Cinta yang habis di orang lama itu, nyatanya bukan karna belum move on, tapi karna dia punya ruang tersendiri.
-anonim-
Kisah cinta pertama yang harus berakhir bukan karena tidak lagi saling mencintai.
"Aku terdiam menutup mataku, berpikir apa yang akan kukatakan. Akhhh Malika... kenapa ini begitu sulit? Tuhan tau betapa keras usahaku untuk melupakanmu, tapi sepertinya kini hanya dinding yang ada di hadapanku. Dulu ada satu titik, kita yakin pada kata selamanya, saat kamu meninggalkanku, rasanya aku menjadi seperti zombie. Aku yakin aku telah melewatinya tapi melihatmu kembali dihadapanku, kenapa aku jadi menggila seperti ini?."
Full of love,
From author 🤎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Aku baru bertemu dengan kak Aryo Sabtu pagi, karena kemarin ia pulang malam.
"Ka tanganmu kenapa?".
"Ga apa apa kak, cuma kecelakaan kecil".
Kak Aryo menghampiriku dan memeriksa perban ditanganku.
"Kamu dijahit ya Ka? Kok bisa?".
"Kemarin ga sengaja kak Bima pecahin gelas, terus aku kena pecahan waktu bantu beresin".
"Malika... berapa jahitan Ka?".
"4 Kak, tapi itu kecelakaan kak".
"Aku tau kamu, jadi ini tidak terdengar meyakinkan kalau kamu bilang, kamu dijahit hanya karena beresin pecahan kaca".
"Bagaimana kejadiannya Ka?".
"Ya kami memang bertengkar, mungkin kak Bima senggol gelas, aku juga ga tau, aku posisinya agak jauh dan ga melihat kejadiannya".
"Mmm... terus waktu aku mau bantu beresin kak Bima ga izinin, ga sengaja aku malah mau jatuh dan kena pecahan kaca".
"Coba dengarkan kata-katamu sendiri, bagiku ini terdengar kamu memaafkannya dan melupakan kejadian sesungguhnya".
"Kak ini sungguh ga sengaja kak".
"Ok baiklah, aku tidak mau memaksamu. Untuk sementara kamu pesan makan aja Ka, jadi kamu ga perlu cuci piring, jaga tanganmu biar lukanya cepat kering".
"Ya kak".
Kak Aryo lalu meninggalkanku menuju kamarnya, beberapa saat kemudian ia duduk bersamaku menonton TV.
"Drrttt... drrtt...", HP kak Aryo bergetar.
"Aku turun sebentar ke bawah ya Ka".
Aku membalasnya dengan anggukan kepalaku.
"Hai Ka, lagi nonton apa?", aku menengok ke arah suara, dan suara itu berasal dari kak Sheila.
"Eh kak, biasa kak drakor", ucapku sambil tersenyum.
Aku melihat ia membawa banyak tentengan plastik makanan.
"Wah banyak banget kak, bawa apa aja itu kak?".
"Kita makan siang bareng ya", jawab kak Sheila sambil tersenyum.
"Apa kamu ada rencana makan siang diluar?", tanya kak Sheila.
"Ga kok kak".
"Ayo kita makan dulu Ka", ajak kak Aryo.
Aku duduk berseberangan dengan kak Aryo, sedangkan kak Sheila duduk di sebelah kak Aryo.
"Bagaimana tanganmu Ka, apa baik-baik saja?", tanya kak Sheila.
"Iya kak, ga apa apa kok", jawabku sambil melirik kak Aryo.
"Kalian mau kemana setelah makan siang?".
"Belum ada rencana Ka, mungkin nemenin kamu nonton drakor aja", canda kak Sheila.
"Tumben", ucapku menanggapi candaan kak Sheila.
Setelah makan, kak Aryo dan kak Sheila lah yang membereskan meja dan mencuci piring, aku tidak diperbolehkan membantu mereka. Setelah itu kami bertiga duduk bersama di sofa.
