🔥🔥🔥
Harap bijak dalam membaca!
Its real my karya, jika ada unsur kesamaan nama, tokoh atau kejadian yang sama itu diluar dugaan saya. dengan ini saya menyatakan, bahwa saya telah berfikir keras dalam memberikan cerita khayalan ini. terimakasih!
***
*
Bulan Aleena Zahrani, gadis muslimah bercadar yang sangat cantik, dia terlahir dari keluarga Sederhana. tapi nasibnya tidak secantik parasnya. Bulan dinikahi oleh pria berdarah dingin tentunya dari keturunan mafia kejam sama seperti nasib yang ia alami saat ini.
Stevan Jafer Dirgantara, anak dari Moundy Dirgantara. Dia adalah mafia yang terkenal paling kejam di kotanya. Stevan menikahi Bulan karena ingin membalas dendam pada Ayah gadis bercadar tersebut.
Lalu bagaimana dengan nasib Bulan?
Apa dia akan tetap bertahan menerima kekejaman dari suaminya atau justru dia akan pergi?
Kita simak yuk ceritanya di karya Novel => Kekejaman Suamiku
By: Miss Ra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rania Alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 4
Cetaaak...
"Ah!"
Para pelayan yang mendengar suara itu dari dalam kamar Tuannya hanya saling pandang. Rasanya tidak tega melihat Nona mudanya diperlakukan seperti itu.
Tapi mereka juga tidak bisa menolongnya. Para pelayan hanya menghembuskan nafasnya pelan sambil menunggu perintah dari Stevan untuk mengobati luka ditubuh Bulan.
***
Tiga jam kemudian, Bulan sudah tidak sadarkan diri. Hujaman Stevan di atas ranjang membuat suaranya hilang dan pingsan karena sudah terlalu lelah. Stevan yang baru saja menyelesaikan hujamannya lalu beranjak dan menutupi tubuh istrinya dengan selimut.
Stevan mengusap pipi Bulan dengan jari telunjuknya lembut sambil tersenyum simpul.
"Kau sangat cantik dan harum, tapi aku membencimu, Bulan!" lirihnya kemudian melangkah keluar.
Di depan kamar sudah ada dua orang pelayan yang memang selalu ditugaskan oleh Stevan untuk merawat Bulan jika selesai diterkam olehnya.
"Urus dia! Obati lukanya! Setelah itu biarkan dia istirahat!"
"Baik Tuan!" sahut dua pelayan itu secara bersamaan.
Pelayan itu dari awal Bulan mendapat pecutan sampai diterkam oleh Stevan diatas ranjang pun mendengarnya. Dari suara rintihan hingga des-sah-han mereka berdua pun turut mendengarnya. Karena itu tugas mereka menunggu di depan kamar Bulan jika wanita bercadar itu membutuhkan sesuatu.
Kedua pelayan itu masuk dan mengunci pintu kamarnya lalu membuka selimut yang menutupi tubuh Bulan karena mereka akan membersihkan dan mengobati lukanya.
"Kasihan Nona Muda, jika aku berada di posisinya mungkin lebih baik bun-nuhh diri saja." kata pelayan satu.
"Ssstt, jangan terlalu keras jika bicara. Tuan muda akan mendengarnya melalui cctv. Kau bisa di jadikan santapan harimau miliknya nanti." Lirih pelayan dua berbisik memberi kode agar temannya itu tidak sembarang bicara.
Dua pelayan itu membersihkan tubuh Bulan menggunakan kain basah yang hangat lalu akan di oleskan salep untuk mengobati lukanya.
*
Pagi harinya, Bulan sedang berada di dalam kamar mandi, dia menatap dirinya di balik cermin. Bulan tersenyum tipis dan mengusap kaca yang sudah berembun itu dengan lembut.
"Ya Allah, kapan aku bisa terbang bebas seperti burung di luar sana." gumamnya lirih tak terasa air matanya menetes.
Bulan mengusap pelan air matanya, dia ingin sekali melawan Stevan. Dia ingin sekali pergi dari rumah bak neraka itu sejauh mungkin. Tapi mendengar Stevan akan menghilangkan nyawa orangtuanya jika dia pergi pun mengurungkan niatnya. Dia akan berusaha menerima nasib nya seperti ini asalkan ayah dan ibunya masih hidup dan baik-baik saja.
"Ayah, Ibu, maafkan aku. Aku belum bisa menengok Ayah dan Ibu. Aku merindukan kalian!"
Bulan terisak di depan cermin dikamar mandi. Bulan lalu membasahi tubuhnya dibawah guyuran air shower yang menyala. Dia terduduk menekuk lututnya dan menangis di antara kedua lututnya.
"Ayah, Ibu. Hiks..hiks..hiks.. datanglah! Aku membutuhkan kalian!"
Isakan itu terdengar dari bibir Bulan, isakan yang membuat orang lain merasa kasihan jika mendengarnya. Tangisan lirih Bulan bisa membuat hati orang lain juga merasa teriris jika mendengarnya.
Setelah cukup tenang, Bulan menyelesaikan mandinya. Dia lalu memakai baju handuk miliknya dan keluar lalu menutup pintu kamar mandi dengan pelan.
Baru saja keluar, Bulan sudah dikejutkan dengan kehadiran Stevan yang sudah duduk di tepi kasur dengan senyum menyeringai membuat jantungnya berdetak lebih cepat saat melihat pria itu sedang menatapnya dengan tatapan mautnya.
