Menikahi Pria terpopuler dan Pewaris DW Entertainment adalah hal paling tidak masuk akal yang pernah terjadi di hidupnya. Hanya karena sebuah pertolongan yang memang hampir merenggut nyawanya yang tak berharga ini.
Namun kesalahpahaman terus terjadi di antara mereka, sehingga seminggu setelah pernikahannya, Annalia Selvana di ceraikan oleh Suaminya yang ia sangat cintai, Lucian Elscant Dewata. Bukan hanya di benci Lucian, ia bahkan di tuduh melakukan percobaan pembunuhan terhadap kekasih masa lalunya oleh keluarga Dewata yang membenci dirinya.
Ia pikir penderitaannya sudah cukup sampai disitu, namun takdir berkata lain. Saat dirinya berada diambang keputusasaan, sebuah janin hadir di dalam perutnya.
Cedric Luciano, Putranya dari lelaki yang ia cintai sekaligus lelaki yang menorehkan luka yang mendalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Quenni Lisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13 - Anak yang Menarik
"APA!"
Lucian maupun Juan tak dapat menutupi rasa terkejut yang meliputi perasaannya. Mereka saling bertatap, satu pikiran konyol terlintas di benak keduanya.
'Jangan-jangan...' Batin Lucian.
'Jangan-jangan...' Batin Juan.
"Anak kecil, siapa namamu?" tanya Lucian, tiba-tiba. Sangat tak masuk akal jika anak sekecil itu bisa melawannya. Ia akui, memang ada anak-anak yang terlahir sangat cerdas di usia dini, karena itu juga terjadi padanya. Namun, hal itu sangat jarang terjadi, mungkin bisa saja faktor keturunan.
"Cedric!" Cedric menjawab dengan santai. Ia dapat melihat raut kaget di wajah keduanya. Ia juga tahu, Lucian berusaha menyangkal pikiran bahwa yang melawannya hanyalah seorang anak kecil. Dan, tidak mungkin seorang anak kecil bisa melawannya.
"Cedric... Bagaimana kau bisa tahu hal itu? Apakah ada yang memberitahumu dan mengancammu?" tanya Lucian, dengan penuh hati-hati.
Cedric menggeleng. "Tidak ada yang memberitahuku ataupun mengancamku!"
"Nak! Jangan bilang bahwa kau... Yang meretas sistem keamanan DW Entertainment?" tanya Juan, menatap Cedric dari atas hingga bawah, bahkan di pikirkan berjuta kalipun itu adalah hal yang sangat mustahil.
Lagi-lagi Cedric mengangguk. Ia berusaha mengakuinya. Karena ia memiliki senjata agar lelaki itu tak membawanya ke polisi ataupun meminta ganti rugi darinya.
"Astaga! Dia benar-benar jenius, Tuan! Saya yakin, jika kita merekrutnya menjadi idola dia pasti akan sangat terkenal!" pekik Juan, merasa mendapatkan durian runtuh.
Lucian mendorong wajah Juan, agar menjauh dari Cedric. Lalu, ia menunduk mensejajarkan tubuhnya dengan Cedric. "Aku sungguh tak menyangka! Ternyata bocah ingusan sepertimu yang berani meretas sistem keamanan perusahaanku, bahkan membeberkannya ke media masa. Aku salut dengan keberanianmu! Ya, karena dulunya akupun begitu," jelas Lucian, sembari mengingat bagaimana nakalnya ia dulu. Bahkan lebih parah. Ia selalu bisa menerobos keamanan sebuah perusahaan tanpa meninggalkan jejak sedikitpun.
"Jadi... Apa tujuanmu melakukan semua ini?" tanya Lucian, ia menatap Cedric dengan lembut. Perasaannya semakin aneh semenjak bertemu bocah dihadapannya.
Cedric menatap balik Lucian. "Aku hanya tak menyukaimu!" Jawaban singkat itu mampu membuat Lucian terhenyak.
"Hahaha!"
Suara tawanya menggema, seolah-olah ini adalah hal terlucu yang pernah ia dengar selama hidupnya.
