Ayudia Larasati, gadis cantik yang sudah berkali - kali gagal mendapatkan pekerjaan itu, memilih pindah ke desa tempat kelahiran ibunya setelah mendapatkan kabar kalau di sana sedang ada banyak lowongan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Selain itu, alasan lain kepindahannya adalah karena ingin menghindari mantan kekasihnya yang toxic dan playing victim.
Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya bernama Dimas Aryaseno. Pria tampan yang terkenal sebagai pangeran desa. Parasnya memang tampan, namun ia adalah orang yang cukup dingin dan pendiam pada lawan jenis, hingga di kira ia adalah pria 'belok'.
Rumah nenek Laras yang bersebelahan dengan rumah Dimas, membuat mereka cukup sering berinteraksi hingga hubungan mereka pun semakin dekat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Kebingungan
"Ay... Buka pintunya, Ay!" Seru Dimas yang panik karena tak ada jawaban dari Laras.
Karyawan yang sedang beristirahat pun ikut cemas. Terlebih saat melihat raut wajah khawatir Dimas.
"Ay, kamu kenapa?" Tanya Dimas yang menangkup wajah Laras.
"Ngagetin aja. Ya jadi batal wudhuku, mas." Lirih Laras.
"Kamu yang ngagetin!" Gemas Dimas yang rasanya ingin menggigit pipi gadis di depannya.
"Mas ngapain panik pake bawa rombongan segala?" Gurau Laras saat melihat wajah panik para karyawan Dimas.
"Malah ndagel ki piye to, mbak Laras. Seng neng njobo iki lho wes ape ndobrak lawang. (Malah melucu ni gimana to, mbak Laras. Yang di luar ini lho udah mau mendobrak pintu.)" Sahut Ijul.
"Maaf ya, bikin panik. Aku gak apa - apa, cuma mual aja dari tadi, makanya muntah - muntah." Jawab Laras.
Para karyawan itu akhirnya membubarkan diri dengan perasaan lega karena Laras baik - baik saja walaupun sempat membuat panik seisi toko.
"Yaudah wudhu lagi." Kata Dimas.
"Buka aja pintunya Ay." Imbuh Dimas saat Laras hendak menutup pintu.
"Iya." Jawab Laras.
Dimas kemudian duduk di kursi sembari mengawasi Laras yang sedang sholat. Pria itu, segera menghampiri Laras ketika Laras menyelesaikan sholatnya.
"Kenapa muntah - muntah gitu?" Tanya Dimas yang duduk di mushola bersama Laras yang sedang melipat mukena.
"Dari tadi kerasa mual, nafas juga berat." Jawab Laras.
"Kerumah sakit ya?" Tawar Dimas yang mendapat gelengan dari Laras.
"Ndablekmu ki kurang - kurangi to, Ay! (Bandelmu tu di kurangi to, Ay!)" Omel Dimas yang membuat Laras tertawa.
"Malah ngguyu. (Malah tertawa)" Gemas Dimas sembari menarik hidung Laras.
"Numpang istirahat sebentar ya, mas." Pinta Laras.
"Udah makan?" Tanya Dimas.
"Nanti aja, mas. Aku lagi males makan, gak enak perutnya." Jawab Laras.
"Yaudah, istirahat di atas." Kata Dimas.
"Disini aja gak boleh?" Tanya Laras.
"Ganggu orang sholat." Jawab Dimas yang sudah berdiri dan mengulurkan tangannya pada Laras untuk membantu gadis itu berdiri.
Laras pun menyambut tangan Dimas yang dengan mudah menariknya berdiri. Ia kemudian berjalan menuju ke lantai dua dengan Dimas yang bersiaga di belakangnya.
"Ati - ati, Ay." Lirih Dimas yang memegangi punggung Laras.
"Emang aku kelihatan jompo banget ya, mas?" Kekeh Laras.
"Bisa - bisanya kamu masih becanda kayak gini sih, Ay. Muka pucet, keliatan lemes, badan demam, muntah - muntah, gitu kok masih bisa haha hehe." Omel Dimas.
"Wihh, mas Dimas bisa ngomel panjang juga ternyata. Pertama kali loh aku denger mas ngomel panjang kayak gini. Sering - sering loh, mas, biar rame." Goda Laras yang cengengesan.
"Mboh lah, Ay. (Gak tau lah, Ay)" Sahut Dimas sembari memberi bantal pada Laras.
"Mas mau kemana?" Tanya Laras yang memegangi ujung kaos Dimas.
"Kebawah."
"Temani aku sebentar, mas. Kalo udah tidur, tinggal aja gak apa - apa." Pinta Laras yang merasa tubuh dan perasaannya sangat tidak nyaman.
"Tumben." Kata Dimas yang kemudian duduk di tepi sofa tempat Laras berbaring.
"Mas.."
"Hm..."
"Jangan bilang - bilang Uti, ya. Aku gak mau bikin Uti khawatir." Pinta Laras.
"Gimana pun, Uti tetep harus tau, Ay." Jawab Dimas.
"Maaassss, please.... Kasihan Uti kalau terlalu kepikiran." Kata Laras dengan penuh permohonan.
"Yaudah tidur aja. Gak usah pikirin masalah itu." Kata Dimas.