Stevan beranjak dengan langkah pelan mendekati Bulan yang masih mematung di depan pintu kamar mandi. Stevan melihat aura ketakutan di wajah Bulan membuatnya semakin senang. Stevan berdiri di hadapan istrinya dan membuat Bulan menunduk dengan tubuh yang sudah bergetar.
"Kau harum sekali. Rasanya aku ingin menerkam mu sekarang juga!"
Stevan mencengkram dagu istrinya itu dan mengangkatnya ke atas agar dia bisa menatap wajah polosnya yang ketakutan.
"Pangkal pahaku masih sakit, aku masih sulit untuk berjalan." lirih Bulan dapat di dengar oleh pria kejam dihadapannya itu.
"Kau tenang saja! Beberapa hari kedepan aku tidak bisa menemuimu! Aku harus keluar kota karena urusan pekerjaan! Jadi aku harap, kau tetap menjadi burung merpatiku di dalam sangkar!"
Stevan menatap kedua mata istrinya yang bening dan bercahaya itu. Stevan sedikit terpesona dengan tatapan polos seorang Bulan, tapi dengan cepat Stevan mengalihkan wajah Bulan menghempaskan dagunya ke samping hingga membuat Bulan menoleh ke samping.
"Selama kau pergi, apa aku boleh meminta sesuatu,?" tanya Bulan walaupun takut tapi dia tetap mengajukan pertanyaan.
"Apa? Katakan!"
Jawaban Stevan membuat Bulan semakin bergetar ketakutan karena suara baritonnya seolah menusuk hingga ke jantung.
"Selama kau pergi keluar kota, bolehkah aku tinggal bersama Ayah dan ibuku?" Bulan memberanikan diri menatap mata Stevan yang lebih tinggi darinya karena dirinya hanya sejajar dengan dada bidang Stevan.
"Tidak! Tidak ada yang bisa menemuimu selain aku dan pelayan disini!"
Setelah mengucapkan itu Stevan berbalik dan melangkah menuju pintu. Namun langkah nya terhenti karena Bulan berlutut memeluk kakinya itu untuk memohon karena dia sudah sangat merindukan orangtuanya. Sudah satu tahun dia tak mendengar suara dan melihat sosoknya, sudah bisa dipastikan serindu apa dirinya saat ini.
"Aku mohon, ijinkan aku bertemu mereka! Aku berjanji tidak akan kabur! Aku berjanji akan selalu berada dirumah ayahku selama kau pergi! Aku mohon, aku sangat merindukan Ayah dan Ibuku!"
Bulan memohon sembari memeluk kaki suaminya itu dengan erat. Apapun akan dia lakukan asalkan dia bisa bertemu dengan kedua orangtuanya. Stevan yang melihat Bulan memohon seperti itu akhirnya berlutut menatap istri cantiknya itu dengan intens.
"Hukuman apa yang akan kau terima jika kau berani pergi!"
Mendengar pertanyaan Stevan, Bulan mendongakkan wajahnya menatap pria itu dengan mata yang sudah basah karena air mata.
"Apapun yang akan kau lakukan akan aku terima, asalkan aku bisa bertemu dengan Ayah dan Ibuku!" sahut Bulan lirih masih menatap dua manik tajam pria dihadapannya itu.
"Baiklah! Kau boleh bertemu dengannya! Tapi mereka yang akan tinggal disini selama aku tidak ada! Mereka harus pergi jika aku sudah dalam perjalanan pulang! Kau mengerti maksudku!"
"Iya aku mengerti." sahutnya lirih.
Stevan lalu berdiri dan berbalik kembali melangkah untuk keluar dari kamarnya. Namun lagi-lagi langkahnya terhenti karena tiba-tiba Bulan memeluk pria itu dari belakang.
Deg
Jantung Stevan berdetak kencang. Mendapatkan perlakuan dari wanita yang sudah di siksanya selama ini membuat jantung hatinya gelisah tak karuan. Dia yang paham dirinya akan goyah segera melepas pelukan itu dengan kasar.
Stevan berbalik dan mencengkram leher Bulan dan mendorong nya hingga terjatuh diatas kasur.
"Jangan pernah menyentuhku jika aku tidak menyuruhmu!" ujar Stevan dengan sorot mata seakan menunjukkan bahwa dirinya tidak suka dengan perlakuan Bulan.
"Maaf, Ah! Aku hanya... Aku hanya ingin mengucapkan terimakasih, Ah!" Bulan menyahutnya dengan terbata-bata karena Stevan masih mencengkram leher Bulan hingga membuatnya sulit bicara.
Stevan kemudian melepaskan cengkramannya, mendengar Bulan mengucapkan terimakasih membuat hatinya sedikit luluh. Tak ingin semakin goyah dan lemah, Stevan kembali berjalan keluar untuk segera pergi dari hadapan istrinya.
Sedangkan Bulan yang melihat kepergian Stevan pun mengusap air matanya pelan dan tersenyum tipis. Dia kini dapat bernafas lega, karena sebentar lagi orangtuanya akan datang dan tinggal bersama dengannya dirumah itu selama pria kejam itu pergi.
...****************...
Bulan hamil..
semoga boy org pertama yg mendapat kabar Bulan hamil
semakin seru nih....
lanjut thor
istrinya yang habil stevan yang ngidam😁
semangat berkarya..
aku yakin saat ini Stevan jafier dirgantara sedang menikmati indahnya penyesalan
semoga Bulan terus kuat menjalani kehidupannya
Steven dan Bulan benar2 berpisah nih