Tanya Hani kepo. Jarang-jarang Hani di telfon dan disuruh datang. Biasanya Hani sendiri yang datang kalau sedang jam istirahat atau tidak ada pasien.
"Han.. menurutmu, aku harus cek kesuburan, tidak?"
Hani membuang napasnya dengan kasar. Ia membayangkan mungkin sudah berjuta kalimat yang keluar dari mulutnya untuk menyarankan sahabatnya ini tes kesuburan.
"Ra, berapa kali sih harus aku kasih tau. Ini tuh penting dan memang harus. Biar kita tau apa penghalangnya. Dan lagipun ya, tahun lalu, kasus ketidaksuburan itu paling banyak di alami pria, malah. Jadi jangan takut." Jelas Hani.
"Serius? Aku takut kalau memang aku infertil malah mas Bian kecewa sama aku. Dia selalu bilang Tuhan menunda dan menunggu di waktu yang tepat." Ungkap Zaira atas kesedihannya. Selama ini ia hanya konsultasi cara-cara agar cepat hamil dan mengkonsumsi makanan-makanan yang menyuburkan kandungan.
"Ra, nanti setelah di cek, aku akan bantu kedepannya bagaimana. Kalau cuma tanya-tanya posisi **** dan makanan biar cepat hamil, ya tidak cukup" terang Hani kepada Zaira berulang kali sampai Hani yakin Zaira hafal kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya sekarang.
Zaira hanya diam. Dia takut mengecewakan dirinya sendiri dan juga Brian. Satu sisi, ia juga ingin tahu hasil dari kesuburannya. Tapi, bagaimana jika mas Brian yang infertil? Apa Brian bisa menerima kenyataannya?
"Ya sudah, aku tunggu kabar darimu. Aku ada janji dengan pasien." Kata Hani sambil beranjak dari duduknya. "Ingat loh, bentar lagi ada operasi. Jangan galau-galau, nanti malah salah potong. Hahahaa" canda Hani sambil keluar dan menutup pintu dan membuat Zaira mengerutkan dahinya.
Pada sore harinya ...
Zaira tengah beristirahat dengan masih memakai jas dokternya. Sedari tadi pasien silih berganti menemuinya juga adanya operasi dadakan.
Ia mengambil teleponnya dan menelpon suaminya.
"Iya sayang.." suara berat khas Brian diseberang menyahut begitu telepon di angkatnya.
"Kamu sibuk mas?"
"Udah hampir selesai kok. Kamu udah makan? Mau makan bareng?" Tanya Brian perhatian.
"Iya boleh. Sekalian ada yang mau aku bicarain mas."
"Apa itu?"
"Nanti aku kasih tau. Kita pulang dulu, ganti baju terus pergi bareng" jelas Zaira kepada suaminya itu. Setelah menimbang-nimbang ia memutuskan akan tes kesuburan bersama Brian.
Malam Harinya di Sebuah Restoran
Makanan sudah tersedia di atas meja. Sepertinya sudah siap untuk di santap. Tanpa babibu Brian yang sedari tadi menahan lapar langsung menyantap steak sapi didepannya. Zaira yang melihat suaminya kelaparan itu tersenyum dan pelan-pelan menyantap Steak Ayam miliknya.
"Mas.." panggil Zaira memulai percakapan.
"Iya sayang" lirik Brian sekilas dan fokus lagi pada makanannya.
Zaira meletakkan pisau dan garpunya. "Bagaimana kalau besok kita cek kesuburan. Supaya kita tau apa penyebabnya dan kita program lagi dari dokter kandungan"
Brian menghentikan aktivitasnya dan menatap istrinya.
"Sayang, apa kamu seharian ini memikirkan perkataanku tadi pagi?"
"Bukan begitu, Mas. Aku pikir kita memang perlu cek kesuburan dan..."
"Sayang aku minta maaf.." Brian memotong kalimat Zaira. "Aku benar-benar minta maaf" katanya sambil menggenggam tangan istrinya.
"Iya mas, aku udah bilang kan aku gak papa. Aku cuma.. ingin punya anak mas". Kata Zaira sambil tangannya membalas genggaman suaminya. "Kamu mau kan, mas?"