Dimas menatap wajah gadis yang sedang terpejam. Ia kemudian membenahi anak rambut yang keluar dari jilbab Laras.
Tangannya kemudian mengusap dahi Laras yang terasa panas, namun berpeluh. Hatinya terasa tak tenang melihat Laras yang seperti ini. Ia keluar dari ruangannya setelah Laras benar - benar tertidur.
"Ssshhh aduuh." Lirih Laras saat merasa ada sesuatu yang menusuk tangannya.
Gadis itu membuka matanya yang terasa berat dan mendapati seorang pria yang sedang menginfus tangannya.
"Eh loh!" Laras terkejut dengan mata terbelalak.
"Sssst nurut aja." Kata Dimas yang ternyata ada di atasnya.
"Ini anu kok bisa, mas?" Laras yang baru bangun tidur itu tampak kebingungan.
"Kamu gak mau di bawa berobat, jadi perawatnya yang tak bawa kesini." Jawab Dimas santai.
"Kok bisa? Masnya kok mau sih?" Tanya Laras pada pria yang menginfusnya.
"Yo gelem to, mbak. Jenenge kerjo. (Ya mau to, mbak. Namanya kerja.)" Jawab si perawat yang tertawa geli.
Perawat itu kembali fokus dengan pekerjaannya dan memastikan infus yang di gantung pada tiang penyangga gordyn itu menetes.
"Telfon aku nak iki gari titik, Dim. Mengko tak genti sijine. Obate kuwi di ombe, tapi mangan sek. (Telfon aku kalau ini tinggal sedikit, Dim. Nanti aku ganti ke yang satunya. Obatnya itu di minum, tapi makan dulu.)" Kata si Perawat yang ternyata teman Dimas.
"Lama dong mas, kalo di infus gini?" Tanya Laras.
"Gak lama kok, sore nanti selesai." Jawab si perawat.
"Suwun yo, Bil. (Makasih ya, Bil)" Kata Dimas.
"Iya. Tak tinggal ke klinik dulu kalo gitu." Pamit perawat yang sudah selesai membereskan perlengkapannya.
"Mas kok gak bilang sama aku dulu?" Protes Laras yang kini dalam posisi duduk.
"Kamu gak akan mau." Sahut Dimas yang duduk di sebelah Laras.
"Tapi harusnya bilang dulu sama aku, mas." Lirih Laras yang menunduk dengan suara bergetar.
"Eh, kok malah nangis, Ay." Dimas mengangkat wajah Laras yang air matanya mengalir.
"Aku ngerepotin mas Dimas terus." Kata Laras yang semakin terisak.
"Heh, gak apa - apa, Ay. Aku gak tega lihat kamu kayak gini." Kata Dimas sambil mengusap air mata Laras.
"Udah, jangan nangis ya. Yang penting kamu sehat." Ujar Dimas sembari mengusap kepala Laras.
"Makasih ya, mas." Lirih Laras yang di jawab anggukan oleh Dimas.
"Makan dulu ya. Abis itu minum obat." Dimas membuka thinwal yang berisi bubur.
Tok...
tokk...
"Iya" Jawab Dimas saat mendengar ketukan pintu di ruangannya.
"Bos, itu ada klien bos yang kemarin." Kata Ijul.
"Suruh tunggu bentar, Jul." Pinta Dimas.
"Oke, bos." Jawab Ijul yang kemudian meninggalkan ruangan Dimas.
"Bisa makan sendiri?" Tanya Dimas.
"Bisa kok. Mas turun aja sana, udah di tungguin itu." Kata Laras.
"Aku tinggal bentar, ya. Jangan nangis lagi."
"Iya, lama juga gak apa - apa. Santai aja, jangan buru - buru, yang fokus kerjanya, gak usah mikirin aku." Pesan Laras yang di jawab senyuman oleh Dimas.
Laras menatap punggung Dimas yang keluar dari ruangannya. Ia bingung dengan kedekatan mereka berdua.
Sebenarnya, akan seperti apa hubungan mereka kedepannya. Apakah hanya akan seperti ini saja? Kedekatan yang terlihat 'mesra' namun tak ada status yang mengikat di antara keduanya.
Sebagai wanita, ia juga butuh kepastian. Namun, ia tak ingin bertanya apa lagi mendesak Dimas. Biarlah pria itu berinisiatif sendiri kalau memang dia benar - benar ingin memiliki Laras.
Terkadang, Laras berfikir untuk menjauh dari Dimas yang tak kunjung memberinya kejelasan. Ia ingin mengamankan diri yang perlahan mulai bergantung pada sosok pria yang bernama Dimas.
Kode, sindiran dan godaan yang terlontar dari mulut Laras juga sepertinya tak benar - benar di tanggapi serius oleh Dimas.
Laras takut, jika nanti hatinya sudah benar - benar berada di genggaman Dimas, tapi ternyata pria itu akan dengan mudah berpaling karena tak ada status jelas di antara mereka selain tetangga.
Mungkin bagi orang lain, status itu tak memiliki arti penting. Tapi berbeda dengan Laras yang selalu ingin memiliki kejelasan status. Menurutnya, hubungan yang penting itu harus di mulai dengan sebuah ketegasan dan kejelasan.
update trus y kk..
sk bngt ma critany