Axeline tumbuh dengan perasaan yang tidak terelakkan pada kakak sepupunya sendiri, Keynan. Namun, kebersamaan mereka terputus saat Keynan pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya.
Lima tahun berlalu, tapi tidak membuat perasaan Axeline berubah. Tapi, saat Keynan kembali, ia bukan lagi sosok yang sama. Sikapnya dingin, seolah memberi jarak di antara mereka.
Namun, semua berubah saat sebuah insiden membuat mereka terjebak dalam hubungan yang tidak seharusnya terjadi.
Sikap Keynan membuat Axeline memilih untuk menjauh, dan menjaga jarak dengan Keynan. Terlebih saat tahu, Keynan mempunyai kekasih. Dia ingin melupakan segalanya, tanpa mencari tahu kebenarannya, tanpa menyadari fakta yang sesungguhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Axeline melangkah masuk ke perusahaan dengan tubuh lemas. Kepalanya masih dipenuhi kejadian saat di mobil yang membuatnya kehilangan semangat seperti biasanya. Namun, langkahnya mendadak terhenti saat sebuah suara tajam menyambutnya.
"Apa kau tahu sekarang sudah jam berapa, Axeline ? Kenapa kau baru datang?"
Axeline mendongak dan mendapati tatapan tajam dari Mita, supervisor yang membimbingnya selama masa magang.
"Maaf, Kak. Tadi saya terjebak macet, jadi ..."
Mita menyilangkan tangan di depan dada, ekspresinya semakin tidak sabar. "Apa kau pikir aku peduli, hah? Jika semua karyawan di sini bersikap sepertimu, untuk apa ada peraturan di perusahaan ini?" Nada suaranya begitu tegas, membuat Axeline menunduk takut. "Aku tidak mau tahu. Aku akan mengurangi nilaimu."
Axeline terkejut. Matanya melebar saat ia buru-buru menatap Mita dengan penuh permohonan.
"Kak, jangan lakukan itu! Aku akan melakukan apa pun asalkan jangan kurangi nilaiku. Selama ini aku selalu berusaha melakukan yang terbaik. Aku ... "
"Tapi kesalahanmu ini tidak bisa ditolerir," potong Mita dengan tegas. "Hari ini kau datang terlambat. Jika aku tidak memberimu hukuman, tidak menutup kemungkinan kau akan melakukan kesalahan yang sama di lain waktu."
Axeline semakin panik. "Tapi, Kak ... "
"Ada apa ini?"
Sebuah suara berat dan berwibawa memotong pembicaraan mereka. Axeline membeku di tempat, tubuhnya menegang seketika saat mendengar suara yang sangat dikenalnya.
Keynan.
Pria itu berjalan dengan langkah tegap, diikuti Andrian yang berada di belakangnya. Tatapan tajamnya langsung tertuju pada Mita dan Axeline.
"Tuan!" Mita segera membungkuk hormat, diikuti Axeline yang lebih memilih menundukkan kepala, enggan menatap pria itu.
"Cepat sekali dia sampai di perusahaan," batin Axeline, merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Ada apa ribut-ribut?" tanya Keynan, suaranya datar namun penuh tekanan.
Mita segera menjelaskan, "Ma-maaf, Tuan. Axeline adalah anak magang di perusahaan kita. Tapi dia datang terlambat, jadi saya memberinya sanksi agar hal ini tidak terulang lagi."
Keynan mengangguk pelan, matanya menatap lurus ke arah Axeline. "Memang, setiap orang yang bekerja di sini harus mengikuti peraturan," ucapnya dengan suara yang tetap tenang namun tegas.
Axeline menggigit bibirnya. Ia tidak bisa menebak apakah Keynan akan membelanya atau justru membiarkan Mita memberikan hukuman. Namun satu hal yang pasti, berada di bawah tatapan pria itu membuatnya semakin gelisah.
"Lalu, hukuman apa yang kau berikan padanya?" tanya Keynan, matanya masih tertuju pada Axeline yang tetap menunduk.
"Saya mengurangi nilainya, Tuan. Itu hukuman yang cocok untuknya agar lebih berhati-hati dan tidak mengulangi kesalahan yang sama," ujar Mita dengan mantap.
Keynan mengangguk pelan, seolah menyetujui keputusan itu. Axeline mengepalkan tangan erat-erat di samping tubuhnya, berusaha menahan rasa frustrasi yang mulai membuncah dalam dirinya.
Namun, Keynan justru menambahkan. "Beri hukuman tambahan dengan memberinya tugas lebih banyak," ucapnya datar, lalu berbalik dan melangkah pergi, diikuti Andrian yang tak jauh di belakangnya.
"Baik, Tuan," sahut Mita segera.