"Kau bercanda? Tak ada seorangpun yang tak menyukai Tuan Lucian! Apalagi anak-anak, kecuali saingan bisnis Tuan," jelas Juan, merasa heran. Apalagi dengan alasan sepele, anak itu meretas sistem mereka dan membuat kerugian ratusan juta.
"Aku mempunyai kemampuan! Jadi, jika Aku tak menyukainya, Aku memiliki banyak cara untuk membuatnya mengalami kerugian," jelas Cedric dengan percaya diri.
Lucian semakin merasa tertarik pada Cedric. Jelas, mereka memiliki sifat yang sama. Ia juga merasakan ketertarikan tak biasa pada Anak itu.
"Apa kau tau, kau bisa di tuntun akan hal ini?" tanya Lucian lagi. Mencoba mengujinya.
Cedric mengangguk. "Maka dari itulah, Aku memintamu untuk bertaruh denganku! Dan, sebagai permintaan Aku ingin kau melupakan semua yang terjadi tentang peretasan itu dan melepaskan ku," jelas Cedric, sembari tersenyum.
'Untunglah aku berhasil mencegahnya. Tapi... Aku tak punya banyak waktu lagi. Sebelum Bunda mencariku, aku harus menyingkirkannya dari sini,' batin Cedric, mulai merasa cemas. Matanya sesekali melirik ke arah Toko. Berharap Anna tak akan keluar mencarinya.
"Haha. Baiklah, aku mengerti sekarang! Kau benar-benar bocah yang unik. Aku menyukaimu!" Ungkapan itu membuat Cedric membeku. Ia berusaha mengontrol dirinya. Ia tak ingin, hanya karena sepatah kata dari Lucian, menghancurkan segala rencananya.
"Aku harus pergi! Masalah kalian telah selesai, bukan? Jadi, Aku harap kalian tidak akan muncul lagi disini," jelas Cedric, menatap tajam Lucian. Lalu, kaki kecilnya perlahan berjalan meninggalkan Lucian dan Juan.
Lucian hanya menatap punggung kecil anak itu yang semakin menjauh. Ia merasakan perasaan kehilangan untuk sesaat. Ia merasa ia harus menahan anak itu disisinya. Namun, ia tak memiliki keberanian itu.
"Sudahlah! Jika itu hanya seorang anak kecil."
****
Seminggu berlalu, sejak kejadian itu.
Anna menatap Cedric dengan heran. Pasalnya, setelah pulang bermain entah kemana, Putranya itu terus tak bisa fokus. Mulai dari salah menggunakan sabun mandinya, mengancing baju tidurnya, bahkan lupa mengerjakan pekerjaan rumah dari Gurunya yang akan di kumpulkan besok.
"Ceddy... Bunda mau tanya sesuatu," ujar Anna pada akhirnya.
"Ya, Bunda! Tanya saja," sahutnya, walau matanya masih terus memandangi keluar jendela.
"Kamu kenapa sejak pulang bermain kemarin, jadi tidak fokus begini?" tanya Anna, ia mengusap lembut surai Putranya, mencoba memberikan kehangatan.
Cedric terdiam sejenak. Ia terlalu larut memikirkan kejadian kemarin, sehingga lupa bahwa sejak kejadian penghinaan kemarin, Bundanya jadi lebih sensitif tentang dirinya.
"Aku enggak apa-apa, Bunda!"
"Hanya saj---." Belum sempat ia mengucapkan kalimat kebohongan untuk menutupi perasaannya. Matanya menangkap sosok Lucian yang turun dari mobil sportnya dengan kacamata hitam yang bertengger manis di hidungnya.
"Bunda!" teriak Cedric. "A-aku ingat tadi disuruh bikin kerajinan sama Bu Guru! Ceddy pulang duluan aja, ya," sambungnya dengan gugup.
"Hah? Tiba-tiba? Tidak apa-apa pulangnya sendiri? Apa Bunda antar saja, ya," usul Anna.
"Ceddy bisa sendiri! Ya sudah, Assalamualaikum!" teriak Cedric setelah bersalaman pada Anna.
"Ada apa dengan anak itu?"