"Aku takut kamu tertekan dengan hasilnya nanti. Aku ga mau kamu semakin stres."
"Enggak mas, aku janji..." ucap Zaira meyakinkan Brian. "Mau ya?"
Brian mengangguk. "Iya. Apapun yang buat kamu tenang, sayang. Tapi apapun hasilnya nanti, kamu harus tau kalau aku tetap cinta sama kamu dan itu ga akan mempengaruhi perasaanku."
Senyum Zaira mengembang dan menggenggam erat tangan suaminya. "Makasih sayang.." Zaira merasa sedikit lega, juga bahagia mendengar kalimat tulus yang keluar dari mulut suaminya. Betapa ia menjadi istri yang sangat beruntung...
*****
Pagi ini Zaira telah membuat janji dengan Hani. Ia datang bersama Brian untuk menjalankan serangkaian tes pagi ini.
"Halo, Kak Brian" sapa Hani kepada Brian yang sudah duduk di depannya bersama Zaira.
"Kita langsung aja yuk. Ra, kamu ikut aku ya. Kak Brian ikut Iwan". Kata Hani sambil menunjuk perawat laki-laki yang berdiri di belakang mereka.
"Silakan, Pak, ikut saya" kata Iwan sopan
Brian pun mengikuti perawat itu.
Setelah Brian pergi, Zaira membuka suara. " Han, ingat ya, apapun hasilnya kamu gak boleh kasih tau mas Bian."
Hani mengernyitkan dahinya. "Loh, kenapa?"
"Pokoknya jangan" terang Zaira sambil menandakan X pada tangannya.
"Bagaimana kalau hasilnya ternyata Kak Brian yang infertil?" Tanya hani.
"Bagaimana kalau aku yang mandul?" Tanya Zaira balik.
"Aku yakin Brian menerimamu. Apalagi dia cinta mati sama kamu. Tau lah aku, dari dulu dia ngejar-ngejar kamu setengah mati" kata Hani agak terkekeh. "Hm?" Tanya nya lagi sambil mengangkat dagu dan alisnya.
"Aku menerima dia apa adanya. Sebagaimana dia selama ini mau menerimaku."
"Ya sudah, aku berharap semoga kalian berdua baik-baik aja. Yuk mulai". Mereka pun memulai satu demi satu serangkaian tes untuk melihat tingkat kesuburan keduanya.
Beberapa Hari Kemudian...
Tok..tok..tok..
Pintu langsung dibuka. Hani masuk membawa sebuah berkas.
Zaira yang sedang menulis berhenti sejenak. "Oh, udah keluar?"
Hani mengangguk dan menyerahkan berkasnya untuk dilihat Zaira.
"Za.." Hani menahan tangan Zaira yang sedang membuka berkasnya. "Aku cuma mau bilang, keputusan apapun yang kau ambil, aku mendukung penuh."
Mendengar ucapan Hani, Zaira tahu bahwa ada yang tidak beres dari hasilnya. Namun dengan hati yang lapang, ia berusaha ikhlas apapun hasilnya. Toh, mau Zaira ataupun Brian yang tidak subur, mereka akan tetap bersama. Selama beberapa hari ini, Zaira maupun Brian telah memantapkan hati mereka.
Zaira menatap lembaran kertas yang ia pegang. mengamati tulisan satu persatu. Matanya kini mulai basah. Ia menelan ludah. Hani mengelus pelan pundaknya. Ia paham betul apa yang dirasakan sahabatnya itu.
Langsung air mata Zaira tumpah. Ia menangis sejadinya. Sesegukan karena ada perasaan sedih. Ternyata ia tak sekuat itu.
Hani langsung memeluk Zaira yang sudah terisak-isak.
Walau apapun hasilnya, bukankah mereka telah berjanji untuk tetap bersama?
Bersambung....
Bantu dan dukung Author ya..
jangan lupa Like dan Komennya. Terimakasih~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
cinta semu
baru baca dah nyesek Thor...😢apalagi zaira yg baca hasil tulisan di kertas itu ya.... penasaran 🤔🤔
2023-12-22
0
Aisyah Nabila
aku mampir thor🌹
2023-08-09
1
S.Syahadah
takut ga kuat baca ny
2023-08-08
0