Axeline mendongak, menatap punggung Keynan yang semakin menjauh. Dadanya sesak. Jadi, seperti ini sikap pria itu padanya? Setelah semua yang terjadi, Keynan tetap tidak peduli dan justru menambah bebannya?
"Kau dengar itu?" Mita beralih menatap Axeline dengan tangan terlipat di depan dada. "Tidak hanya nilaimu yang dikurangi, tapi tugasmu juga bertambah. Jadi sekarang, cepat pergi ke mejamu!"
Axeline menelan ludah. Sekuat tenaga, ia menahan emosinya yang hampir meledak.
"Ba-baik, Kak," jawabnya pelan sebelum melangkah menuju mejanya dengan perasaan tidak menentu..
Hari ini, Axeline benar-benar dibuat kewalahan dengan banyaknya tugas yang diberikan supervisor dan para seniornya. Hampir semua karyawan di sana meminta bantuannya, dan yang lebih parah, ia harus lembur malam ini untuk menyelesaikan tugas dari Mita.
"Aku lelah sekali," gumam Axeline sambil memijat bahunya sendiri. Matanya menatap keluar jendela, melihat langit yang sudah gelap. Suasana kantor pun semakin sepi dan hanya tersisa dirinya di ruangan itu.
Axeline menghela napas panjang, mengambil ponselnya dan membuka daftar kontak. Ia mengirim pesan kepada ibunya, memberitahu bahwa malam ini ia akan pulang terlambat karena harus lembur. Setelah pesan terkirim, ia kembali berkutat dengan berkas-berkas yang menumpuk di mejanya.
"Kenapa supervisor memberi pekerjaan serumit ini? Aku kan masih magang. Mana tahu hal-hal seperti ini," gerutunya pelan, merasa frustasi.
Namun, suara berat yang tiba-tiba terdengar dari belakangnya membuat tubuhnya menegang.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Axeline menelan ludahnya, menoleh dengan kaget saat melihat sosok Keynan yang kini berjalan mendekat ke arahnya.
"K-Kak Keynan?" lirihnya.
Tanpa sadar, ia buru-buru merapikan berkas-berkas di mejanya, seolah ingin segera pergi dari sana. Tapi pergerakannya terhenti saat Keynan berdiri tepat di sampingnya dengan tubuh yang sedikit membungkuk ke arahnya.
"Kau lembur?" tanyanya, suaranya datar, namun ada sesuatu dalam tatapannya yang sulit Axeline pahami.
"Ti-tidak, aku sudah selesai," ujar Axeline, berusaha terdengar meyakinkan. Namun, Keynan tidak begitu saja percaya. Ia mengambil berkas dari tangan Axeline dan mulai mengeceknya.
"Bukankah ini akan digunakan untuk rapat besok? Kenapa kau yang mengerjakannya?" tanyanya dengan nada datar.
Axeline mendengus kesal. "Bukankah kau yang meminta supervisor untuk memberiku tugas tambahan? Kenapa masih bertanya?" gerutunya tanpa menatap Keynan.
Alih-alih membalas, Keynan justru menarik kursi dan duduk di sampingnya. Ia membuka satu per satu berkas tersebut dengan mata yang meneliti setiap lembaran dengan tatapan serius.
"Aku memang memintanya untuk memberimu tugas tambahan sebagai hukuman. Tapi bukan berarti kau harus mengerjakan pekerjaan serumit ini. Berkas ini seharusnya dikerjakan oleh karyawan tetap, bukan anak magang sepertimu," ucapnya pelan namun tegas.
Axeline tidak menjawab. Sejak pagi, semua orang memperlakukannya seenaknya hanya karena Keynan memberi perintah untuk memberinya tugas tambahan. Bahkan tugas yang sesulit ini.
Keynan kembali menatapnya. "Berkas ini belum selesai, tapi kau sudah mau pulang?"
"A-aku akan mengerjakannya di rumah," jawab Axeline cepat, mencoba mengambil kembali berkasnya dari tangan Keynan. Namun, pria itu justru menjauhkannya.
"Ingin mengerjakannya di rumah? Kau ingin meminta bantuan ayahmu atau kakakmu?" tanyanya dengan nada menantang.
Axeline mengepalkan tangan. "Bu-bukan urusanmu," sahutnya, berusaha menyembunyikan kegugupannya.
Keynan tersenyum tipis. "Aku akan membantumu," ucapnya santai, membuat Axeline terkejut.
"Ti-tidak perlu, aku ..."
"Berkas ini dibutuhkan untuk rapat besok," sela Keynan. "Jika kau tidak menyelesaikannya malam ini, kau bisa mendapatkan sanksi berat."
Axeline masih diam, mencoba mencerna maksud Keynan. Ia tidak mengerti, pria itu yang menyulitkannya, tapi sekarang, kenapa pria itu justru menawarkan bantuan?