"Kak Aryo, kakak diam di rumah bukan karena aku kan? Aku bisa beraktivitas biasa kok kak, aku ga apa-apa".
"Kakak mau menunggu Bima datang, kakak mau bertanya soal kemarin".
Aku membelalakkan mataku,
"Ka jangan kak", aku memelas pada kak Aryo.
"Aku kan cuma mau tanya kemarin kenapa, cuma nanya doank Malika".
Aku berpindah duduk ke samping kak Aryo, lalu memegang lengannya.
"Kak jangan kak, nanti makin panjang, aku ga mau berantem lagi kak".
"Justru aneh kalau kamu jadi berantem lagi, kalau mama kamu disini juga pasti dia mau tanya sama Bima langsung, ya anggap aja aku mama kamu".
"Kak...", lalu aku menatap kak Sheila di samping kanan kak Aryo, memohon pertolongannya melalui tatapanku.
"Yo, mungkin nanti aja tanyanya jangan hari ini, coba kamu ada di posisi Bima, akan lebih mengalir dan tidak mengintimidasi kalau tanyanya nanti setelah mereda", ucap kak Sheila.
Aku mengangguk angguk menyetujui perkataan kak Sheila.
Kak Aryo terdiam sesaat lalu berkata,
"Ini pertama dan terakhir ya Ka, kalau kamu terluka lagi, aku akan langsung mencari Bima".
"Iya kak, aku mengerti. Terima kasih kak Aryo. Terima kasih ya kak Sheila".
"Hmmm", jawab kak Aryo singkat.
Kak Sheila tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya padaku.
Saat menjelang sore, kak Aryo dan kak Sheila akan keluar untuk pergi ke mall sekalian makan malam.
"Kamu mau dibelikan makanan apa Ka?", tanya kak Aryo.
"Ga usah kak".
"Mmm... kak...", ucapku ragu.
"Apa Malikaaa...", tanya kak Aryo dengan nada yang lebih lembut dari sebelumnya.
"Kak Bima mau datang kesini".
"Iya Malika... kakak mau pacaran aja daripada kesel ngeliat kamu ama Bima", ucap kak Aryo menyindirku.
Kemudian ia dan kak Sheila pamit pergi.
Hal pertama yang kak Bima tanyakan saat melihatku adalah tanganku.
"Ka masih sakit ga? Mau ganti perban ga Ka?".
"Ga kak, ga usah, tadi aku sudah ganti setelah mandi".
Aku masih sedikit kesal dengan kejadian kemarin, jadi aku tidak banyak memulai pembicaraan, maksudku alasan kak Bima semarah itu hanya karena teman lama sungguh berlebihan, aku tidak bisa membayangkan kalau ia tau sebenarnya Carlo adalah mantanku.
"Ka, maafkan aku soal kemarin, kita baikan ya".
Baikan... kaya anak kecil aja disuruh baikan, kataku dalam hati.
"Ya kak", jawabku singkat.
"Tuh kan kamu masih kesel kan?".
"Ga kak Bimaaa".
"Aku janji deh ga akan marah lagi, kalau kamu ga sengaja ketemu teman lama, cuma kalau WA kamu ga boleh menanggapinya ya Ka, aku cemburu".
"Kakak tuh cemburu berlebihan. Apa kakak ga percaya sama aku? Mikir aku bakalan selingkuh gitu?".
Kak Bima menarikku mendekat, lalu mengubah posisi dudukku, kini tubuhnya berhadapan denganku, ia memelukku dan berkata,
"Aku bukan ga percaya sama kamu. Aku ga percayanya sama orang lain, entah itu teman atau kenalan kamu. Aku bisa tau apa ia memandangmu sebagai teman atau lebih dari teman".
"Ya sudah ga usah bahas lagi kak, kita lupain aja ok".
"Aku dipeluk donk Ka, kan kita udah baikan".
Aku membalas pelukannya, meski dalam hati masih agak dongkol.